Jakarta, Kompas - Peneliti di Pusat Penelitian Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Dr Puspita Lisdiyanti, meraih penghargaan dari Perhimpunan Kultur Koleksi se-Jepang (Japan Society for Culture Collection / JSCC) atas penelitiannya mengenai bakteri asam asetat. Ia merupakan peneliti non-Jepang pertama, sekaligus perempuan kedua yang berhasil meraih penghargaan tersebut.
Puspita berhasil menyisihkan empat kandidat calon pemenang yang semuanya berasal dari Jepang. Akan tetapi, penelitian terobosan yang dilakukannya lebih menarik perhatian juri.
Penghargaan diberikan bersamaan dengan pertemuan tahunan yang ke-11 JSCC dan pertemuan empat tahunan International Congress Culture Collections (ICCC) di Jepang, Oktober 2004.
Penelitiannya sejak pertengahan tahun 1990-an tentang Sistematika dan Diversitas Bakteri Asam Asetat dari Asia Tenggara, dinilai JSCC membuka tabir keragaman mikroba di kawasan Asia Tenggara, yang selama ini belum terbukti secara ilmiah. Penelitian berbekal 300 isolat bakteri asam asetat dari Indonesia, Thailand, dan Filipina, yang sebelumnya tidak pernah diteliti.
Puspita juga berhasil menemukan spesies baru pada genus Acetobacter. Dalam penelitian pada genus ini, ia harus bersaing dengan tim mikrobiologi dari Universitas Gent, Belgia, dengan tema penelitian serupa.
"Ini prestasi membanggakan," kata Deputi Ilmu Pengetahuan Hayati LIPI Dr Endang Sukara kepada wartawan di Puslit Bioteknologi LIPI, Cibinong, Bogor, Jumat (10/12).
Kelima spesies tersebut telah diberi nama khas Indonesia, seperti Acetobacter cibinongensis, Acetobacter indonesiensis, Acetobacter syzygii (dari buah sirsak), Acetobacter tropicalis, dan Acetobacter orientalis. Puspita, yang selama 7,5 tahun tinggal di Jepang dalam rangka belajar hingga jenjang post-doctoral dalam bidang mikrobiologi, juga menemukan Kozakia balliensis (dari Bali).
Nama-nama tersebut sudah divalidasi dan dipublikasikan dalam jurnal ilmiah internasional sejak tahun 2000, di antaranya International Journal of Systematic and Evolutionary of Microbiology dan Journal of General and Apllied Microbiology.
Bakteri asam asetat, kata Puspita, dikenal sebagai bakteri yang penting untuk industri, selain dapat digunakan untuk membuat nata de coco dan asam cuka, bakteri ini dapat menjadi perantara penting pada sintesa kimia vitamin C. "Dalam skala besar, bisa digunakan untuk pembuatan biofilm," kata ibu dua anak yang baru pulang dari Jepang itu.
Bakteri asam asetat banyak diisolasi dari daerah dingin atau subtropis, seperti Eropa dan Jepang dari minuman beralkohol, fermentasi cuka, anggur, dan beberapa jenis bunga dan buah. Di daerah tropis juga diteliti, tetapi tidak pernah dipublikasikan internasional.
Atas prestasinya, selama tiga tahun terhitung sejak tahun 2004 ini, Puspita memperoleh bantuan biaya penelitian tiga juta yen per tahun dari Institute of Fermentation Osaka (IFO). Bantuan khusus diberikan untuk penelitian.
Beberapa hasil penelitiannya juga diminati perusahaan-perusahaan di Jepang. (GSA)
Sumber : Kompas (11 Desember 2004)