Friday, April 08, 2011
Peneliti IPB Produksi Biodiesel dari Mikroalga Limbah
Bogor (ANTARA News) - Peneliti dari Institut Pertanian Bogor berhasil membuat rancangan sistem produksi mikroalga sebagai bahan baku biodiesel dengan memanfaatkan limbah cair agroindustri dari industri peternakan, rumah pemotongan hewan dan industri gula.
Mikroalga sangat potensial dikembangkan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel, kata peneliti Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Suprihatin di Bogor, Jawa Barat, Kamis, yang melakukan penelitian tersebut bersama rekannya Dr Muhammad Romli dan Ir Andes Ismayana, MT.
"Konversi bahan pangan menjadi energi dapat menyebabkan kerawanan pangan, sehingga diperlukan langkah strategis untuk mengembangkan dan mengoptimalkan peranan pertanian sebagai pemasok energi atau Bahan Bakar Nabati (BBN) tanpa mengorbankan pangan dan keseimbangan ekologi," kata Suprihatin.
Mikroalga memiliki berbagai keunggulan dibandingkan dengan jenis tanaman lainnya, diantaranya produktivitas tinggi karena laju pertumbuhan cepat hanya dalam satuan jam atau hari, tidak memerlukan lahan subur sehingga tidak berkompetisi dengan tanaman pangan.
Selain itu, lanjut dia, dapat dikombinasikan untuk pengelolaan lingkungan (recycling nutrien, konservasi air, dan biofiksasi karbon dioksida atau reduksi emisi gas rumah kaca), serta efisien dalam penyerapan energi surya.
Biomassa mengandung bahan-bahan bernilai tinggi seperti protein, minyak atau lemak, vitamin, mineral, pigmen, beta karoten, bahan aktif, serta serat, yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Mikroalga juga membutuhkan sedikit biaya investasi dan biaya operasi atau pemeliharaan.
Suprihatin mengatakan, makanan utama mikroalga ialah karbondioksida.
Kondisi iklim dan geografis, seperti intensitas sinar matahari sepanjang tahun, temperatur udara relatif tinggi, dan ketersediaan lahan juga mendukung aplikasi sistem ini di Indonesia.
Hasil rancangan Prof.Suprihatin dan tim dilengkapi dengan hasil optimasi, parameter desain atau operasi, dan hasil analisis tekno ekonomi.
"Tahapan penelitian ini terbagi dua. Tahap pertama dilakukan karakterisasi pertumbuhan mikroalga dalam limbah cair agroindustri melalui penentuan nilai-nilai parameter kinetik pertumbuhan. Tahap kedua, perancangan proses dan sistem produksi mikroalga," katanya.
Penelitian ini dilakukan pada tahun 2009-2010 di laboratorium Teknologi dan Manajemen Lingkungan, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.
Pengujian jenis dan jumlah mikroalga dilakukan dengan pencacahan sesuai Metode Sedgwick Rafter Counting (SRC), di Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan (ProLing), Departemen Manajemen Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB.
Hasil penelitian menunjukkan, dari ketiga limbah cair yang diuji, limbah cair Rumah Pemotongan Hewan (RPH) dan peternakan berpotensi untuk digunakan sebagai substrat pertumbuhan mikroalga.
"Kami mengindentifikasi terdapat tiga jenis mikroalga yang tumbuh dominan dalam limbah tersebut yaitu Chlorella sp, Scenedesmus sp, dan Ankistrodesmus sp. Jenis tersebut sangat berbeda dengan jenis mikroalga yang tumbuh dalam inokulum yang ditambahkan. Hal ini menunjukkan komposisi limbah cair menentukan jenis mikroalga yang dapat tumbuh dan berkembang biak," papar Suprihatin.
Chlorella mengandung lemak 14-22 persen. Lemak dari mikroalga inilah yang dikonversi menjadi bahan baku biofuel.
Meski demikian, pengembangan mikroalga sebagai sumber biofuel masih belum kompetitif. Pada tingkat harga minyak kasar saat ini yakni sekitar 100 dolar per barrel, supaya kompetitif, biaya operasional produksi biomassa mikroalga dengan kandungan minyak sekitar 14,7 persen harus kurang dari 200 dollar AS per ton atau sekitar Rp1,8 juta per ton.
"Produksi mikroalga untuk produksi energi skala besar saat ini masih dalam fase pengembangan. Biaya produksi biodiesel berbasis mikroalga masih memerlukan penurunan secara signifikan agar dapat kompetitif dengan sumber diesel lainnya," kata dia.
Walau biaya operasional produksi mikroalga dari limbah cair agroindustri cukup besar, namun analisis biaya tersebut belum memperhitungkan kemungkinan keuntungan lain baik keuntungan ekonomis maupun lingkungan.
Kemungkinan keuntungan tersebut seperti produksi biogas pada pra-perlakuan limbah cair, pupuk organik dari digester anaerobik, hasil samping berupa bahan pakan atau produk bernilai tinggi lainnya, penurunan emisi gas rumah kaca, pengolahan limbah cair, recycling nutrien, recycling air, dan pencegahan eutrofikasi di badan air penerima, serta keuntungan sosial lainnya, kata Suprihatin.
(S022)
Editor: Bambang
COPYRIGHT © 2011
Sumber : www.antaranews.com
Sunday, April 03, 2011
Ganggang Mikro Bersihkan Limbah Nuklir
KOMPAS.com - Closterium moniliferum, salah satu jenis ganggang mikro yang hidup di air tawar, memiliki potensi untuk membersihkan limbah nuklir yang larut dalam air. Potensi tersebut dipaparkan oleh ilmuwan Northwestern University di Evanston Illinois, Minna Krejci, dalam acara American Chemical Society di Anaheim, California.
Menurut Krejci, alga tersebut mampu membersihkan limbah Strontium-90, salah satu limbah nuklir paling berbahaya dan memiliki waktu paruh 30 tahun. Closterium moniliferum akan menyaring Strontium-90 dari air, mengakumulasi dalam bagian sel-nya yang disebut vakuola dan mengendapkannya dalam bentuk kristal.
Ada sekian tantangan untuk mewujudkan potensi itu. Pertama, limbah reaktor nuklir maupun material radioaktif yang tak sengaja keluar lebih kaya akan kalsium daripada strontium. Ini mempersulit akumulasi strobnsium ke sel alga tanpa harus mengakumulasikan klasiumnya. "Kita butuh metode pemilihan yang sangat selektif dan efisien," kata Krejci.
Kedua, sebenarnya alga ini lebih "cinta" pada Barium sehingga cenderung mengambil unsur tersebut daripada strontium. Tapi, karena strontium memiliki ukuran dan karakteristik antara barium dan kalsium, maka nantinya strontium juga akan terambil. Sementara, kalsium yang memiliki sifat lebih jauh dari unsur tersebut akan tertinggal atau tak terakumulasi.
Kini Kreijci sedang berupaya untuk mengetahui pembentukan kristal dan akumulasi strontium yang lebih selektif. Sejauh ini, telah diketahui bahwa alga tak pernah sengaja membawa strontium ke dalam sel. Kristal terbentuk karena tingginya konsentrasi sulfat dalam vakuola, menyebabkan barium dan strontium dengan kelarutannya yang rendah cepat mengendap.
Untuk mengoptimalkan akumulasi strontium, Kerijci punya beberapa alternatif. Limbah reaktor nuklir atau material radioaktif yang tak sengaja keluar bisa diperkaya dengan barium sehingga memacu alga untuk mengambil strontium pula. Menurut Kreijci, ini bukanlah hal sulit sebab hanya sedikit saja barium yang dibutuhkan.
Kemungkinan lain adalah merekayasa konsentrasi sulfat di lingkungan alga tumbuh sehingga akan mempengaruhi perubahan konsentrasi sulfat di dalam vakuola. "Sekali kita mengetahui bagaimana sel merespon kondisi ini, kita bisa berpikir dengan lebih elegan tentang cara memanipulasinya," papar Kreijci yang memublikasikan idenya di Jurnal Nature.
Hingga kini Kreijci belum mengetes ketahanan Closterium moniliferum di lingkungan radioaktif. Tapi, meski ketahanannya rendah, alga pasti bisa mengakumulasi strontium sebab prosesnya cuma memakan waktu singkat. "Hanya 30 menit hingga 1 jam untuk mengendapkan kristal. Jika tambahan dibutuhkan, mereka mudah untuk dikulturkan," kata Kreijci.
Gija Geme, ahli kimia dari University of Central Missouri mengatakan, "ini adalah hot topics." Menurutnya, kajian Krejci tentang pengakumulasian logam sangat signifikan dampaknya bagi lingkungan. Ia meminta Kreijci untuk tak terlalu lama meneliti mengapa alga mengakumulasi unsur tersebut sebelum mengetesnya langsung dalam membersihkan limbah radioaktif.
Sumber : http://sains.kompas.com/read/2011/04/01/15093177/Ganggang.Mikro.Bersihkan.Limbah.Nuklir
Tiga Tahun Lagi, Indonesia Yakin Lepas dari Impor Sapi
Jumat, 8 Januari 2016 Program sapi unggulan berhasil dikembangkan. VIVA.co.id - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bekerjasa...
-
Minggu, 6 Desember 2015 11:29 WIB | 7.064 Views Buah persik. (Pixabay/Hans) Kunming (ANTARA News) - Penelitian fosil biji persik men...
-
MEDAN, JUMAT - Peneliti Universitas Sumatera Utara, Basuki Wirjosentono, mengenalkan plastik ramah berbahan hasil samping minyak sawit menta...
-
Oleh Cardiyan HIS Kalah dalam kuantiti publikasi di jurnal tetapi menang dalam kualiti publikasi. Tanya kenapa? Karena ITB yang merupakan re...