Friday, July 01, 2005

Mencegah Penularan, Strategi Efektif Atasi AIDS : OPINI

Dr Andi Utama, Peneliti Puslit Bioteknologi LIPI; Postdoctoral Fellow of Japan Society for Promotion of Science, National Institute of Infectious Diseases, Jepang.

AIDS (acquired immunodeficiency syndrome) adalah penyakit global yang menjadi masalah di seluruh dunia. Dalam rangka memperingati Hari AIDS Sedunia yang jatuh pada 1 Desember, WHO melancarkan program The 3 by 5 Initiative dengan tujuan untuk menyuplai obat antiretroviral (ARV) kepada tiga juta pasien AIDS di negara berkembang menjelang tahun 2005.

Program ini dilakukan untuk memberantas penyakit AIDS yang disebabkan oleh infeksi virus HIV (human immunodeficiency virus), yang jumlahnya kian hari terus bertambah. Menurut laporan WHO pada Desember 2002, lebih dari 20 juta jiwa telah meninggal karena AIDS. Dan sekarang diperkirakan penderita AIDS berjumlah lebih dari 42 juta. Jumlah ini terus bertambah dengan kecepatan 15.000 pasien per hari. Jumlah pasien di kawasan Asia Selatan dan Asia Tenggara diperkirakan sekitar 5,6 juta.

Di Indonesia sendiri, berdasarkan data Ditjen PPM & PLP Depkes, sampai dengan November 2003 dilaporkan bahwa jumlah pasien AIDS dan pengidap HIV adalah 3.924 orang. Dalam jangka tiga bulan terakhir (Juli-September 2003) telah dilaporkan tambahan 151 kasus AIDS dan 126 pengidap infeksi HIV. Ini membuktikan bahwa kalau tidak dilakukan tindakan pencegahan dari dini, kasus AIDS/HIV akan menjadi masalah besar di Indonesia pada masa yang akan datang.

Terapi AIDS/HIV

Terapi AIDS/HIV saat ini adalah terapi kimia (chemotherapy) yang menggunakan obat ARV yang berfungsi menekan perkembangbiakan virus HIV. Obat ini adalah inhibitor dari enzim yang diperlukan untuk replikasi virus seperti reverse transcriptase (RT) dan protease. Inhibitor RT ini terdiri dari inhibitor dengan senyawa dasar nukleosid (nucleoside-based inhibitor) dan nonnukleosid (nonnucleoside-based inhibitor).

Di antara nucleoside-based inhibitor RT adalah AZT (zidovudine), ddI (didanosine), ddC (zalcitabine), 3TC (lamivudine), d4T (stavudine
), dan lain-lain. Nevirapine dan efavirenz adalah nama obat ARV berupa inhibitor protease.
Sementara itu, inhibitor protease yang sampai saat ini terdaftar resmi di USA Food and Drug Administration (FDA) adalah amprenavir (Agenerase), indinavir (Crixivan), lopinavir/ritonavir (Kaletra), ritonavir (Norvir), saquinavir (Fortovase), and nelfinavir (Viracept).

Terapi menggunakan obat AZV ini umumnya tidak dilakukan dengan satu jenis obat saja, tapi dengan kombinasi berbagai macam obat. Hal ini disebabkan karena pemakaian obat tunggal tidak menyembuhkan dan bisa memicu munculnya virus yang resisten terhadap obat tersebut.
Pemakaian obat kombinasi menjadi standar pengobatan AIDS saat ini. Strategi ini disebut highly active antiretroviral threrapy (HAART). Dengan HAART ini, biasanya direkomendasikan untuk menggunakan protease inhibitor dengan minimal dua jenis obat lainnya. Walaupun demikian, cara ini juga masih belum efektif dan masih mengakibatkan munculnya virus yang resisten.

Walaupun demikian, upaya penemuan obat baru tetap dilakukan. Seiring dengan itu, juga dilakukan usaha untuk pengembangan vaksin terhadap virus HIV. Di antaranya yang cukup memberi harapan adalah kandidat vaksin dari rekombinant protein gp120 (protein selaput envelope protein virus HIV). Kandidat vaksin ini dikembangkan oleh VaxGen Inc, perusahaan yang bergerak di bidang produk biologi untuk penyakit menular yang berpusat di Australia.
Namun sayang sekali, kandidat vaksin yang bernama AIDSVAX ini tidak terbukti efektif pada pengujian klinis fase-3, yaitu fase pengujian skala besar terhadap ketahanan manusia terhadap serangan virus HIV.

Kendala pengobatan AIDS/HIV

Sulitnya penemuan obat atau vaksin virus HIV ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain tingginya tingkat mutasi virus ini. Terjadinya mutasi ini menyebabkan virus mudah berubah bentuk dan sifat sehingga resisten terhadap obat. Jika obat yang dipakai adalah inhibitor terhadap enzim transcriptase seperti AZT (zinovudine, misalnya), terjadinya mutasi yang signifikan pada gen transcriptase akan membuat AZT tidak akan berfungsi lagi.
Biasanya hal ini bisa diatasi dengan menggunakan obat kombinasi. Tapi tindakan ini tidak mempan terhadap virus HIV disebabkan tingkat mutasinya yang tinggi. Baru-baru ini, salah satu studi terhadap 80 orang pasien yang diberi obat tripel zidovudine, lamivudine, dan nevirapine memperlihatkan bahwa 61% di antaranya ditemukan mutasi yang membuat virus resisten terhadap obat ini (Re et al, 2003).

Selain itu, virus HIV juga melakukan proses rekombinasi (penyilangan gen) dengan virus HIV yang berbeda tipe. Ini lebih menyebabkan lagi virus HIV bisa berubah menjadi bermacam-macam bentuk dan sifat. Karena biasanya obat yang dirancang hanya ditargetkan untuk virus tertentu, maka berubahnya virus akan menyebabkan obat yang dirancang tidak berfungsi lagi. Analisis virus HIV yang diisolasi dari pasien yang diberi obat inhibitor protease membuktikan bahwa rekombinasi virus menyebabkan resistennya virus terhadap protease inhibitor (Penn et al, 2001). Liciknya, virus ini hanya mengubah diri untuk menjadi resisten terhadap obat, tanpa mengurangi sifat patogennya.

Penularan AIDS dan gaya hidup

Virus HIV biasanya hidup dan berkembang biak pada sel darah putih manusia, yang erat hubungannya dengan sistem daya tahan tubuh manusia karena merupakan sumber antibodi. Jadi, HIV akan berada pada cairan tubuh yang mengandung sel darah putih, seperti darah, cairan plasenta, cairan sperma, cairan vagina, cairan sumsum tulang, air susu ibu, dan cairan otak.

Karena itu, maka penularan HIV akan berlangsung pada saat terjadi pencampuran cairan tubuh yang mengandung virus HIV. Pencampuran tersebut bisa terjadi melalui berbagai perilaku. Di antaranya adalah hubungan seks dengan pasangan pengidap HIV, suntikan jarum yang tercemar virus HIV, transfusi darah yang mengandung HIV, dan kelahiran dari ibu yang mengidap HIV.

Dari sini jelas bahwa hubungan seks merupakan faktor utama penyebab penyebaran AIDS. Artinya, penyebaran AIDS sangat dipengaruhi oleh gaya hidup suatu masyarakat, seperti pergaulan pria dan wanita yang bebas, kenakalan remaja yang cenderung menggunakan NAPZA, atau perilaku homoseksual. Dengan kata lain, semakin banyak hal-hal di atas ditemukan dalam masyarakat, kecepatan penyebaran virus HIV akan semakin tinggi.
Pencegahan penularan menjadi kunci

Karena kita tahu bahwa sampai saat ini tidak ada obat yang efektif untuk penyakit AIDS/HIV ini, seharusnyalah kita sadar bahwa upaya efektif yang bisa kita lakukan untuk mengantisipasi masalah ini adalah pencegahan. Dengan menghindari penyebaran virus HIV, dengan cara menjauhi gaya hidup yang menyebabkan penyebaran HIV, masalah ini akan bisa diatasi. Sebaliknya jika kita lalai dan tidak acuh terhadap perilaku yang menularkan virus HIV, masalah ini tidak akan bisa diatasi.

Dalam rangka memberantas AIDS/HIV di Indonesia, pada Maret 2003, Depkes telah mengeluarkan buku Strategi Nasional Penanggulangan HIV/AIDS Tahun 2003-2007. Di dalam buku tersebut ditetapkan untuk mencapai target di atas ada enam area yang diprioritaskan, yaitu pencegahan HIV/AIDS, perawatan, pengobatan dan dukungan terhadap orang HIV/AIDS, surveilans HIV/AIDS dan infeksi menular seksual, kegiatan penelitian, lingkungan yang kondusif, koordinasi multipihak, serta penanggulangan berkesinambungan.
Dari sini jelas sekali bahwa pencegahan merupakan hal yang utama. Tentu saja hal ini tidak mudah dilaksanakan karena kurangnya pengetahuan masyarakat tentang AIDS/HIV itu sendiri. Pengetahuan tersebut meliputi bahaya AIDS, bagaimana penularannya, serta bagaimana pecegahannya. Begitu juga kesadaran yang masih kurang. Karena itu, untuk melaksanakan pencegahan ini pun memerlukan kerja sama berbagai pihak, mulai dari tingkat individu sampai pada tingkat pemerintahan.

Apa yang direncanakan oleh Forum Parlemen Indonesia untuk Kependudukan dan Pembangunan, untuk menggalang komitmen politik dari anggotanya di pusat maupun daerah guna mencegah meluasnya HIV/AIDS melalui kebijakan serta peraturan yang terpadu, merupakan salah satu usaha yang efektif (Media Indonesia, 1/12/2003). Dengan memperingati Hari AIDS Sedunia ini, marilah kita sama-sama berusaha agar penyakit AIDS/HIV ini tidak semakin menyebar di negara kita.***

No comments:

Tiga Tahun Lagi, Indonesia Yakin Lepas dari Impor Sapi

Jumat, 8 Januari 2016 Program sapi unggulan berhasil dikembangkan. VIVA.co.id - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bekerjasa...