Tuesday, June 10, 2008

Pengembangan Produksi Sapi Potong Unggul Melalui Aplikasi Bioteknologi Peternakan di Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah

Pelaksana : Baharuddin Tappa
Abstrak :
Pengembangan agribisnis ternak sapi potong di Kalimantan Tengah perlu ditingkatkan karena semua itu didukung oleh adanya potensi alam dan adanya tradisi beternak di masyarakat.
Namun masih terdapat beberapa kendala diantaranya belum tersedianya bibit ternak secara cukup dan berkualitas baik serta masih rendahnya kualitas SDM baik peternak dan petugas di lapangan. Untuk itu Pemda Kabupaten Katingan bekerjasama dengan LIPI, khususnya Puslit Bioteknologi LIPI, melakukan kegiatan aplikasi teknologi dan manajemen peternakan sapi di Kelompok Ternak Tani “Jadi Makmur” Kabupaten Katingan. Kegiatan yang dilaksanakan adalah pengembangan produksi sapi potong mencakup budidaya ternak, seleksi ternak, breeding, pemeriksaan kesehatan ternak, pemeriksaan kebuntingan, manajemen pemeliharaan ternak dan manajemen pakan. Untuk meningkatkan kualitas SDM juga dilakukan pelatihan teknologi peternakan kepada peternak dan petugas di lokasi.

Kata Kunci : Sapi potong, Kalimantan Tengah, Agribisnis, Pelatihan Teknologi Tepat Guna., Penguasaan IPTEK 2007 P2 Biotek LIPI

Ekspresi Protein Bernilai Tinggi pada Tembakau: Human Serum Albumin

Pelaksana : Arief Budi Witarto, Desriani, Rahayu, Suwarti, Ahmad Furqoni
Abstrak
Pertumbuhan tembakau transgenik var. Petit Havana SR 1 yang mengandung gen target human serum albumin/HSA dan gen penanda OsRed dengan tembakau var.
yang sama tapi non-transgenik di rumah kaca transgenik pada dataran tinggi dan dalam pot tidak menunjukkan perbedaan tinggi dan jumlah daun/biomassa. Data pertumbuhan tembakau var. lokal sebanyak 13 jenis pada dataran tinggi dalam tanah juga telah diperoleh termasuk biomassa (260-1.100 g) dan waktu berbunga (68-8 I hari). Penanaman pada kondisi yang sama dalam pot di dataran rendah menunjukkan tembakau var. lokal menghasilkan biomassa dua kali lipat lebih besar daripada tembakau var. SRI. Pemurnian protein rekombinan dari daun telah dilakukan dengan upaya awal untuk memurnikan OsRed. Dengan menggunakan pengendapan ammonium sulfat dan kromatografi kolom penukar anion OEAE-Sepharose, telah diperoleh fraksi yang mengandung protein OsRed murni seperti dikonfirmasi dengan SDS-PAGE, fluoresens spektroskopi dan aktivitas fluoresensinya. Data pertumbuhan induksi tunas pada 18 jenis tembakau var. lokal telah diperoleh dengan tingkat kemampuan 60-100 %. Transformasi pada tembakau var. lokal menggunakan bantuan Agrobacterium tumefaciens dan plasmid pCAMBIA 2310 telah berhasil dilakukan. Ekspresi protein target HSA telah dikonfirmasi pada tembakau var. SR 1 yang menggunakan Western Blot dan ELISA. Pada daun, diperoleh tingkat ekspresi 2,7-5,0 µg/g daun basah. Hasil ini sebanding dengan data yang diperoleh di Fraunhofer IME-Jerman.

Kata kunci: Human serum album/HSA, Molecular farming, Tembakau var. lokal, Tembakau var. SR I, Biomassa. Pulrifikasi, OsRed, ELISA, Spec. Prog 2007 P2 Biotek LIPI

Ekspresi heterologus dan produksi recombinant human interferon α 2a (hIFN α 2a) pada yeast metilotropik Pichia pastoris

Pelaksana : Adi Santoso
Abstrak
Interferon (IFN) adalah protein yang diproduksi oleh tubuh sebagai respon terhadap antigen termasuk diantaranya virus, bakteri, parasit, atau antigen lain.
Sel yang terserang akan mengeluarkan IFN yang kemudian (dengan menggunakan reseptor yang sangat spesifik) akan melekat pada sel disekitarnya untuk mensintesa protein antiantigen. Hal ini akan membuat pertumbuhan antigen (virus, bakteri, parasit) terhambat. IFN terdeteksi beberapa saat setelah proses infeksi secara lokal dan sistemik untuk mencegah penyebaran virus.
Terdapat 3 jenis IFN, yaitu: IFN alfa, beta, dan gamma. Pada penelitian ini, kita tertarik untuk mengekspresikan dan memproduksi recombinant hIFN α 2a pada yeast Pichia pastoris. IFN alfa dapat digunakan sebagai obat untuk hepatitis B dan C, human papillomavirus, hairy-cell leukemia, and Kaposi's sarcoma (a cancer associated with AIDS). P. pastoris mempunyai beberapa keuntungan untuk produksi protein rekombinan diantaranya adalah ekspresi yang efisien dengan menggunakan methanol inducible alcohol oxidase gene (AOX1) promoter, tingkat ekspresi protein rekombinan yang sangat tinggi, sekresi yang efisien, dan proses fermentasi pada densitas sel yang sangat tinggi. Hal ini akan membuat downstream processing akan menjadi sangat efisien.
Teknik RT-PCR dengan menggunakan sepasang primer yaitu forward primer 5’- gcagcatctgcaacatctaca-3’ dan reverse primer 5’-gtgagctggcatacgaatca-3’ digunakan untuk mengisolasi gen IFN α 2a. Total RNA dari darah digunakan sebagai template untuk mensintesis first strand cDNA. Hasil analisa sekuens DNA dan alignment dengan data dari NCBI (GENBank) menunjukkan bahwa gen IFN α 2a telah didapatkan. Pada saat ini gen IFN α 2a telah berhasil diinsersikan pada plasmid pPICZαB. Langkah ini selanjutnya akan diikuti dengan proses transformasi pada P. pastoris genome. Diharapkan protein IFN α 2a sudah dapat dihasilkan dalam waktu dekat.

Kata kunci : Interferon, IFN, Antigen, Pichia pastoris, Riset Kompetitif 2007 P2 Biotek LIPI

Pemanfatan Limbah Bungkil Inti Kepala Sawit untuk Produksi Manno-Oligosakarida Sebagai Komponen Pangan Fungsional

Pelaksana : Yopi
Abstrak :
Mannan merupakan sumber biomasa setelah sellulosa dan xylan yang masih belum banyak dimanfaatkan.
Dari degradasi mannan dengan beberapa jenis enzim mannanase dapat diperoleh mannosa atau manno-oligosakarida yang berfungsi sebagai komponen pangan fungsional. Limbah biomasa dari industri perkebunan di Indonesia yang mengandung polisakarida mannan seperti limbah bungkil kelapa sawit, kopra dan kopi dapat dimanfaatkan untuk produksi mannosa dan manno-oligosakarida tersebut. Dari hasil uji aktivitas enzim mannanase dari sekitar 488 mikroba lokal koleksi BTCC (Biotechnology Culture Collection) telah diperoleh sedikitnya 6 isolat yang memiliki aktivitas tinggi dalam degradasi substrat mannan. Metoda mutasi dengan UV digunakan untuk meningkatkan produksi enzim oleh mikroba yang memiliki aktivitas mendegradasi mannan. Dua pendekatan dilakukan dalam proses produksi, yaitu 1) melakukan preparasi substrat mannan secara kimia kemudian baru mereaksikan dengan enzim kasar yang diproduksi. 2) melakukan fermentasi langsung dengan substrat bungkil tanpa preparasi khusus. Untuk itu telah dilakukan analisa ekstraksi mannan dari bungkil secara kimia. Hasil hidrolisis substrat mannan dengan menggunakan mikroba selektif yaitu dari strain Streptomyces dan Saccahropolyspora menunjukkan secara kualitatif senyawa oligosakarida terbentuk. Kedua mikroba tersebut memproduksi enzim mannanase dengan spesifik aktivitas tertinggi setelah 24 jam masa fermentasi. Proses analisa enzim mannanase dan optimasi fermentasi dengan menggunakan bungkil inti kelapa sawit sebagai karbon dan mikroba terpilih di atas sedang dilakukan pada saat ini.

Kata Kunci : Bioproses, Bungkil inti kelapa sawit, Mannan, Manno-oligosakarida, Pangan fungsional, BTCC, Mannanase , Riset Kompetitif 2007

Produksi Bioenergi Gas Hidrogen dari Biomasa Limbah Pertanian dan Perkebunan melalui Proses Fermentasi Aerobik dengan Konsorsium Bakteri

Pelaksana : Dwi Susilaningsih, Wien Kusharyoto, Umi T. Harwati dan Yopi
Abstrak
Energi alternatif yang cepat pembuatannya dan dapat diperbaharui, mudah dikonversi menjadi segala kebutuhan energi dan ramah terhadap lingkungan sangat penting untuk segera diwujudkan karena kebutuhan akan energi dan pemulihan kerusakan lingkungan sudah tidak dapat ditunda lagi.
Hidrogen merupakan salah satu pilihan sebagai energi alternatif karena mudah dikonversi dan tidak merusak lingkungan baik dalam proses pembuatannya ataupun penggunaannya.
Biohidrogen dapat dihasilkan melalui proses bioteknologi yaitu melalui proses fermentasi baik secara anaerobik atau aerobik. Dari penelitian pendahuluan yang menggunakan proses fermentasi gabungan dengan menggunakan bakteri Lactobacillus amylovorus (fakultatif anaerobik) dan menggunakan bakteri Rhodobium marinum (fotosintetik), berhasil dipanen gas hidrogen sebesar 21–71% yield yang berasal dari biomasa mikroalga. Proses fermentasi biomasa untuk produksi gas hidrogen secara umum melalui dua tahapan yaitu perombakan pati dari biomasa menjadi asam laktat dan perombakan asam laktat menjadi gas hidrogen.
Pada periode tahun pertama proyek ini, telah berhasil diisolasi 14 bakteri asam laktat dari berbagai buah busuk, 3 jamur pendegradasi kayu/selulosa dan 11 bakteri fotosintetik dari alam Indonesia. Selanjutnya mikroorganisme tersebut telah digunakan untuk uji coba pembusukan limbah biomasa dan uji fermentasi produksi asam laktat. Limbah biomasa dapat diuraikan menggunakan metode kombinasi menjadi senyawa yang kita inginkan (pati) dengan hasil hidrolisa secara kimiawi dan biologi diperoleh yield gula total 80% dan 30% dari total berat kering biomasa. Dan pada saat ini masih berlangsung penelitian lanjutannya.

Kata kunci: Bakteri asam laktat dan fotosintetik, Bioenergi, Biomasa limbah lokal, Bioproses, Fermentasi, Gas hidrogen, Riset Kompetitif 2007 P2 Biotek LIPI

Upaya Perbaikan Mutu Genetik Sapi Potong dan Usaha Tani Hijauan Makanan Ternak di Kabupaten Timor Tengah Utara, NTT

Pelaksana : Baharuddin Tappa
Abstrak
Kegiatan perbaikan mutu genetik sapi potong secara terpadu yang dilakukan mulai tahun 2003-2005 merupakan bagian dari Program Riset Kompetitif Wilayah Perbatasan Nusa Tenggara Timur yang kegiatannya dilakukan di Kelompok Peternak di Kabupaten Belu.
Sedangkan untuk tahun 2006 kegiatan telah dilanjutkan di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU). Kegiatan ini diharapkan dapat memberikan arti strategis dalam usaha perbaikan kualitas dan kuantitas sapi potong di NTT dan peningkatan pendapatan masyarakat marginal yang berada di wilayah perbatasan. Kegiatan ini lebih diarahkan pada pemberdayaan dan pembinaan kemampuan masyarakat peternak yang berwawasan agribisnis dan lingkungan hidup. Dengan pola ini diharapkan akan terbentuk kelompok peternak yang dapat dijadikan acuan pengembangan peternakan di lahan marginal yang memiliki iklim kering yang panjang. Pola pembinaan kelompok peternak yang dilakukan meliputi alih teknologi seperti kawin suntik (IB), pemeriksaan kebuntingan dan kesehatan, pemeliharaan, pemberian pakan yang berkualitas dan tersedia sepanjang tahun merupakan target utama dari program ini. Hasil yang diperoleh selama 1 tahun terakhir ini adalah terbentuknya kelompok peternak binaan ATAPAIN Desa Usapinonot, Kecamatan Insana, Kabupaten Timor Tengah Utara.

Kata kunci : Sapi, Perbaikan mutu genetik, Belu, NTT, RIset Kompetitif 2007 P2 Biotek LIPI

Peningkatan dan Pengembangan Budidaya Peternakan Sapi berbasis ”Sexing Sperma” di Kabupaten Enrekang, Propinsi Sulawesi Selatan

Pelaksana : Syahrudin Said
Abstrak :
Sejalan dengan Renstra Kabupaten Enrekang yang menggariskan pengembangan kapasitas daerah dan pengembangan ekonomi terutama sektor usaha kecil dan menengah, salah satu subsektor yang mendapat perhatian untuk dikembangkan adalah subsektor peternakan.
Untuk lebih memacu pembangunan peternakan di Kab. Enrekang, program utama yang mendesak adalah peningkatan pengetahuan masyarakat tentang teknologi produksi bibit unggul berjenis kelamin sesuai harapan dengan kualitas susu yang baik melalui introduksi proven technology dalam memberdayakan masyarakat, serta program pengembangan kapasitas kelembagaan ekonomi rakyat.
Melalui IPTEKDA IX, Puslit Bioteknologi LIPI mengembangkan teknologi budidaya sapi perah berbasis sperma sexing yang mampu meningkatkan kualitas susu dalam produksi dangke. Kegiatan ini bertujuan (a) Meningkatkan aplikasi teknologi budidaya ternak sapi perah berbasis teknologi inseminasi buatan menggunakan sperma hasil pemisahan; (b) Meningkatkan kualitas dan kuantitas produksi susu/dangke per ekor ternak; (c) Menciptakan lapangan kerja padat karya di pedesaan melalui usaha produktif; (d) Memberikan kontribusi positif dalam meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.
Sampai dengan kegiatan tahap ketiga ini telah dihasilkan beberapa hal penting sebagai berikut :
(1) Prospek pengembangan sapi perah di Kabupaten Enrekang sangat cerah. Hal ini terlihat adanya kegairahan peternak dalam memelihara ternaknya, terjadinya peningkatan pendapatan masyarakat seiring dengan bertambahnya populasi ternak yang dimilikinya.
(2) Kegiatan IB dengan sperma sapi simental hasil sexing disambut baik oleh masyarakat peternak di Kabupaten Enrekang karena dapat meningkatkan produksi dangke per liter susu.
(3) Sapi simental jantan telah berhasil dilakukan koleksi sperma dan produksi sperma sexing
(4) Telah terjalin kerjasama yang baik antara satuan kerja, lembaga pelaksana di daerah dan UKM.

Kata kunci : Sapi, Sexing, Enrekang, Inseminasi Buatan, IPTEKDA 2007 P2 Biotek LIPI

Model Usaha Pengembangan Peternakan Sapi dan Domba Berbasis Bioteknologi

Pelaksana : Baharuddin Tappa
Abstrak
Untuk meningkatkan populasi ternak sapi dan domba di Indonesia diperlukan introduksi teknologi berbasis bioteknologi.
Selain itu, perlu juga diaplikasikan model usaha pengembangan peternakan sehingga keberhasilan dapat tercapai. Sistem pemeliharaan dan perawatan ternak yang baik dan sesuai dengan umur ternak diperlukan untuk memperoleh hasil yang optimal. Ketersediaan bibit yang berkualitas juga diperlukan untuk mendukung program ini. Pengembangan pakan ternak juga dilakukan untuk mendukung kualitas ternak yang dihasilkan. Introduksi pakan ternak mengandung probiotik dan mineral organik secara nyata dapat meningkatkan produksi ternak.

Kata kunci : Sapi, Domba, Usaha peternakan, Bioteknologi, IPTEKDA 2007 P2 Biotek LIPI

Aplication of Activation Tagging In Rice For Gene Discovery : Identification and Isolation of Genes Involved in Drought Tolerance

Pelaksana : Satya Nugroho
Abstract :
Following the sequencing of the rice genome, the challenge to the scientific community is to identify functions for each of the predicted 50,000 rice genes.
In an attempt to contribute to that effort, in collaboration with the Plant Research International (PRI), Wageningen, the Netherlands, we are initiating the development of mutant rice library by transposon Ac/Ds insertions containing activation-tag. Activation tagging in plants has been proposed as a novel gene isolation method and has been shown to be effectively applied using T-DNA inserts and the Ac/Ds transposon system. These inserts carry strong activating sequences, from the well-characterized cauliflower mosaic virus (CaMV) 35S enhancer or promoter, which functions as transcriptional activator and can act on genes adjacent to the insertion site and modify their expression by overexpressing the tagged genes to reveal dominant gain-of-function phenotypes. Mutant library are being generated by transforming rice cv Nipponbare with the activation-tag construct. So far, roughly 500 candidate transgenic rice plants carrying the activation tag construct have been generated. This rice lines are being acclimatized in the glass-house and DNA’s are going to be isolated. Insertion analyses are going to be performed to estimate the copy number of the inserted activation tag construct in the genome. The second (T1) generations will be harvested and the activity of the Ds element will be analyzed.

Kata kunci: Gene Discovery, Ac/Ds, activation tag, mutant population., RUTI 2007 P2 Biotek LIPI

Pengembangan Vaksin Jembrana Berbasis Protein Rekombinan J- Tat dengan Fusi His- Tag

Pelaksana : Endang Tri Margawati, Andi Utama, Witjaksono, Indriawati
Abstrak
Penelitian ini sebagai kegiatan tahun pertama (2006) pada program kompetitif.
Penelitian ini bertujuan untuk membuat klon protein rekombinan dari virus Jembrana, lebih fokusnya gen tat yang mengkode protein Tat. Gen tat tersebut diklon ke dalam plasmid pET-21b yang mengandung his-tag. Sumber gen DNA diperoleh dari total RNA limfa yang dikoleksi dari sapi Bali terinfeksi akut penyakit Jembrana. Selain itu, DNA juga dikoleksi dari konstruk J- Tat pGEX. Klon tersebut kemudian diekspresikan ke dalam gel inang bakteri E. coli. Dua pasang ensim restriksi digunakan pada kloning ini, yaitu EcoRI dan Sall dan BamHI dan HindIII. Namun hanya satu pasang ensim restriksi EcoRI dan San yang dapat memotong DNA dan plasmid pET -21 b. Klon yang berasal dari RNA belum berhasil ditransformasikan ke dalam E. coli. Sementara klon yang berasal dari DNA pGEX telah berhasil ditransformasikan ke dalam E. coli strain BL 21 dan tumbuh koloni tunggal. Pada koloni tunggal tersebut kemudian dilakukan isolasi plasmid. Sebagian dari plasmid dilakukan PCR untuk konfirmasi keberadaan gen tat atau gen berada on the frame. Hasil visualisasi pacta gel agarose menunjukkan ukuran gen tat yang tepat yaitu + 300bp. Berdasarkan hasil PCR yang positif tersebut, maka dilakukan sekuensing pada sebagian plasmid yang lain (sisa plasmid). Sekunsing dilakukan dengan mesin ABI Prism 310. Hasil sekuensing menunjukkan masih terbawanya sebagian fragment plasmid pGEX. Penelitian ini menyarankan masih perlunya dilakukan kloning dan sekuensing untuk memastikan runutan sekuens gen tat yang tepat, kemudian perlu diuji ekspresi protein J- Tat.

Kata kunci: Konstruksi, protein rekombinan, J-Tat, pET-21b, his-tag, jembrana, sapi Bali, RUT 2007 P2 Biotek LIPI

Reverse genetics dengan T-DNA dan Ac/Ds Transposon untuk gene discovery: Identifikasi dan Isolasi Gen yang Berperan dalam Ketahanan ....

Reverse genetics dengan T-DNA dan Ac/Ds Transposon untuk gene discovery: Identifikasi dan Isolasi Gen yang Berperan dalam Ketahanan terhadap Cekaman Abiotik
Pelaksana : Satya Nugroho
Abstrak
Upaya isolasi dan karakterisasi gen-gen yang bermanfaat di era pasca pembacaan struktur genom sangat menjanjikan pada tanaman dengan genom yang telah diketahui, sistem transformasi genetiknya telah dikuasai dan keragamannya cukup tinggi, seperti padi. Tanaman padi juga dijadikan sebagai tanaman model bagi kelompok tanaman monokotil lainnya. Sumber kekayaan genom padi perlu dieksplorasi untuk meningkatkan kualitas padi. Upaya untuk mengembangkan perpustakaan mutan tanaman padi yang berisi insersi transposon Ds pembawa gene-trap sebagai sarana untuk melakukan isolasi dan karakterisasi gen-gen yang bertanggung jawab pada kekeringan sedang dilakukan menggunakan metoda reverse genetics melalui mutagenesis dengan T-DNA dan transposon Ac/Ds yang membawa gene trap. Dengan metoda ini diharapkan saturasi genom padi akan tercapai dan gen-gen atau elemen-elemen pengontrol ekspresi gen dapat diidentifikasi untuk selanjutnya diisolasi dan dimanfaatkan pada padi dan pada sistem tanaman lain. Pada tahun kedua (2006) transformasi padi untuk memasukkan elemen-elemen Ac dan Ds sudah selesai dilakukan. Kandidat tanaman-tanaman padi transgenik baik yang mengandung Ac maupun Ds sebagian besar sudah diaklimatisasi. Sampai saat ini telah dilakukan 13 kali proses transformasi padi dengan plasmid pUR224 dengan rata-rata efisiensi transformasi mencapai 55%, dan efisiensi regenerasi yang juga sangat tinggi hingga mencapai 100% pada kondisi yang optimum. Sampai saat ini telah diperoleh total tanaman, sebagian merupakan sister-lines, sebanyak 1.579 yang sudah diaklimatisasi. Jumlah tanaman independen diperkirakan sebanyak 523 tanaman. Sementara transformasi padi dengan pNU400 sampai saat ini menghasilkan 84 tanaman dari 2 kali proses transformasi. Tanaman-tanaman tersebut akan dianalisa secara molekuler untuk memastikan jumlah insersi T-DNA dan selanjutnya disilangkan untuk mendapatkan mutagenic lines yang mengandung Ac dan Ds. Selanjutnya mutan yang mempunyai insersi stabil akan diseleksi dan dianalisa.
Kata Kunci : padi, reverse genetics, genom, mutagenesis, isolasi gen, transposon Ac/Ds, gene trap, RUT 2007 P2 Biotek LIPI

Penemuan Protein Baru yang Bersifat Inhibitor Terhadap Enzim Helikase dari Flavivirus

Pelaksana : Andi Utama
Abstrak
Infeksi flavivirus seperti virus hepatitis C (HCV) dan japanese encephalitis (JEV) menyebabkan penyakit yang fatal..
Sampai saat ini belum ditemukan obat kedua penyakit ini. Sebagai salah satu pendekatan adalah mencari obat yang merupakan inhibitor dari enzim yang esensial untuk replikasi virus tersebut. Enzim helikase adalah salah satu diantaranya. Karena selain aktivitas helikase, enzim ini juga memiliki aktivitas ikatan RNA (RNA binding activity) dan ATPase, enzim ini merupakan target yang potensial untuk penemuan obat anti-HCV dan anti-JEV. Pada penelitian ini, gen enzim helikase dari HCV dan JEV yang telah dikloning pada plasmid pET-21b akan diekspresikan pada Escherichia coli BL21(DE3)pLysS dan dipurifikasi dengan kromatografi afinitas. Enzim ini digunakan untuk mencari inhibitor yang disekresi oleh mikroorganisme, khususnya aktinomisetes indigenous Indonesia. Beberapa isolat aktinomisetes yang mengsekresikan inihibitor telah ditemukan. Selanjutnya protein inhibitor akan dipurifikasi dari isolat ini dengan menggunakan berbagai jenis kromatografi. Setelah itu dilakukan karakterisasi, termasuk penentuan sekuen asam aminonya, untuk kemudian dianalisa kebaruannya. Inhibitor selanjutnya akan diproduksi secara masal dengan menggunakan teknologi rekayasa genetika. Dari penelitian ini diharapkan akan didapatkan protein baru yang mempunyai nilai untuk digunakan dalam industri farmasi.

Kata kunci : helikase, flavivirus, virus hepatitis C (HCV), virus japanese encephalitis (JEV), inhibitor, aktinomisetes indigenus Indonesia, RUT 2007 P2 Biotek LIPI

Ekspresi Heterologus Gen M2 Virus Avian Influenza untuk mendukung Skrining Ekstrak Bahan Alam guna mencari Molekul Acuan baru ....

Ekspresi Heterologus Gen M2 Virus Avian Influenza untuk mendukung Skrining Ekstrak Bahan Alam guna mencari Molekul Acuan baru yang beraktifitas antivirus dalam menghadapi penyebaran virus H5 N1. Pelaksana : Ines I.C. Atmosukarto

Abstrak
Penyebaran virus Avian Influenza H5N1 memunculkan ancaman timbulnya pandemi yang menggarisbawahi pentingnya usaha mencari senyawa antivirus baru.
Hal ini dikarenakan virus tersebut sudah menunjukkan gejala resistensi terhadap beberapa jenis obat yang ada di pasaran. Indonesia memiliki kekayaan alam yang dapat dimanfaatkan guna mencari senyawa antivirus baru dari sumber daya alam.
Untuk mencari senyawa antivirus baru diperlukan metoda penapisan (skrining) yang tepat untuk digunakan dalam menguji koleksi bahan alam agar teridentifikasi bahan alam yang berpotensi untuk dikembangkan secara komersial sebagai bahan obat baru bagi industri farmasi, industri jamu atau natural medicine/neutraceutical.
Kesuksesan skrining sangat tergantung dari target yang digunakan. Ilmu genetika molekuler dan teknologi DNA rekombinan memungkinkan identifikasi dan isolasi gen-gen penyandi protein termasuk enzim yang dapat dijadikan target skrining. Ada dua protein virus influenza yang telah diidentifikasi sebagai target dalam pengobatan influenza: protein M2 yang merupakan target dari senyawa amantadine dan rimantadine, dan enzim neuraminidase yang menjadi target dari senyawa zanamivir [nama dagang: Relenza] and oseltamivir [nama dagang: Tamiflu]. Resistensi terhadap inhibitor ion channel maupun inhibitor neuraminidase sudah dilaporkan dan persediaan obat juga diperkirakan tidak dapat mencukupi kebutuhan dunia apabila pandemik terjadi. Adanya sumber bahan alam beraktivitas antivirus diharapkan dapat membantu Indonesia dalam menghadapi krisis ini.

Kata kunci : Assay, skrining, M2, inhibitor, influenza, RUT 2007 P2 Biotek LIPI

Penggunaan Barley Stripe Mosaic Virus (BSMV) sebagai Vektor untuk Memproduksi Human Erythropoietin

Pelaksana : Adi Santoso
Abstrak
Penelitian dalam bidang transgenik tanaman biasanya diarahkan untuk meningkatkan produktivitasnya dengan cara meningkatkan resistensi pada beberapa macam penyakit dan stress, atau juga untuk meningkatkan kandungan endogenous productnya.
Alternatif lain yang sangat attractive adalah dengan cara menggunakan tanaman sebagai bioreaktor untuk memproduksi biopharmaceutical molecules atau bahan kimia lain dengan skala yang besar. Terminologi yang sering digunakan untuk teknik ini adalah teknologi molecular farming. Prinsip yang mendasari teknologi semacam ini adalah kenyataan bahwa dengan mengintegrasikan suatu gen yang kita kehendaki ke dalam suatu tanaman maka secara teori gen yang telah kita integrasikan tersebut akan terekspresi dan mensintesis bahan kimia yang kita kehendaki.
Human erythropoietin (hEPO) adalah glycoprotein (berat molekul 30.400 Daltons) yang bersifat seperti hormon, diproduksi oleh sel capillary endotheleum pada ginjal. Fungsi EPO didalam tubuh sangat esensial yaitu sebagai pengatur produksi sel darah merah. Menurunnya kandungan EPO dalam tubuh dapat menyebabkan anemia. Beberapa penelitian terdahulu telah menunjukkan bahwa penggunaan hEPO sangat efektif untuk menyembuhkan anemia (Varan et al., 1999). Sekitar 50-60% penderita kronik anemia karena kanker dapat disembuhkan dengan menggunakan recombinant human erythropoietin (rhEPO) (Catherine, 1997).
Hal yang unik dari penelitian ini adalah digunakannya BSMV (barley stripe mosaic virus) untuk memproduksi hEPO. Gen hEPO diintegrasikan pada virus BSMV (barley stripe mosaic virus) strain ND18 (Santoso and Edwards, 2003). Tepatnya gen hEPO akan diintegrasikan pada 3’ site of genome γb pada virus BSMV. Penelitian kami sebelumnya (tahun 2004 dan 2005) telah berhasil memodifikasi gen hEPO dan mengekspresikannya pada genom γb pada tanaman inang (barley). Saat ini tahapan yang sedang dilakukan adalah melakukan analisa immunoassay dengan menggunakan full-lenght anti hEPO antibodi. Termasuk juga pada tahap ini adalah mengisolasi protein hEPO dengan menggunakan Histrap. Hasil yang didapat kemudian akan dikarakterisasi. Dari hasil penelitian ini diharapkan protein hEPO dapat diproduksi dengan efisien.

Kata Kunci : Human erythropoietin, Barley Stripe Mosaic Virus , BSMV, hEPO, 2007 P2 Biotek LIPI

Penurunan Kadar Lignin Kayu Sengon Melalui Penekanan Ekspresi Gen Pasca Transkripsi

Pelaksana : N. Sri Hartati, Suharsono, D. Priadi, S.J. Rijadi, W. Patriasari, Hartati
Abstrak
Proses industri pulp yang memanfaatkan kayu sebagai bahan baku umumnya menggunakan proses sulfat yang mempuyai keuntungan diantaranya menghasilkan pulp dengan kualitas tinggi dan waktu pengolahan relatif pendek namun pulp yang dihasilkan berwarna gelap sehingga membutuhkan banyak bahan pemutih terutama ClO2 dan menghasilkan limbah berupa bahan organik terklorinasi yang umumnya beracun. Upaya mengurangi kadar lignin kayu sengon hingga mencapai kadar tertentu (rendah) atau modifikasi untuk mengubah komposisi G/S (guaiacyl dan syringyl) lignin sehingga lebih mudah dipisahkan dari selulosa, akan sangat menguntungkan bagi industri pengolahan pulp karena akan menghemat energi dan biaya disamping dapat menekan limbah berbahaya.
Perbaikan sifat tanaman dengan cara konvensional yaitu melalui hibridisasi seksual (persilangan) akan membutuhkan waktu lama terutama karena tanaman sengon merupakan tanaman tahunan. Dengan demikian perlu cara alternatif diantaranya melalui usaha perbaikan sifat tanaman melalui teknologi DNA atau rekayasa genetika untuk memodifikasi kadar lignin kayu sengon dalam waktu relatif singkat. Penurunan kadar lignin tanaman melalui rekayasa genetik dapat dilakukan dengan menekan ekspresi gen baik yang berkaitan langsung ataupun gen lain yang berhubungan dengan biosintesis lignin pada tahap pascatranskripsi.
Rangkaian kegiatan untuk menurunkan kadar lignin kayu sengon melalui penekanan ekspresi gen pasca transkripsi adalah meliputi isolasi dan karakterisasi gen 4CL atau gen lain yang berhubungan dengan biosintesis lignin, konstruksi gen penyandi 4CL secara antisense dan inverted repeat serta transformasi genetik terhadap sengon.
Kegiatan dan capaian pada tahun pertama dan kedua adalah analisis kadar lignin kayu sengon yang dari daerah Jawa Barat dan Jawa Tengah serta deskripsi profil histokimia pada beberapa umur dan bagian bibit sengon, fragmen kandidat gen yang mempunyai homologi tinggi dengan gen 4Cl yaitu salah satu gen yang berkaitan dengan biosintesis lignin yang diperoleh melalui RT-PCR serta metoda propagasi melalui induksi embriogenesis somatik dan organogenesis sengon.
Pada tahun ketiga akan dilakukan analisis lanjutan histokimia kadar lignin pada tanaman sengon dewasa, RT-PCR lanjutan, konstruksi antisense dan RNAi gen target pada vektor ihp RNA untuk menekan ekspresi gen target serta transformasi pada tanaman.

Kata kunci : Lignin, Kayu sengon, Pulp, Paraserianthes falcataria L. Nielsen, Rekayasa genetik, RUT 2007 P2 Biotek LIPI

Sintesis recombinant Human-erythropoietin (hEPO) pada Barley Stripe Mosaic Virus (BSMV) dan yeast Pichia pastoris

Pelaksana : Adi Santoso
Abstrak
Human erythropoietin (hEPO) adalah glycoprotein yang bersifat seperti hormon dan mempunyai berat molekul sebesar 37.000 Daltons.
Human EPO sangat esensial dalam regulasi sintesis sel darah merah. Menurunnya kandungan EPO dalam tubuh dapat menyebabkan anemia. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa penggunaan recombinant hEPO sangat efektif untuk menyembuhkan anemia.
Pada penelitian ini dua system (BSMV dan yeast Pichia pastoris) digunakan untuk mensintesa recombinant hEPO. Pada BSMV, gen hEPO diinsersikan pada γ genome virus BSMV yang kemudian diinokulasikan pada tanaman barley. Pada sistim P. pastoris, gen hEPO diinsersikan pada plasmid pPICZαB yang kemudian ditransformasikan pada genom P. pastoris. P. pastoris mempunyai beberapa keuntungan untuk produksi protein rekombinan, diantaranya adalah: ekspresi yang efisien dengan menggunakan methanol inducible alcohol oxidase gene (AOX1) promoter dan tingkat ekspresi protein rekombinan yang sangat tinggi, sekresi yang efisien, dan proses fermentasi pada densitas sel yang sangat tinggi. Hal ini akan membuat downstream processing akan menjadi sangat efisien.
Hasil analisa sementara menunjukkan bahwa sistim ekspresi pada yeast lebih efisien dibandingkan dengan sistem BSMV. Karakterisasi dengan menggunakan teknik immunologi menunjukkan bahwa hEPO yang didapat dari yeast mempunyai kesamaan yang sangat tinggi dengan hEPO control (dari Merck-Calbiochem). Hasil analisa glycosylation dengan menggunakan enzyme O- dan N-glycosidase juga menunjukkan kemiripan yang sangat tinggi. Pada saat ini proses analisa biologis secara in vivo dan in vitro segera dilakukan. Penghitungan reticulocytes sebagai refleksi proses sintesis darah merah digunakan sebagai standar untuk menganalisa fungsi biologis recombinant hEPO yang dihasilkan.

Kata Kunci : Human erythropoietin, BSMV, Pichia pastoris, RUT 2007 P2 Biotek LIPI

Pengembangan Kebun Koleksi Plasma Nutfah Di Csc Cibinong

Pelaksana : Tatang Kuswara, Nurul Sumiasri dan Yani Cahyani
Abstrak
Kebun Plasma Nutfah Tumbuhan Puslit Bioteknologi Cibinong adalah Kebun koleksi buah-buahan terpilih, talas, ubi kayu, pisang, dan tanaman khusus seperti jarak pagar. Secara struktural, kebun plasma nutfah berada di bawah Bidang Sarana Penelitian, Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI. Didalamnya terdapat koleksi buah-buahan yang terdiri dari 2.250 nomor (108 kultivar) dan beberapa koleksi lain, diantaranya ubi kayu (360 nomor, 120 genotipe), talas (308 nomor), 38 kultivar koleksi pisang, dan 43 nomor koleksi jarak pagar. Keberadaan koleksi buah–buahan dan koleksi lainnya belum dimanfaatkan secara optimal, padahal potensi untuk dapat dikembangkan sebagai sumber daya genetik untuk penelitian dan pemuliaan tanaman sangat memungkinkan. Mengingat keanekaragaman koleksi yang dimiliki, dengan adanya program pengembangan ini dengan dukungan dana yang cukup, potensi yang ada dapat ditingkatkan. Diharapkan kebun plasma nutfah dapat menjadi salah satu pusat pengembangan tanaman buah – buahan unggul lokal dan jenis lainnya. Disamping penambahan koleksi kultivar buah-buahan unggul baru dan tanaman lainnya juga perlu dilakukan agar dapat menambah jumlah kultivar maupun spesimennya.

Kata kunci : Plasma Nutfah, buah-buahan, kultivar unggul, tumbuhan langka, DIPA 2007 P2 Biotek LIPI

Pengembangan Teknologi In Vitro Dan Mikro Fertilisasi Untuk Produksi Bibit Unggul

Pelaksana : Nanik Rahmani, Ines Irene Caterine Atmosukarto, Yulnawati, Wulansih Dwi Astuti, dan Nova Dila Yanthi
Abstrak
Telah dilakukan serangkaian kegiatan penelitian yang meliputi preservasi sperma pada suhu -30ºC dan suhu ruang dan mikro-fertilisasi dengan sperma segar, sperma beku, maupun sperma mati. Penelitian ini bertujuan untuk penguasaan teknik preservasi sperma pada suhu -30ºC dan suhu ruang serta penguasaan mikro-fertilisasi dengan sperma segar, sperma beku, maupun sperma mati. Pada tahun pertama ini difokuskan pada penguasaan teknologi mikro-fertilisasi dengan uji coba penguasaan teknik tersebut pada hewan mencit strain DDY. Dari kegiatan ini diperoleh hasil :
1) Produksi sperma beku mencit tanpa krioprotektan sebanyak 46 tube disimpan dalam -30oC, 40 straw disimpan dalam nitrogen cair dan 50 vial sperma kering beku mencit disimpan dalam suhu ruang
2) Sperma beku kerbau belang telah berhasil diproduksi sebanyak 250 straw dari lima kali penampungan.
3) Kegiatan ICSI sudah mulai dilaksanakan tapi masih belum mendapatkan hasil yang optimal. Pada tahap pertama dilakukan penguasaan teknik pembuatan injection pippete dan holding pippete.
Hasil uji coba ditemukan ukuran pipet yang sesuai untuk melakukan ICSI pada mencit yaitu diameter 10 µm dengan pembesaran mikroskop 100X dengan sudut kemiringan 10 derajad. Untuk selanjutnya masih perlu dilakukan penguasaan teknik mikro-fertilisasi untuk mendapatkan hasil ICSI berupa embrio mencit tahap morula dan blastosis.

Kata kunci: Spermatozoa, ICSI, Mencit, Kerbau, DIPA 2007 P2 Biotek LIPI

Pemanfaatan Onggok Sebagai Substrat Bagi Konsorsium Mikroba Selulolitik Untuk Produksi Enzim Selulase

Pelaksana : Kusmiati, Ni Wayan Sri Agustini, Djumhawan Ratman Permana, dan M. Afriastini
Abstrak
Onggok merupakan limbah padat yang dihasilkan pada proses pembuatan tepung tapioka. Kandungan protein pada onggok sangat rendah, tetapi kandungan serat kasarnya tinggi. Salah satu upaya untuk meningkatkan nilai ekonomi onggok dapat melalui penerapan teknologi fermentasi sehingga diproduksi senyawa-senyawa penting. Onggok merupakan sumber karbon yang baik untuk media fermentasi karena mengandung karbohidrat hingga 67%. Mikroba yang mampu memanfaatkan onggok yaitu Trichoderma sp. dengan memproduksi enzim selulase untuk memecah karbohidrat onggok menjadi glukosa. Pada proses fermentasi dapat dibantu Saccharomyces sp. Penelitian ini terbagi 2 bagian yang pertama mempelajari aktifitas enzim selulase (CMCase) yang dihasilkan oleh tiga galur Trichoderma sp. yaitu T1, T2 dan T3 menggunakan onggok sebagai sumber karbon pada konsentrasi yang bervariasi yaitu 0; 2,5; 5; 7,5 dan 10% (b/v). Percobaan dilakukan tiga kali ulangan. Kultur Trichoderma sp. dalam media cair mengandung onggok, diinkubasi pada suhu ruangan dengan goyangan 150rpm dan dipanen pada hari kedelapan. Percobaan kedua yaitu dalam substrat padat menggunakan onggok dan dedak sebagai substrat fermentasi dengan persentase yang berbeda-beda. Substrat tersebut difermentasi menggunakan kapang Trichoderma sp. dan campuran Trichoderma sp. dengan Saccharomyces cerevisae. Pengamatan meliputi kurva pertumbuhan kapang dan analisa kimia secara spektrometri terhadap filtrat kultur meliputi kadar protein λ=750nm (metode Lowry), kadar glukosa dan aktifitas CMCase λ=550nm (metode Mendels). Data dianalisis menggunakan ANOVA dua arah, dilanjutkan uji Duncan untuk mengetahui pengaruh antar perlakuan. Hasil percobaan dari ketiga galur Trichoderma sp. menunjukkan bahwa galur T1 memiliki aktifitas spesifik CMCase tertinggi sebesar 0,291U/mg protein, diikuti T3 dan T2 dengan aktifitas spesifik CMCase berturut-turut 0,257 dan 0,222 U/mg protein. Media optimum untuk memperoleh aktifitas CMCase tinggi pada galur T1 dan T2 yang mengandung onggok 10%, sedangkan T3 pada konsentrasi onggok 5%. Hasil Analisis statistik menunjukkan bahwa perlakuan tiga galur Trichoderma sp. berbeda dan variasi konsentrasi onggok pada media fermentasi, berpengaruh nyata terhadap kadar protein, glukosa dan aktifitas enzim CMCase. Percobaan kedua menggunakan substrat padat dengan perlakuan media Onggok dicampur dedak 50%:50% memberikan nilai aktifitas enzim CMCase spesifik tertinggi yaitu sebesar 0,099 U/mg protein yang diinokulasi kapang Trichoderma sp.

Kata kunci: Onggok, kapang Trichoderma sp. Saccharomyces cerevisae, aktifitas CMCase, P2 Biotek LIPI
.

Pengembangan Proses Hilir Dari Hasil Fermentasi Substrat Padat Monascus Powder

Pelaksana : Djadjat Tisnadjaja, Ai Hertati, Nurlaili Ekawati, H. Irawan, dan A. Asriyani
Abstrak
Belakangan ini masyarakat di dunia, khususnya yang hidup di negara maju, mulai khawatir dengan dampak negatif terhadap kesehatan yang ditimbulkan oleh bahan kimia sintetis yang digunakan sebagai pewarna makanan. Kondisi ini telah mendorong perhatian dunia untuk kembali pada pemanfaatan bahan alami untuk pewarna makanan. Salah satu produk alami yang memungkinkan untuk dimanfaatkan sebagai pewarna pada industri makanan adalah senyawa-senyawa poliketida yang dihasilkan melalui proses fermentasi dengan menggunakan kapang Monascus purpureus. Melalui proses fermentasi fasa padat dengan menggunakan beras sebagai medianya, kapang Monascus purpureus dapat menghasilkan pigmen warna kuning (ankaflavin) dan merah (monascorubramin). Karena pada umumnya bahan alami memiliki kelemahan dalam hal stabilitas maka perlu untuk dikaji kestabilan dari warna yang dihasilkan melalui proses fermentasi ini. Dalam penelitian ini dipelajari mengenai pengaruh perbedaan suhu dan cahaya terhadap stabilitas hasil fermentasi didalam penyimpanan. Dari hasil pengamatan terlihat bahwa dengan memvariasikan suhu penyimpanan (suhu kamar, 30°C dan 40°C) dan penyimpanan selama 9 minggu terlihat bahwa tidak ada perubahan yang nyata terhadap sifat organoleptis termasuk warna dari hasil fermentasi ini. Sementara itu cahaya baik lampu maupun sinar matahari terlihat mempunyai pengaruh cukup nyata terhadap perubahan sifat organoleptis dari produk fermentasi ini. Pada penyimpanan dibawah cahaya lampu, terjadi perubahan warna pada lapisan atas dari sample (bagian yang langsung terkena cahaya) yang dimulai pada minggu kedua. Namun perubahan warna ini hanya terjadi pada lapisan tipis bagian atas saja, sementara bagian lain yang tidak terkena cahaya lampu tidak mengalami perubahan yang nyata. Selain adanya perubahan warna pada lapisan yang langsung terkena cahaya lampu, sample yang disimpan dibawah cahaya lampu juga mengalami perubahan bau (aroma), dimana mulai minggu keenam bau khas Monascus powder melemah dan pada minggu kesembilan tercium bau tengik. Hal yang sama terjadi pada sample yang disimpan dibawah cahaya matahari, dimana pada sample ini terjadi perubahan warna mulai minggu keempat dan perubahan bau terjadi pada minggu ketujuh.

Kata kunci : Monascus powder, fermentasi, produksi, Monascus purpureus, DIPA 2007 P2 Biotek LIPI

Potensi Usaha Produk Sperma Sapi Hasil Pemisahan (Sexing)

Pelaksana : Ekayanti M. Kaiin, Fifi Afiati dan Muhammad Gunawan
Abstrak
Subsektor peternakan adalah salah satu subsektor pada sektor pertanian yang secara langsung berhubungan dengan pemenuhan konsumsi protein hewani masyarakat, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak, membuka kesempatan kerja di pedesaan. Untuk memenuhi kebutuhan konsumsi protein hewani masyarakat, permintaan makanan asal ternak akan terus menerus meningkat akibat dari pertumbuhan penduduk, peningkatan konsumsi nasional sebagai hasil dari peningkatan pendapatan masyarakat. Produk sperma sapi hasil pemisahan akan sangat membantu pembangunan peternakan sapi potong dan sapi perah di Indonesia. Pada peternakan sapi potong misalnya tentu diharapkan akan lahir anak sapi yang berjenis kelamin jantan begitu pula sebaliknya pada peternakan sapi perah lebih mengharapkan anak yang lahir betina, atau dapat diprogram untuk melahirkan anak sapi dengan proporsi jantan dan betina sesuai keinginan. Kegiatan pada tahun 2007, selain dilakukan kegiatan produksi straw sperma sexing beku juga dilakukan pengujian kualitas produk, pengujian kualitas semen yang dikoleksi, perbaikan proses pembekuan dengan alat Minicool yang diprogram dengan komputer dan perbaikan kemasan straw. Hasil menunjukkan bahwa semen sapi Simmental dan FH yang dikoleksi layak untuk disexing dan sperma yang telah disexing memenuhi standar untuk dibekukan. Hasil pengujian kualitas straw sperma beku menunjukkan bahwa kualitas sperma sexing yang telah dibekukan selama 6 bulan tetap mempunyai kualitas yang sama dengan pada saat pembekuan. Selama tahun 2007 telah diproduksi sebanyak 2.866 straw sperma sapi sexing beku. Selain itu juga telah dilakukan pembuatan analisis usaha pembuatan sperma sexing apabila akan diproduksi secara komersil.

Kata kunci : sperma sexing, sapi perah, sapi potong, protein hewani, DIPA 2007 P2 Biotek LIPI

Animal Husbandry Technology And Practices Improvement To Accelerate Meat And Milk Production (Meat-Milk Pro)

Pelaksana : Syahruddin Said, Baharuddin Tappa, Ramlanto, Handrie, Muladno, Kurnia Achjadi, Winugroho
Abstrak
Peningkatan produksi dan produktivitas peternakan akan berdampak pada perbaikan kualitas pangan dan gizi, meningkatkan pendapatan peternak, meningkatkan devisa negara dan membuka kesempatan kerja khususnya di pedesaan. Industri peternakan yang tangguh secara langsung mampu memperbaiki kualitas lingkungan dan menjamin keberlanjutan sumberdaya alam untuk pembangunan ekonomi keberlanjutan. Industri peternakan juga akan membuka kesempatan ekspor. Akan tetapi, Indonesia memiliki banyak sekali permasalahan dibidang pertanian termasuk pengembangan usaha sapi potong dan sapi perah. Penelitian dasar dan strategis dibidang peternakan di Indonesia masih sangat rendah, umumnya penelitian bersifat terapan. Tujuan dari proyek ini akan membangun sarana dan prasarana, fasilitas inkubator sebagai jalan penyebarluasan ilmu dasar dan teknologi kepada masyarakat, dan sistim informasi sebagai clearing house aktivitas sapi potong dan sapi perah. Proyek ini mendukung pengembangan ilmu pengetahuan dasar dan teknologi peternakan dan mendorong inovasi dan percepatan bisnis sapi potong dan sapi perah. Untuk mencapai tujuan tersebut, LIPI bekerjasama dengan lembaga penelitian yang lain, Perguruan Tinggi dan stake holder akan melaksanakan berbagai program penelitian, mengakumulasikan pengetahuan dasar, menciptakan teknologi, mengefektifkan dan mengefisiensikan bisnis sapi potong dan sapi perah. Diharapkan LIPI akan terus menerus menfasilitasi peningkatan efisiensi dan efektivitas industri sapi potong dan sapi perah dan menfasilitasi terciptanya teknologi baru. Pada tahun ini telah dilakukan serangkaian kegiatan berupa:
1) Rapat koordinasi program SDM, pengembangan program riset, program diseminasi dan pengembangan sarana;
2) Survei kelokasi kegiatan (Jawa Barat, Sulawesi Selatan dan Sumatera Barat);
3) Workshop.

Dari kegiatan selama tahun 2007 dapat disimpulkan sebagai berikut :
1) Seluruh kegiatan selama tahun 2007 dapat terlaksana dengan baik.
2) Tersusunnya draft dokumen tender (administrasi, spesifikasi peralatan dan program fellowship/training).
3) Tersusunnya draft program penelitian dan pengembangan yang akan dilaksanakan

Kata Kunci : Meat-Milk Pro, Sapi Potong, Sapi Perah, dokumen tender., DIPA 2007 P2 Biotek LIPI

Transformasi Genetika Untuk Merakit Varietas Padi Toleran Pada Kekeringan Dan Penyakit Blast

Pelaksana : Inez H.Slamet-Loedin, Satya Nugroho, Enung S. Mulyaningsih, Eva Erdayani, Carla F. Pantauw, Dwi Astuti, Sri Indrayani, Muhammad Sajam, Yeni Andriani, dan Eman Sulaeman
Abstrak
Perluasan lahan pertanian sebagai upaya peningkatan produksi tidak memungkinkan karena semakin menyempitnya lahan subur karena urbanisasi dan industrialisasi..
Oleh karena itu pemecahan yang dapat dilakukan adalah melalui perakitan padi yang mampu berproduksi tinggi pada penanaman di lahan marginal kekeringan yang masih belum termanfaatkan. Penelitian untuk meningkatkan kemampuan tanaman padi toleran terhadap kekeringan harus juga disertai penelitian untuk meningkatkan ketahanan padi tersebut terhadap penyakit blas, yang diketahui banyak menyerang padi pada lahan kering. Penelitian perakitan varietas padi toleran kekeringan dan penyakit blas dengan menggunakan teknologi transformasi genetika, merupakan penelitian lanjutan yang dibiayai oleh DIPA. Kegiatan penelitian meliputi: transformasi SalT::Oshox ke dalam genom padi IR64, analisis molekuler tanaman hasil transformasi dengan SalT::Oshox, analisis molekuler tanaman hasil transformasi dengan gengen penyandi biosintesa asam salisilat dan bioasai padi transgenik mengandung gen-gen penyandi biosintesa asam salisilat menggunakan strain virulen blas. Didapat lima galur positif mengandung gen hpt. Untuk mengetahui keberhasilan transformasi padi cv. Rojolele dengan gen penyandi asam salisilat (entC dan pmsB), telah dilakukan menggunakan primer spesifik untuk gen pmsB. Dari hasil biosai di rumah kaca dengan menyemprotkan suspensi Magnaporthe grisea strain 173 (super virulent), didapat satu galur potensial tahan penyakit blas (E.10.1.5). Kontruksi vektor gen oshox dengan promoter terinduksi kekeringan (salT promoter) yang diisolasi dari padi cv. Taichung telah dilakukan. Didapat 7 tanaman hasil transformasi dengan introduksi gen Oshox dengan menggunakan promoter terinduksi kekeringan ke tanaman padi cv IR64.

Kata kunci: padi transgenik kekeringan , IR64, blas, asam salisilat, oshox, salT, DIPA 2007 P2 Biotek LIPI

Aplikasi Teknologi Dna Untuk Ketahanan Terhadap Hama Penggerek Batang Padi Serta Uji Keamanan Lingkungan

Pelaksana : Agus Rachmat, Amy Estiati, Syamsidah Rahmawati,Yuli Sulistyowati, Fatimah Zahra, Sigit Purwantomo, Dadang Supriatna, M. Taufik Hidayat, dan Budi Satrio M.
Abstrak
Penggunaan kultivar padi unggul yang memiliki ketahanan terhadap hama dan penyakit serta toleran lingkungan abiotik seperti kekeringan menjadi target untuk meningkatkan produktivitas tanaman. Tanaman unggul dapat berupa tanaman transgenik.
Untuk dapat di lepas, tanaman transgenik harus melalui serangkaian pengujian antara lain keamanan lingkungan dan pangan, yang memerlukan waktu lama dalam proses perizinannya. Kegiatan percobaan lapang yaitu pengujian keamanan lingkungan padi transgenik mengandung gen cry terhadap serangga non target. Hasil pengamatan menunjukan bahwa padi transgenik galur 611 dan 11.21.39 lebih tahan terhadap serangan hama penyakit penggerek batang kuning dengan intensitas serangan 0.35% dan 0.26% dibandingkan dengan varietas Rojolele, Ciherang dan Cilosari dengan intensitas serangan 3.53, 3.04 dan 2.77%. Tanaman transgenik tidak berpengaruh negatif terhadap populasi serangga non target. Berdasarkan analisis PCR, didapatkan enam galur padi transgenik mengandung gen cry1B-cry1Aa dan empat galur padi transgenik mengandung mpi-cry1B. Hasil bioassay skala rumah kaca untuk galur transgenik mengandung fusi dua gen cry dan gen cry1B dibawah kendali promoter mpi menunjukan tahan terhadap penggerek batang kuning dengan skor 0-1 sementara untuk tanaman non-transgenik yaitu rojolele non-transgenik, TN1 (kontrol rentan) dan Rathu Heenati (kontrol tahan) skor berturut-turut adalah 9,5,5. Dari hasil analisis Southern terhadap beberapa galur padi transgenik mengandung fusi dua gen cry (cry1B-cry1Aa) mempunyai beberapa salinan gen. Pada tanaman yang mengandung gen cry1B dengan promoter mpi mempunyai salinan gen tunggal yaitu galur T3RF2.2.24.25.22-3, T3RF4.2.4.21.8-6 dan T3RF4.2.2.1.27-2 sedangkan pada galur T3RF3.3.24.11.25-8 dan T3RF4.2.3.28.15-4 mempunyai dua salinan gen.

Kata kunci : Penggerek batang, padi transgenik, Bacillus thuringiensis, cry1Ab, fusi dua gen cry, mpi, cry1B, DIPA 2007 P2 Biotek LIPI

Seleksi Lidah Buaya (Aloe Vera (L.) Burm.F.) Unggul Hasil Mutagenesis Dan Regenerasi In Vitro

Pelaksana : Maria Imelda, Laela Sari, dan Aida Wulansari
Abstrak
Lidah buaya (Aloe vera (L.) Burm.f. telah digunakan sebagai bahan kosmetika dan obat tradisional di berbagai negara sejak ribuan tahun ebelum Masehi. Prospek pengembangannya sangat cerah mengingat jenis ini telah dimanfaatkan sebagai bahan obat di 23 negara dan telah tercantum dalam daftar tanaman obat prioritas WHO. Penggunaan lidah buaya sebagai obat diabetes secara tradisional sudah banyak diterapkan namun belum ada laporan mengenai bahan aktif yang dapat melawan penyakit diabetes tersebut. Keragaman genetik lidah buaya yang sempit telah ditingkatkan melalui mutagenesis dengan sinar gamma dengan dosis 10-40 gray terhadap bakal tunas dan 2-8 gray terhadap kalus yang akan diregenerasikan melalui organogenesis. Hasil radiasi tersebutselanjutnya akan diaklimatisasikan pada media campuran tanah dan kompos (1:1). Munculnya mutan akan dideteksi dengan teknik RAPD. Selain itu juga akan dianalisis kandugan enzim α-glukosidase dari setiap perlakuan radiasi. Hasilnya menunjukkan bahwa kalus lidah buaya tidak tahan radiasi, karena itu planlet yang diaklimatisasikan semuanya berasal dari kultur tunas dan berhasil 100 %. Analisis RAPD menggunakan 4 macam primer yaitu OPB 9, OPB 20, OPH 10 dan OPH 11 belum menunjukkan munculnya keragaman genetik. Namun, analisis kandungan enzim α-glukosidase menunjukkan bahwa planlet hasil radiasi memiliki kandungan enzim α-glukosidase yang berbeda-beda dan tidak sama dengan kontrol. Pengujian tentang kemampuan lidah buaya hasil radiasi dalam menghambat enzim α-glukosidase akan dilaporkan kemudian.

Kata kunci: Lidah buaya, proliferasi tunas, organogenesis, mutasi, sinar gamma, RAPD, α-glukosidase, DIPA 2007 P2 Biotek LIPI

Seleksi Ubi Kayu Berdasarkan Marka Molekuler

Pelaksana : Enny Sudarmonowati, Dody Priadi, Nurhaidar Rahman, Santi Sugiharti, Hani Fitriani, Hartati, Nurhamidar Rahman, dan Jitno Rijadi
Abstrak
Primer RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) yang berhasil digunakan untuk mengamplifikasi genotip ubikayu untuk analisis keterkaitan dengan komposisi pati pada tahun 2007 adalah OPB-3, OPB-13, OPH-1 dan OPF-19. Jumlah genotip yang berhasil diamplifikasi bervariasi antara 2 hingga 61, terbanyak dengan menggunakan OPB-3, diikuti oleh OPH-1. Total primer RAPD yang sudah berhasil diidentifikasi dan berpotensi sebagai penanda genetik kandungan amilosa/amilopektin sejak 2004/2005 adalah 11. Analisis berdasarkan AFLP masih perlu dioptimasi karena hasil yang diperoleh menggunakan primer P11-IRD700 belum optimal. Regenerasi embrio somatik menghasilkan banyak embrio berbentuk tabung sehingga sulit menghasilkan planlet. Pemanenan generasi kedua tanaman yang berasal dari kultur jaringan genotipe yang mempunyai kadar amilosa/amilopektin unggul menunjukkan variasi pada jumlah umbi, total berat basah umbi, ukuran umbi. Berdasarkan pengamatan morfologi pada generasi ketiga tanaman yang berasal Keseragaman meningkat pada generasi kedua dibanding generasi pertama dan kedua dari induk yang diperbanyak secara kultur jaringan pada genotip-genotip unggul hasil seleksi awal. Hasil persilangan buatan masih rendah yaitu 11,11% yang disebabkan beberapa hal antara lain curah hujan yang tinggi saat awal persilangan.

Kata kunci: ubi kayu (Manihot esculenta), amilosa, amilopektin, DNA, RAPD, AFLP, pati, embriogenesis somatik, DIPA 2007 P2 Biotek LIPI

Uji Senyawa Bioaktif Antioksidan/Antikanker Hasil Bioproduksi Kapang Endofit Dari Tanaman Curcuma Sp.

Pelaksana : Arif Soeksmanto, Partomuan Simanjuntak, Titik K. Prana, Yatri Hapsari, Fauzy Rachman, Bustanussalam, dan Yoice Srikandace
Abstrak
Mikroba endofit hidup intraseluler di dalam jaringan tanaman yang sehat dan diduga memiliki potensi yang tidak terbatas sebagai sumber antibakteri, antijamur, hormon pertumbuhan, insektisida, immuno suppresant, enzim dan senyawa-senyawa lainnya. Selain itu pemanfaatan mikroba endofit diharapkan dapat mencegah kelestarian tanaman yang menjadi komponen utama dalam pembuatan jamu-jamuan. Kegitan penelitian produksi senyawa bioaktif (antioksidan/antikanker) hasil bioproduksi kapang endofit dari tanaman Curcuma spp. dilakukan dengan mengkoleksi 71 isolat kapang endofit. Rincian dari kapang-kapang endofit tersebut terdiri dari 6 isolat kapang dari C. longa asal Anyer, 5 isolat kapang dari C. longa asal Bogor, 5 isolat kapang dari C. longa asal Cibinong, 7 isolat kapang dari C. longa asal Yogyakarta, 14 isolat kapang dari C. longa asal Serang, 5 isolat kapang dari C. longa, 5 isolat kapang dari C. xanthorriza, 10 isolat kapang dari C. zedoary dan 7 isolat kapang dari C. aeruginosa yang seluruhnya didapatkan dari Serang, serta 4 isolat kapang dari C. longa, 1 isolat kapang dari C. aeruginosa, 1 isolat kapang dari C. xanthorriza, 1 isolat kapang dari C. zedoary dan 2 isolat kapang dari C. mangga yang seluruhnya berasal dari Jawa Tengah. Hasil analisis pola kromatografi lapis tipis (KLT) terhadap isolat-isolat kapang endofit, diketahui bahwa terdapat 31 isolat kapang endofit dari C. longa serta masing masing 1 isolat isolat kapang endofit dari C. xanthorriza, C. zedoary dan C. aeruginosa yang menunjukkan aktivitas bioproduksi. Sementara hasil uji aktivitas antimikroba yang dilakukan mendapatkan 6 isolat kapang endofit.

Kata kunci :Kapang endofit, Curcuma spp.. Bioproduksi, Kromatografi Lapis Tipis, antimikroba, DIPA 2007 P2 Biotek LIPI

Peningkatan Ekspresi Heterologus Dan Produksi Humanerythropoietin Rekombinan Pada Yeast Pichia Pastoris Melalui Perubahan Codon-Usage Gen Hepo

Pelaksana : Asrul Muhamad Fuad, Adi Santoso, Yuliawati, Dian Fitria, Sri Kartika Wijaya, Ratih Asmana Ningrum, Neng Herawati, Aminah, dan Andri Wardiana
Abstrak
Erythropoietin (EPO) adalah hormon yang mengatur proses erythropoiesis, yaitu proses pembentukan sel darah merah (erythrocytes) pada mamalia termasuk manusia. Human-EPO merupakan glikoprotein, terdiri atas 165 asam amino dan 4 sisi glikosilasi dengan bobot molekul berkisar 34.4 kDa. EPO diketahui diproduksi pada beberapa jaringan tubuh terutama ginjal dan hati. Sejak pertama kali diklon (Jacobs et al., 1985; Lin et al., 1985), gen EPO telah diekspresikan pada berbagai jenis sel inang seperti sel mamalia (CHO, BHK, COS), serangga (Spodoptera frugiperda), tanaman (Nicotiana tabacum, Arabidopsis thaliana), manusia (NB dan HepG2) dan yeast (Saccharomyces cerevisiae). EPO komersial (Epogen) diproduksi pada sel CHO telah dipasarkan sejak tahun 1989 oleh AMGEN untuk obat anemia. Protein terapeutik rekombinan umumnya diproduksi menggunakan sel mamalia karena beberapa alasan seperti proses pasca-translasi dan bebas toksin. Namun produksi protein rekombinan pada sel mamalia memiliki keterbatasan seperti rendemen produksi rendah, biaya produksi tinggi dan teknologi yang relatif mahal. Karena itu sel inang alternatif sangat diperlukan untuk produksi protein terapeutik. Yeast merupakan salah satu alternatif untuk hal tersebut. Tingkat produksi protein rekombinan pada Pichia pastoris dilaporkan sangat beragam tergantung pada beberapa faktor seperti sifat dan asal protein target, perbedaan kodon, sistem dan konstruksi vektor ekspresi dan efisiensi sekresi protein ekstrasel. Jenis kodon asam amino merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan laju ekspresi protein heterolog. Perbedaan kodon dan kandungan GC dapat mengakibatkan suatu protein rekombinan tidak dapat terekspresi pada P. pastoris. Diketahui adanya perbedaan kodon preferensi dan kandungan GC yang bermakna antara gen EPO dengan gen pada P. pastoris. Pada penelitian tahun sebelumnya satu versi gen EPO-sintetik (EPOsyn) yang mengandung kodon yeast telah berhasil dikonstruksi menggunakan metode recursive-PCR, tetapi masih dijumpai sedikit kesalahan (mutasi) dalam sekuen yang diperoleh. Salah satu klon memiliki 3 basa yang tidak sesuai dengan sekuen yang diharapkan dan perlu diperbaiki. Pada penelitian tahun ini telah dilakukan beberapa hal seperti: perbaikan sekuen gen EPOsyn, kloning gen EPOsyn kedalam vektor ekspresi pPICZ_, transformasi vektor rekombinan ke dalam yeast, seleksi dan skrining yeast transforman, serta analisis ekspresi protein rekombinan dan analisis molekular gen EPOsyn dalam DNA genomik yeast transforman.

Kata kunci : Erythropoietin (EPO), erythropoiesis, EPO-sintetik (EPOsyn), kodon preferensi, Pichia pastoris, recursive-PCR., DIPA 2007 P2 Biotek LIPI

Pengembangan Metode Penapisan Enzimatik Terhadap Enzim Nitrilase Dan Gliserol Dehidratase

Pelaksana : Wien Kusharyoto, Dian Andriani, dan Yudiadi
Abstrak
Berdasarkan perubahan warna dari indikator pH karena terbentuknya proton yang terbentuk dalam reaksi enzimatik telah dikembangkan metode penapisan enzimatik terhadap enzim nitrilase.
Terbentuknya proton oleh peningkatan konsentrasi asam sebagai hasil dari hidrolisis senyawa nitril oleh enzim nitrilase mengakibatkan perubahan warna indikator pH yang dapat diamati secara visual. Larutan penyangga fosfat (10 mM, pH 7,2) dan indikator pH Bromothymol blue (0,01 %, pKa = 7,3) telah diseleksi sedemikian rupa sehingga keduanya memiliki affinitas yang sama terhadap proton. Di samping itu telah dikembangkan pula metode penapisan enzimatik terhadap enzim gliserol- atau diol dehidratase yang berdasarkan pada perubahan warna yang terjadi karena reaksi antara aldehid yang terbentuk dalam reaksi enzimatik dengan MBTH (3-Methyl-2- benzothiazolinonhydrazon).

Kata kunci: gliserol dehidratase, indikator pH, MBTH, nitrilase, penapisan enzim, DIPA 2007 P2 Biotek LIPI

Penapisan Protein Cry Melalui Pendekatan Konvensional Dan Metagenomik

Pelaksana : Eddy Jusuf, Padmono Citroreksoko, Sylvia J.R. Lekatompessy, dan Sanusi
Abstrak
Kegiatan penelitian meliputi eksplorasi ke beberapa daerah DKI Jakarta, propinsi Banten, kabupaten Ciamis dan propinsi Jawa Tmur untuk mengambil sampel tanah yang diperkirakan mengandung galur-galur unggul bakteri Bacillus thuringiensis yang potensial sebagai biopestisida. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mendapatkan galur bakteri biopestisida unggulan asli Indonesia serta membuat pustaka gen penyandi protein Cry yang toksik spesifik berbagai serangga dan Nematoda. Sampel tanah berasal dari 5 wilayah propinsi DKI Jakarta didapatkan 53 nomor yang diduga sebagai B. thuringiensis. Pengujian profil protein Cry pada semua nomor, hanya 6 yang positif menunjukan adanya protein Cry dan dua galur dapat membunuh Aedes aegyptie masing-masing Cd1e 18% kematian dan Rw2h dengan 12% kematian Dari sebanyak 34 sampel tanah yang diambil dari semua kabupaten dan kota di propinsi Banten berhasil diisolasi sebanyak 113 nomor yang menurut hasil observasi dibawah mikroskop menunjukkan adanya kristal protein dan saat ini sedang dilakukan analisis profil protein Cry dari tiap-tiap nomor tersebut. Penggunaan 22 pasangan primer dalam proses PCR untuk identifikasi Identifikasi plasmid dari galur-galur didapat menunjukan variasi jumlah setiap nomornya, dan isolasi plasmid berukuran lebih besar dari 75 Mda serta isolasi gen cry penyandi protein toksik baru dapat dilakukan pada tahun 2008 mengingat penelitian ini baru dimulai bulan Juli 2007.

Kata kunci: Bacillus thuringiensis, aksplorasi galur baru, identifikasi gen cry, konstruksi pustaka gen., DIPA 2007 P2 Biotek LIPI

Ekspresi Gen Pdc Penyandi Enzim Pyruvate Decarboxylase Pada L. Pentosus Untuk Produksi Etanol

Pelaksana : Budi Saksono, Elvi Yetti, Lita Triratna, Puspita Suci Wulandari, Gunawan Ari Wibowo
Abstrak
Untuk merekayasa Lactobacillus pentosus agar bisa berfungsi sebagai strain dalam proses biokonversi biomassa menjadi etanol, dilakukan rekayasa, baik rekayasa secara genotype maupuun phenotype. Rekayasa genotype dilakukan dengan menginsersikan gen pdc ke dalam strain tersebut, sedangkan rekayasa phenotype dilakukan dengan meningkatkan toleransi strain terhadap lingkungan beralkohol tinggi. Untuk itu telah dilakukan cloning gen pdc dari Zymobacter palmae maupun dari Zymomonas mobilis. Amplifikasi gen pdc dengan teknik PCR menghasilkan fragmen dengan ukuran 1.757 kb untuk Zp-pdc dan 1.855 kb untuk Zm-pdc. Fragmen PCR kemudian disisipkan pada plasmid pGEM-T easy dan ditransformasikan ke dalam competent cell E. coli DH5α. Dari 24 koloni transforman hanya didapatkan 1 klon positif untuk Zp-pdc dan dari 10 koloni transforman didapatkan 4 positif klon untuk Zm-pdc. Analisa sekuen dari kedua gen tersebut, mengindikasikan bahwa fragmen PCR tersebut adalah gen pdc. Rekayasa evolusi untuk meningkatkan toleransi strain terhadap etanol 5% telah dilakukan. Penumbuhan berulang secara kontinu pada media MRS beretanol 5% telah menghasilkan strain mutan yang toleran terhadap media beretanol 5% tersebut. Pembuatan pustaka mutan juga telah menghasilkan mutan potensial, yang memiliki kemampuan biokonversi glukosa menjadi asam laktat lebih baik dibanding galur liar.

Kata kunci: gen pdc, bioetanol, rekayasa metabolik, Lactobacillus pentosus, DIPA 2007 P2 Biotek LIPI

Analisa Mikroba Pendegradasi Minyak Untuk Aplikasi Bioremediasi

Pelaksana : Yopi, Theresia Umi, Dwi Susilaningsih, Ahmad Thontowi, Awan Purnawan, Swastika Praharyawan. dan Khairul Anam
Abstrak
Indonesia dengan luas lautnya yang meliputi 2/3 dari luas total negara memiliki potensi biodiversitas yang tinggi dan ditambah pula beroperasinya industri minyak. Wilayah laut perairan Indonesia sebagai jalur pembawa tanker minyak dan ini sering sekali terjadi kecelakaan atau kebocoran disamping itu juga diperburuk dengan kebocoran pipa-pipa penyulingan di lepas pantai. Berbagai macam zat berbahaya yang terkandung dalam minyak dilepaskan ke lingkungan perairan. Kasus pencemaran ini belum disikapi dan ditanggulangi dengan serius. Teknik bioremediasi dengan memanfaatkan mikroorganisme sebagai agen biologi untuk biodegradasi senyawa hidrokarbon adalah satu langkah solusi untuk masalah tersebut, karena teknologi ini memiliki efesiensi tinggi dan ramah lingkungan. Komponen minyak mentah terdiri dari lebih 100 jenis senyawa yang terkelompok dalam alkana, aromatik, resin dan asphaltene. Komponen tersebut merupakan polutan utama di tanah dan lingkungan perairan serta bersifat toksik. Informasi konsorsium mikroba pendegradasi mintak mentah sangat diperlukan. Ini sesuai dengan satu proses bioremediasi yaitu teknik biostimulasi yang aplikasinya lebih efektif karena langsung merangsang aktivitas mikroba yang ada di daerah cemaran limbah. Sasaran dari penelitian ini ditekankan untuk identifikasi konsorsium mikroorganisme yang ada di lingkungan tercemar secara genetika dan karakterisasi mikroorganisme potensial yang mampu mendegradasi minyak, terutama senyawa hidrokarbon aromatik. Pada tahun ini telah dilakukan analisa mikroba pendegradasi minyak dari daerah kepulauan seribu (pulau Pramuka dan pulau Pari). Dari area tersebut telah diambil sample air laut dan oil balls. Dengan metoda pengkayaan telah dilakukan isolasi dan karakterisasi mikroba pendegradasi komponen minyak dengan menggunakan teknik sublimasi kemudian isolat tersebut dimurnikan dan dipreservasi. Analisa partial sekuens 16S rDNA dari beberapa isolat potensial tersebut dibandingkan dengan sekuens seluruh bakteria yang ada didalam database Gen-Bank dengan menggunakan program BLAST menunjukkan adanya kelompok mikroba murni potensial dalam degradasi senyawa poli aromatik hidrokarbon dan mikroba yang dapat menghasilkan surfaktan yang penting untuk membantu proses degradasi minyak dilapangan.

Kata kunci: Pencemaran minyak, konsorsium bakteria, analisa homologi, kepulauan Seribu, bioremediasi, DIPA 2007 P2 Biotek LIPI
.

Bioprospeksi Dan Biosistematik Mikroorganisme Indigenus Indonesia

Pelaksana : Yantyati Widyastuti, Judhi Rachmat, Shanti Ratnakomala, Roni Ridwan, Gina Kartina, Rohmatussolihat, Naniek Nurhayaty, dan Kurniawan
Abstrak
Actinomycetes merupakan anggota kelompok bakteri Gram positif yang telah lama diketahui berpotensi dalam menghasilkan antibiotik. Kegiatan bioprospeksi harus lebih banyak dilakukan untuk mengungkap potensi actinomycetes. Metode sederhana lempeng agar digunakan untuk skrining terhadap mikroorganisme patogen tanaman hortikultura. Dari 154 isolat yang diuji terhadap Ralstonia solanacearum diperoleh adanya 2 isolat yang dapat diuji lebih lanjut karena menunjukkan daya hambat yang besar (> 20 mm). Sementara pengujian produksi bahan aktif dari actinomycetes akan difokuskan pada pemakaian medium produksi (MP) karena pada medium ISP-2 daya hambatnya lebih rendah. Isolasi actinomycetes dilakukan menggunakan sample tanah dan serasah dari Sungai Wain, Kaltim dan Baturraden, Jateng. Dengan menggunakan 6 metode isolasi, hasil identifikasi menunjukkan adanya 18 genus dari Sungai Wain dan 10 genus dari Baturraden.

Kata kunci: bioprospeksi, biosistematik, patogen hortikultura,DIPA 2007 P2 Biotek LIPI

Pemeliharaan Database Bioteknologi Dan Peningkatan Jaringan Komputer (Lan)

Pelaksana : Tutang, Ario Tutuko Suwarno, Ludya Arica Bakti, Ahmad Saefudin Surapermana, Uus Faisal Firdausi, Esti Baina, dan Suherman
Abstrak
Peranan Teknologi Informasi khususnya yang berkaitan dengan jaringan komputer, internet data sharing, dan browsing data saat ini merupakan kebutuhan. Bahkan untuk kegiatan yang berhubungan dengan penelitian peran TI sangat diperlukan, baik sebagai sumber untuk mencari data dan informasi, maupun sebagai sarana untuk menyediakan data dan informasi yang cepat, tepat dan mudah diakses. Jaringan komputer (LAN) yang baik dan terpelihara merupakan fasilitas untuk menunjang bergai kegiatan terutama sebagai media lalu lintas data dan informasi. Sehingga akan tercipta komunikasi data baik lokal maupun global secara cepat, tepat, akurat dan mudah dalam berburu informasi yang berhubungan dengan IPTEK maupun informasi secara umum. Dengan tersedianya fasilitas seperti Internet, Database Online, E-mail, Website, dan Intranet, tentu merupakan hal yang sangat membantu bagi semua pihak dalam menunjang segala aktivitasnya. Semua fasilitas yang tersedia ini diharapkan dapat dimanfaatkan semaksimal dan seoptimal mungkin agar kegiatan penelitian berjalan baik sesuai dengan perkembangan teknologi itu sendiri.

Kata kunci: database, e-mail, informasi, bioteknologi

Pengembangan Balai Kliring Keamanan Hayati (Biosafety Clearing House ) – Indonesia

Pelaksana : Puspita Deswina, Cahya Ningrum, Anky Zannati, dan Syamsul Hadi
Abstrak
Balai kliring keamanan hayati (Biosafety Clearing House/BCH) tingkat nasional merupakan suatu pusat informasi dalam bentuk situs internet yang berisikan minimal informasi tentang segala aturan terkait, keputusan lintas batas dan keputusan domestik mengenai introduksi produk pertanian maupun produk pangan hasil rekayasa genetika serta analisis resiko yang dilakukan sebelum produk tersebut dilepas. Informasi ini kemudian wajib diserahkan ke sekretariat Konvensi Keaneka Ragaman Hayati untuk dimuat pada BCH internasional yang berkedudukan di Montreal, Canada. Di tingkat nasional LIPI telah mendapat kepercayaan untuk merintis pembentukan dan selanjutnya mengembangkan Balai Kliring Keamanan Hayati melalui surat Menteri Negara Lingkungan Hidup No. B-246/MENLH/2/200. Selain sebagai pusat informasi keamanan hayati tingkat nasional, di masa mendatang Balai Kliring Keamanan Hayati Indonesia diharapkan dapat berkembang menjadi salah satu jaringan internasional terkait keamanan hayati dan merupakan pintu gerbang bagi institusi yang terkait dengan bioteknologi. Balai atau clearing house ini sangat diperlukan oleh para pihak yang berkepentingan termasuk pelaku, pemakai dan publik awam sebagai pusat informasi sekaligus merupakan pendidikan dan wadah partisipasi publik dalam menjernihkan opini-opini publik tentang produk OHM serta memenuhi prinsip transparansi yang merupakan salah satu dasar pembuatan Protokol Cartagena. Dalam konteks kerjasama kedeputian Ilmu Pengetahuan Hayati, Balai Kliring Keamanan Hayati akan menjadi salah satu ‘node’ dari NBIN (National Biodiversity Information Network).

Kata Kunci: Biosafety Clearing House, Protokol Cartagena, National Biodiversity Information Network, rekayasa genetika, partisipasi publik

Tuesday, June 03, 2008

Gruber Soedigdo Lecture 2008

Gruber Soedigdo Lecture 2008 akan diadakan 24 Juni 2008 (Seminar) dan 25-27 Juni 2008 (Workshop). Informasi ada di website http://seminar. fmipa.itb. ac.id/gsl2008, atau E-mail: gsl2008@chem. itb.ac.id.Bagi yang berminat sebagai pemakalah atau
peserta, dapat menghubungi lewat website di atas.

Pembicara tamu:
Prof Arnold J. M. Driessen (University of Groningen, the Netherlands)topik protein translokator
Prof. R. B. Freedman (University of Warwick, UK) topik protein disulfida isomerase
Prof. Masafumi Yohda (Tokyo University of Agriculture and Technology, Japan) topik protein chaperon
Dr. Dirk Bossemeyer (German Cancer Research Center, Heidelberg, Germany) topik protein kinase
Ihsanawati, DSc. (Riken, Japan) topik struktur dan pelipatan protein.

"Roundtable Meeting" untuk kolaborasi riset diadakan pada:

23 Juni 2008 jam 13-17 dengan Prof Arnold J. M. Driessen (topik mikrobiologi yang terkait penyakit-penyakit infeksi). Acara ini akan dipandu oleh Dr Debbie S. Retnoningrum (Sekolah Farmasi, ITB)

24 Juni 2008 jam 08-12 dengan Dr. Dirk Bossemeyer (topik terkait dengan riset kanker). Acara ini akan dipandu oleh Dr Marselina Tan (Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati, ITB).

International Summer School on Pathogen-Host- Interplay

Deadline for application extended to June 15th!!!
Additional fellowships covering travel and stay for Diploma/MSc students!!! The International Summer School Pathogen-Host- Interplay organised by the Center of Infection Biology and Immunity (ZIBI) is funded by the German Academic Exchange Service (DAAD) with finacial resources from the Foreign Office

visit the website of the DAAD

It is organised for 14 German and international postgraduate students of biosciences or medicine who are in their final stage of their Master studies. It offers a forum for excellent students who consider infection biology and immunology as a research area for their PhD work and therefore seek a more comprehensive understanding of this interdisciplinary research field. PhD students who just started with their work and want to obtain additional training to complement their specific research project in infection biology or immunology can also participate.

In 2008 the summer school will include a one week "Advanced Lecture Course" funded by the FEBS (Federation of European Biochemical Societies).

SEARCA SEED FUND FOR RESEARCH AND TRAINING

The deadline for submission of project
proposals for the SEARCA Seed Fund for Research and Training (SFRT) is on
01 August 2008, Friday. To uniformly organize the proposals, SEARCA has set forth guidelines for submission. Please find attached the said guidelines for your reference.

Should you need more information, please feel free to contact the SFRT Secretariat at telephone number (63-49) 536-2290 local 137; fax (63-49)536-4105; or e-mail to .

A gene-altering technology from biotech Sangamo BioSciences may radically change what we eat.

Jerome Peribere, the chief executive of Dow AgroSciences, has a slide show for investors. It explains how one could theoretically turn the offspring of a wild, berry-size tomato into a plant bearing full-size tomatoes just by tinkering with one gene. The sweet corn we eat for dinner would be a shriveled gray precursor called teosinte were it not for the activity of a handful of genes. Food scientists have understood these distinctions for a decade thanks to traditional plant biotechnology research. It's what's on the next few slides that gets Peribere going: the possibility of easing world hunger by turning inedible oil crops like crambe into edible versions; tomatoes that will always taste good; crops that can survive through severe drought. These traits could be edited into a new form of the same species in a far more precise and accurate way than with the existing tricks in genetics' kit bag.
In Pictures: Foods Of The Future

This technology, which Dow AgroSciences is moving toward the market, is called a zinc finger, a naturally occurring protein that can be used in a cell nucleus like an editor's red pencil. Zinc fingers, so named because they contain a zinc atom and are shaped like an index finger, can turn specific genes off or on or to some point in between, delete genes altogether or add new genetic material. "Within biotech," says the 54-year-old Peribere, "we believe this is one of the very disruptive technologies."

Success with the zinc finger could also give Dow AgroSciences, the crops unit of $54 billion (sales) Dow Chemical (nyse: DOW - news - people ), the second-largest chemical company in the world, a bigger share in the global agbiotech boom. Monsanto (nyse: MON - news - people )'s stock is up sevenfold since 2004 (trouncing Dow shares) thanks to its huge success selling seeds bioengineered to fight off bacteria and withstand direct application of Monsanto's own weed killer Roundup. Peribere's group, with $3.8 billion in revenue, lacks a significant presence in the genetically modified seed business. Its sales still come mostly from weed and bug killers, and in sum are less than half the sales of either Monsanto or Syngenta (nyse: SYT - news - people ). But zinc fingers, because of their precision, could give Dow a significant leg up by cutting a year or two off the six to eight years it now takes to develop a modified plant and get it past regulators.

In October 2005 Dow AgroSciences entered into an exclusive research agreement with Sangamo BioSciences (nasdaq: SGMO - news - people ), a biotech company in Richmond, Calif. that controls most of the intellectual property around zinc finger research. It has drugs in development for ten diseases and two ongoing clinical trials, including ones for diabetic nerve injuries. Sangamo has also licensed its technology to Sigma-Aldrich (nasdaq: SIAL - news - people ), a chemicals firm, for use in discovering novel reagents for research. Amgen (nasdaq: AMGN - news - people ) and Genentech (nyse: DNA - news - people ) are also using Sangamo's zinc finger proteins to improve their manufacturing yields.

"We can target and regulate genes inside any cell in any organism," boasts Edward Lanphier, founder and chief executive of Sangamo. "This is enormously powerful science."

Dow Agro will likely sign an exclusive commercial licensing agreement with Sangamo between now and October, paying it royalties on sales of products developed using zinc finger proteins. So far Dow Agro has paid Sangamo $20 million, including a $4 million equity investment. The first fruits of the partnership aren't expected for four more years. Dow is coy about its plans, but Peribere drops hints.

"What about dramatically improving the sugar content in sugarcane?" he asks. Dow Chemical, in a separate project, already plans to make polyethylene from sugarcane ethanol in Brazil. Upping the sugar content in the cane would lead to a higher yield of ethanol per acre. A second possibility: altering specific genes to make it easier to break down the lignin in the cell walls of corn leaves and stalks, with an eye to making so-called cellulosic ethanol out of the unused part of the plants. Dow Agro biologists have already accurately inserted genetic material into specific locations in maize and rapeseed genomes using Sangamo's technology.

Use of highly targeted gene-modification tricks comes at a fortuitous time. Biologists are unearthing a trove of genomic information about plants. The rice genome was fully mapped in 2005. Corn's rough DNA blueprint was released in February, and the soybean's DNA is being mapped now. With maps in place, Dow and Sangamo's zinc fingers can be aimed directly at the genetic locations that would play the biggest role in curtailing the recent and sure to be ongoing disruptions in food and biofuels supply. "We are at the stone age of plant biotechnology," says Peribere. "In 25 years we are going to be laughing about what we are doing now."

Zinc fingers may also offer a way to get some genetically altered foods through regulatory approval faster than before. The European Commission and armies of environmentalists battled Monsanto nearly to a standstill over its GM seeds, but thanks to pressing global grain demand, Monsanto eventually won approval in all the world's biggest markets. The knock against Monsanto's technology was the use of foreign genes, something that Peribere says zinc fingers can avoid. When zinc fingers are used to delete genetic material, the mechanism for doing so, called a zinc finger nuclease, does not remain in the plant for more than a few days. "Our expectation is that as you are not introducing anything that stays in the plant, this is going to be considered non-GMO [by regulators]," Peribere told analysts in December.

That remains to be seen. Greenpeace International, a vocal opponent of genetically modified crops, is skeptical that zinc fingers can evade the GMO labeling. "It's not 100% clear, but I think that most of this would still be considered GMO because you're introducing a new gene, even if [the finger] doesn't stay in the plant," says Greenpeace International scientist Janet Cotter. Friends of the Earth Europe, another anti-GMO group, says that the Sangamo technology may well turn out to be a type of genetic modification that it would oppose.

If, that is, Sangamo crops ever make it out into the field. Zinc fingers are still unproved outside the lab. Dana Carroll, a biochemist at the University of Utah who has licensed some research to Sangamo, has run fruit fly experiments using zinc finger nucleases in which the flies' genomes were cut in unintended places apart from the target area. Sangamo and other researchers have worked to fix some of this errant DNA editing, but Carroll says it is impossible to know if all unintended cutting has been eliminated.

Monday, June 02, 2008

Kongres Ilmiah ISFI, 11-12 Agustus 2008, Yogyakarta

ISFI akan melaksanakan Kongres Ilmiah ISFI akan dilaksanakan pada tanggal 11-12 Agustus 2008 di Hotel INNA GARUDA, YOGYAKARTA. Abstract submission dilakukan secara
online melalui http://www.kongres- isfi.info/ abstract. php , paling
lambat tanggal 20 Juni 2008. Topik dibagi kedalam 8 kategori yaitu:

1. Farmasi Pendidikan
2. Fitokimia, Farmakognosi dan Obat tradisional
3. Farmakologi dan Toksikologi
4. Biologi Molekuler dan Bioteknologi
5. Kimia Farmasi dan Kimia Medisinal
6. Farmakoterapi, Farmasi Rumah Sakit, dan Farmasi Klinik
7. Teknologi Farmasi, Fisika Farmasi, dan Biofarmasetika
8. Farmasetika, Farmasi Komunitas, dan Manajemen Farmasi

Silakan dan sangat diharapkan Teman Sejawat semua untuk bisa
berpartisipasi dalam Kongres ini dengan mengirimkan abstrak dan
makalah sesuai dengan bidangnya.

Untuk informasi lengkapnya silakan jenguk: http://www.kongres- isfi.info

Research Plagiarism


Nature 451, 397-399 (24 January 2008) | doi :10.1038/451397a;
Published online 23 January 2008


A tale of two citations


Mounir Errami1
&
Harold Garner2



  1. Mounir Errami is in the Division of
    Translational Research Department, The University of Texas Southwestern
    Medical Center, 5323 Harry Hines Boulevard, Dallas, Texas 75390-9185,
    USA.
  2. Harold Garner is in the McDermott Center for Human
    Growth and Development, The University of Texas Southwestern Medical
    Center, 5323 Harry Hines Boulevard, Dallas, Texas 75390-9185, USA.

Abstract

Are
scientists publishing more duplicate papers? An automated search of
seven million biomedical abstracts suggests that they are, report
Mounir Errami and Harold Garner.


With
apologies to Charles Dickens, in the world of biomedical publications,
"It is the best of times, it is the worst of times". Scientific
productivity, as measured by scholarly publication rates, is at an
all-time high1.
However, high-profile cases of scientific misconduct remind us that not
all those publications are to be trusted — but how many and which
papers? Given the pressure to publish, it is important to be aware of
the ways in which community standards can be subverted. Our concern
here is with the three major sins of modern publishing: duplication,
co-submission and plagiarism. It is our belief that without knowing
whether these sins are becoming more widespread, the scientific
community cannot hope to effectively deter or catch future unethical
behaviour.

A tale of two citations

D. PARKINS

There
are legitimate and illegitimate reasons for two scientific articles to
share unusual levels of similarity. Some forms of repeated publication
are not only ethical, but valuable to the scientific community, such as
clinical-trial updates, conference proceedings and errata. The most
unethical practices involve substantial reproduction of another study
(bringing no novelty to the scientific community) without proper
acknowledgement. If such duplicates have different authors, then they
may be guilty of plagiarism, whereas papers with overlapping authors
may represent self-plagiarism. Simultaneous submission of duplicate
articles by the same authors to different journals also violates
journal policies.

Previous studies that have tried
to gauge the level of unethical publishing have mostly relied on small
surveys of specific communities. One of the largest to date used
text-matching software to trawl more than 280,000 entries in arXiv, an
open-access archive of mathematics, physics, computer science, biology
and statistics papers. The study suggested a low number of suspected
acts of plagiarism (0.2% of arXiv papers), but a much higher number of
suspected duplicates with the same authors2 (10.5%). In 2002, an anonymous survey of 3,247 US biomedical researchers3

asking them to admit to questionable behaviour revealed that 4.7%
admitted to repeated publication of the same results and 1.4% to
plagiarism.

quoteleftThe duplication of scientific articles has been largely ignored by the gatekeepers of scientific information.quoteright

In
general, the duplication of scientific articles has largely been
ignored by the gatekeepers of scientific information — the publishers
and database curators. Very few journal editors attempt to
systematically detect duplicates at the time of submission. The US
National Library of Medicine, based in Bethseda, Maryland, curates the
primary biomedical citation index, Medline, and currently reports fewer
than a thousand cases of duplication since the 1950s, discovered mainly
by serendipity. Yet if the results of the anonymous survey3
are extrapolated to the Medline database (more than 17 million
citations and growing steadily), then you would expect to find closer
to 800,000 cases. Where between these two vastly different figures does
the true number lie?

The academic arms race

Establishing
a baseline is a crucial first step, but in our view, monitoring trends
is even more important to the health of the scientific literature. As
the number of peer-reviewed journals has multiplied, the perceived odds
of unethical publications escaping detection have improved.
Fortunately, the advent of new computational text-searching algorithms,
along with electronic indexes or full-text electronic manuscripts, is
also making it easier to detect unethical publications. Together, these
advances enable not only the methodical discovery of individual
incidents, but also a means to study broad trends.

Instead
of relying on serendipity to identify duplicate articles, we have
chosen to search online databases, such as Medline, using
text-similarity software. The search engine, eTBLAST, is freely
available online for anyone to use to search the literature4.
In recent work, we have used eTBLAST to search a subset of more than
62,000 Medline abstracts from the past 12 years to identify highly
similar entries5. The 421 potential duplicates found have been deposited in a publicly available database, Déjà vu (http://spore. swmed.edu/ dejavu),
and after manual inspection were confirmed as duplicates with different
authors (0.04%; based on inspection of full-text articles), or
duplicates with the same authors (1.35%; based on inspection of the
abstracts). The rate of false positives in this study was only 1%. But
without full text it may be difficult to determine if suspected
duplicates properly attributed the earlier work. Whether or not the
duplications are legitimate papers has yet to be established.

Extrapolating
to the subset of Medline records that have abstracts (8.7 million),
this would correspond to roughly 117,500 duplicates with the same
authors4.
Although this number is far higher than the 739 records currently
annotated as duplicates in Medline, these duplication rates are
substantially lower than those found in arXiv, perhaps reflecting
differences in the database formats (preprints versus journal papers),
or disparities between these fields in what is considered acceptable
practice. There is also variation in how these estimates were reached,
including the subjective nature of manual inspection (we used two
manual checkers in each case). The Medline database, unlike arXiv, is
limited to titles and abstracts, and so automated comparison of
full-text articles is not possible, perhaps making it harder to detect
more sophisticated duplications.

Closer than close

Because
of the sheer size of the Medline database, scaling up the eTBLAST
search to all 17 million records would be extremely time consuming even
though each search takes only about 40 seconds. Fortunately, we
observed that 73% of the Medline duplicates identified in our initial
study and curated in Déjà vu also feature as the 'most related article'

in Medline (calculated by a Medline algorithm). So, we downloaded the
related abstracts for 7,064,721 Medline records, and compared the
original and related abstracts against one another using eTBLAST. This
approach allowed us to complete our analysis in 10 days rather than 10
years. In this way we have identified a further 70,458 highly similar
records, all of which have been deposited in Déjà vu.

Given
the limitations of our process, we expect around 50,000 of these to be
true duplicates. This is partly because we used a less stringent
duplication threshold for the latest data set and so after manual
checking 27% of the records turn out to be false positives (see http://spore. swmed.edu/ dejavu/statistic s).
To date, 2,600 of the Déjà vu records have been manually inspected
alongside the original, but until that is done the status of each entry
remains unverified. However, extrapolating to the entire database, we
estimate there are potentially more than 200,000 duplicates in Medline,
after various correction factors have been applied.

Although
manual verification of the Déjà vu database is very much a work in
progress, and so analysis of the full data set should be interpreted
with caution, we have started looking for trends in the approximately
70,000 candidate duplicates.With the articles so far captured within
the Déjà vu database, merged with analysis of other data extracted from
full-text versions of Medline articles available in PubMed Central
(such as publication date, language of article and country of origin),
it is possible to begin to identify broad trends in publication
behaviour. Perhaps the most obvious is a steady rise in the rate of
such publications in the biomedical literature since 1975 (Figure 1).


Figure 1: Increasing opportunity?
Figure 1 : Increasing opportunity? Unfortunately we are unable to provide accessible alternative text for this. If you require assistance to access this image, or to obtain a text description, please contact npg@nature.com

The
number of biomedical papers indexed in the citation database, Medline,
has grown steadily over the past 30 years. A search of 7 million
abstracts, using the text-matching software eTBLAST, reveals tens of
thousands of highly similar articles (unpublished data), which are also
growing in number. Are these legitimate or illegitimate publications?


Medline indexes over 5,000
journals published in the United States and more than 80 other
countries worldwide. Rising duplicate publication rates documented in Figure 1
are therefore a global phenomenon. Potential factors contributing to
this trend are the explosion in the number of journals with online
content (increasing opportunities for unethical copying), and a body of
literature growing so fast that the risk of being detected seems to
diminish. This last factor may be the most important, and we believe
that automated detection processes that can provide an effective
deterrent may be our best weapon in fighting duplicate publications.

One
argument for duplicate publication is to make significant works
available to a wider audience, especially in other languages. However,
only 20% of manually verified duplicates in Déjà vu are translations
into another language. What of the examples of text directly translated
with no reference or credit to the original article? Is this justified
or acceptable? And is such behaviour more widespread for review-type
articles for which greater dissemination may be justified? We do not
yet have answers to these questions.

In general, we
find that the duplication rate extracted from the total Déjà vu
database for each country is roughly proportional to the number of
manuscripts that country contributes to Medline (Figure 2).
The top eight contributors to Medline are the United States, Japan,
Germany, China, the United Kingdom, Italy, France and Canada,
representing close to 75% of all Medline records. However, two of these
countries, China and Japan, have estimated duplication rates that are
roughly twice that expected for the number of publications they
contribute to Medline. Perhaps the complexity of translation between
different scripts, differences in ethics training and cultural norms
contribute to elevated duplication rates in these two countries.



Figure 2: Duplication is a global activity.
Figure 2 : Duplication is a global activity. Unfortunately we are unable to provide accessible alternative text for this. If you require assistance to access this image, or to obtain a text description, please contact npg@nature.com

The
proportion of suspected duplicates in the Déjà vu database for each
country was estimated (unpublished data) by assigning articles to
countries based on the corresponding author's address. Also presented
is each country's relative contribution to Medline estimated from
180,000 randomly selected Medline articles.



Simultaneous submission

With
few exceptions, the repeated publication of the same results by those
who conducted the research is ethically questionable. It not only
artificially inflates an author's publication record but places an
undue burden on journal editors and reviewers, and is expressly
forbidden by most journal copyright rules.

Examination
of typical submission and publication dates from 10,000 articles
randomly selected from PubMed Central, shows that on average the review
process takes 4.3 months and that 97% of articles complete this process
within 10 months (see Supplementary information).
Curiously, as many as one-third of the manually verified duplicate
abstracts in Déjà vu sharing at least one author are also published
less than five months after the original. Examination of the submission
and publication dates of these pairs confirms that many of these
duplicates must have been submitted simultaneously to different
journals in violation of journal policies and accepted norms. For
instance, the Déjà vu database contains many pairs of highly similar
abstracts with overlapping authors that appear in the same month, all
apparently acts of simultaneous submission to multiple journals.

Duplication by different authors

Articles
sharing excessive similarity with other papers with different authors
do not necessarily represent plagiarism, as there are sometimes valid
or trivial reasons (such as a simple author name change). However,
considering only those duplicates in Déjà vu where the full text of
both articles has been manually inspected, we have found 73 plagiarism
candidates, most of which were previously undetected. Discerning the
difference between legitimate and illegitimate duplication is beyond
the capacity of automated algorithms (and apparently many scientists),
and so it is critical to withhold judgement of any candidate duplicates
until evaluated by a suitable body such as an editorial board or a
university ethics committee. As part of our study, we have started to
send out requests for additional information for such cases, one of
which has initiated an investigation by a journal. It is our intent to
send such requests for information to all individuals and journals
involved in, or affected by, duplicate records with different authors.

quoteleftAutomated
text-matching systems are used by high schools and universities. We
hold our children up to a higher standard than we do our scientists.quoteright

Many
duplicate articles without authors in common go undiscovered. Are the
perpetrators then likely to repeat the offence? Searching the Déjà vu
database reveals several repeat practitioners, and manual inspection of
full-text articles confirms some of these as suspected serial
offenders. As with any potential illegitimate duplication, caution and
careful human judgement must be exercised, and detailed comments and
manual assessments for these and other duplicate pairs can be found
within the Déjà vu database.

Unlike repeated
publication by the same authors, simultaneous publication is rarely
observed for duplicates that do not share authors (see Supplementary information),
undoubtedly due to the fact that it is usually difficult to re-use
someone else's work before it appears in print — unless the duplicating
author also happens to have been a referee of the original. Although
anecdotes abound of referees stalling a publication in order to give
themselves time to duplicate and publish the same result first, the
general lack of duplicates with different authors appearing in rapid
succession suggests that this is either rarer than feared, or that the
perpetrators do a good job of concealing it.

In
general, duplicates are often published in journals with lower impact
factors (undoubtedly at least in part to minimize the odds of
detection) but this does not prevent negative consequences — especially
in clinical research. Duplication, particularly of the results of
patient trials, can negatively affect the practice of medicine, as it
can instill a false sense of confidence regarding the efficacy and
safety of new drugs and procedures. There are very good reasons why
multiple independent studies are required before a new medical practice
makes it into the clinic, and duplicate publication subverts that
crucial quality control (not to mention defrauding the original authors
and journals).

What can be done?

Although
duplicate publication and plagiarism are often discussed, it seems that
discussion is not enough. Two important contributing factors are the
level of confusion over acceptable publishing behaviour and the
perception that there is a high likelihood of escaping detection. The
lack of clear standards for what level of text and figure re-use is
appropriate (for example in the introduction and methods) is a well
known problem; but the belief that one can get away with re-use is
probably the single most important factor.

quoteleftThe fear of having some transgression exposed in a public and embarrassing manner could be a very effective deterrent.quoteright

Addressing
these two aspects could be relatively quick and easy. If journal
editors were to use more frequently the new computational tools to
detect incidents of duplicate publication — and advertise that they
will do so — much of the problem is likely to take care of itself. We
find it odd that automated text-matching systems are used regularly by
high schools and universities, thereby enabling us to hold our children
up to a higher standard than we do our scientists. In our view, it
would be fairly simple to fold these tools into electronic-manuscri pt
submission systems, making it a ubiquitous aspect of the publication
process.

Although text-comparison algorithms have
come a long way in the last decade, they are still in their infancy,
and experience with student software shows that as tools to detect
duplicate publication improve, determined and skilled cheats will find
ways to defeat them. But as in any arms race, the winners are usually
determined by the cost–benefit balance, and the costs entailed in
unethical duplication practices will quickly rise to a level that makes
them prohibitively expensive to all but the most desperate (or most
skilled) practitioners.

There are additional
practical avenues for improving Medline and other databases, such as
more aggressive enforcement of copyrights by journals, and the creation
of an 'update' publication category under which clinical updates and
longitudinal surveys in sociology or psychology could be categorized,
and these should be explored.

But above all, the
fear of having some transgression exposed in a public and embarrassing
manner could be a very effective deterrent. Like Dickens's Ebenezer
Scrooge, the spectre of being haunted by publications past may be
enough to get unscrupulous scientists to change their ways.



References

  1. http://www.nlm. nih.gov/bsd/ medline_cit_ counts_yr_ pub.html
  2. Sorokina, D., Gehrke, J., Warner, S. & Ginsparg, P. Sixth International Conference on Data Mining 1070–1075 (2006).
  3. Martinson, B. C., Anderson, M. S. & de Vries, R. Nature 435, 737–738 (2005). | Article | PubMed | ISI | ChemPort |
  4. Errami, M., Wren, J. D., Hicks, J. M. & Garner, H. R. Nucleic Acids Res. 35, W12-5 (2007). | Article | PubMed |
  5. Errami, M. et al. Bioinformatics advance online publication, doi:10.1093/ bioinformatics/ btm574 (2007)





------------ --------- --------- --------- ------

dikutip dari milis biotek :
Ulasan menarik untuk dijadikan bahan renungan buat para peneliti di
Indonesia. Saat ini tema yang semisal menjadi bahan diskusi yang cukup
hot, walaupun artikel ini sudah cukup lama (Januari 2008)


Oleh Khomaini Hasan






Tiga Tahun Lagi, Indonesia Yakin Lepas dari Impor Sapi

Jumat, 8 Januari 2016 Program sapi unggulan berhasil dikembangkan. VIVA.co.id - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bekerjasa...