Monday, May 16, 2005

Protein Tanpa Bentuk yang Menjaga Fungsi Otak

Kamis, 5 Mei 2005

kita mengontrol seluruh aktivitas tubuh termasukemosi, kecerdasan, dan menyimpan memori. Untuk itu,penyakit yang menyerang sel otak atau neuron (neurodegenerativedisease) seperti alzheimer, parkinson, dan Huntingtondan Creutzfeldt-Jakob (CJD) berakibat fatal karenamelumpuhkan fungsi kemanusiaan kita yang palingesensial itu.

Penelitian akhir- akhir ini menunjukkan bahwapenyakit-penyakit tersebut disebabkan olehprotein-protein tak berbentuk yang secara alamiah ada dalam sel itu namun berubahmenjadi patogen dengan menunjukkan bentuk/strukturnya.

Pemahaman kita terhadap protein selama ini menyatakanbahwa protein selalu harus memiliki bentuk aliasstruktur agar dapat berfungsi. Protein adalah rantai asam aminodengan panjang minimal 50-an asam amino yang melaluiproses pelipatan (folding) menemukan strukturnya yang unik.Keunikan yang dimaksud, dari 350 kemungkinan strukturyang ada (3 arah sumbu x, y, z dari 50 asam amino penyusun proteindengan ukuran terkecil), hanya satu yang dipilih.

Proses pelipatan ini demikian kompleks dan menyimpanbanyak misteri sehingga kemampuan untuk kita melakukanrekayasa terhadap protein masih terbatas. Tidak heran, salahsatu super komputer tercepat di dunia bernama BlueGene yang dibuat oleh IBM, khusus diperuntukkan buat melakukansimulasi bagaimana protein melipat.

Untuk mengurai kompleksitas struktur protein, ilmuwanmembagi struktur protein berdasar beberapa parameter.Menurut parameter hierarki dalam proses pelipatan, strukturprotein dibagi menjadi struktur primer yaitu sekuenasam aminonya; struktur sekunder yaitu struktur lokal sepertialfa-helix, beta-sheet, turn, dan random; strukturtersier yaitu struktur keseluruhan satu rantai protein; dan terakhirstruktur kuartener yaitu struktur keseluruhan proteinyang memiliki lebih dari satu rantai.

Pentingnya struktur dalam memahami fungsi protein yangsangat beragam mulai dari enzim, hormon, antibodi,reseptor, dan sebagainya tampak dari berbagai usaha penelitimengembangkan teknik untuk menganalisa dan melihatbentuk protein tersebut. Mulai dari teknik kristalografi sinar-X yangdikembangkan oleh Max Perutz dan John Kendrew(menerima Nobel Kimia 1962), teknik mikroskop elektron oleh Aaron Klug(Nobel Kimia 1982), teknik spektroskopi NMR (nuclearmagnetic resonance) oleh Kurt Wuthrich, dan teknik spektrometrimassa oleh Koichi Tanaka serta John Fenn (bertiga,bersama-sama menerima Nobel Kimia 2002).

Usaha menentukan struktur protein secara eksperimendirasa semakin penting sehingga pusat data koordinatstruktur protein yaitu Protein Data Bank menerima penambahandata yang terus bertambah secara eksponensial dandidirikannya konsorsium internasional penentuan struktur protein.Tidak mau kalah, para ilmuwan noneksperimen basah yang mengandalkan kekuatan komputer melakukan prediksi dansimulasi struktur protein yang dikompetisikan setiaptahun. Berbagai pusat data juga dibuat untukmengklasifikasikan protein berdasar strukturnyaseperti SCOP.

Di tengah ingar-bingarnya perhatian terhadappentingnya bentuk/struktur dalam memahami fungsiprotein itu, satu kejutan lahir dengan ditemukannya protein yang secaraalamiah tidak memiliki struktur yang tetap, alias takberbentuk. Stanley Prusiner, penerima Nobel Kedokteran 1997,menemukan bahwa protein bernama prion dalam kondisinormal tidak memiliki struktur yang jelas namun kemudian berubahmenjadi abnormal yang menyebabkan penyakit (bersifatpatogen) dengan membentuk struktur tertentu.

Prion ini menyebabkan penyakit CJD pada manusia dansapi gila/BSE pada sapi atau domba. Dimulai darikondisi normal tak berbentuk, sebagian dari rantai asam amino proteinitu melipat biasanya jadi struktur sekunderbeta-sheet, lalu mulai terjadi pengendapan/agregasi dalam bentuk serat(lihat gambar). Pengendapan yang intensif dalam selotak inilah yang akhirnya menyebabkan sel itu mati. (Gambar)

Mekanisme serupa telah ditemukan sebelumnya padaprotein beta-amyloid yang menyebabkan penyakitalzheimer. Dengan demikian, protein yang telah menjadi serat danmengendap itu dinamakan amyloid-like fibril (seratmirip amyloid). Setelah itu, penyakit kerusakan otak yang pentinglainnya diketahui disebabkan oleh mekanisme yang sama,misalnya protein alfa synuclein pada penyakit parkinson yangdiderita oleh petinju legendaris Muhammad Ali danaktor film Back to the Future, Michael J Fox serta protein Huntingtinpada penyakit huntington. Kehadiran protein-proteinjenis baru yang tak berbentuk ini menjadi penting dan menarikkarena semua berada dalam sel otak. Bagaimana fungsisebenarnya protein-protein itu masih belum diketahui dengan jelasseperti hasil eksperimen dengan tikus percobaan yangtelah dihilangkan gen penyandi protein prionnya tanpamemberikan efek fisiologis yang berarti. Akan tetapiyang jelas ketika "protein siluman yang tak berwajah" ini memperlihatkanbentuknya, terjadilah penyakit-penyakit yangmenakutkan seperti di atas.

Pengobatan

Sampai saat ini belum ada pengobatan yang mujarabuntuk penyakit-penyakit ini sehingga penderitanyaseperti harus pasrah saja menunggu maut sambil terus digerogotikemampuan otaknya. Walau demikian, para peneliti mulaimengembangkan obat hasil bioteknologi, pertama menggunakan antibodi.Seperti dilaporkan penulis (Mencari Obat Penyakit SapiGila, Kompas 23/01/04), pada tahun 2003 Cashman dari Kanadadan Hawke dari Inggris secara terpisah telah berhasilmemperoleh antibodi yang spesifik berikatan dengan protein prionabnormal. Menggunakan antibodi ini, interaksi antaraprotein normal dengan protein abnormal bisa dicegah sehinggaperkembangan penyakit bisa dihambat sampaidisembuhkan. Keberhasilan ini memberi inspirasi untuk mengobatipenyakit kerusakan otak lainnya dengan cara sama.

Bard dan Liu, masing-masing memublikasikan hasilpenelitiannya di jurnal Proc. Natl. Acad. Sci. USA(2003) dan Biochemistry (2004) mengenai pengembangan antibodiyang mengenali protein beta-amyloid penyebab alzheimeryang dapat mencegah pengendapan protein abnormal. Hasilpenelitian ini telah dicoba pada eksperimen invitro(di luar sel, terhadap protein saja) dan invivo (di dalam selseperti kondisi sesungguhnya). Untuk penyakithuntington, Heiser dan Lecerf telah memublikasikan hasil penelitian merekamengenai pengembangan antibodi yang dapat menghambatagregasi protein Huntingtin. Heiser mendapatkan antibodi yangdiberi nama 1C2 yang berikatan dengan sekuen polyQdari protein Huntingtin. Sementara Heiser memperoleh antibodi C4yang mengenali sekuen nomor 1-17 protein Huntingtin.Terakhir, protein alfa synuclein penyebab penyakit parkinsontelah coba dihalangi pengendapannya dengan antibodioleh Emadi tahun 2004. Antibodi yang dikembangkan mengenali dualokasi sekaligus dalam protein alfa synuclein, yaitusekuen nomor 27-37 dan nomor 101-111.

Pembuatan antibodi tidak mudah dan memerlukan biayatinggi sehingga harga produknya menjadi mahal, hal inimendorong dikembangkannya bentuk pengobatan kedua denganbioteknologi. Prof Koji Sode dari Tokyo University ofAgriculture and Technology, tempat penulis dulu menimba ilmu,menggunakan teknik rekayasa protein telah berhasilmembuat protein alfa synuclein versi mutan yang memiliki sifat pengendapandan pembentukan serat, jauh lebih kecil daripadaaslinya. Ketika protein mutan ini dicampur dengan protein asli,pembentukan serat menurun dramatis sampai 10 persendari kontrol tanpa pencampuran protein mutan yang mencapai 100 persen.Diperkirakan, interaksi antara protein mutan danprotein normal itu mencegah terjadinya pengendapan yang berlanjutpada pembentukan serat, sebagaimana mekanismepencegahan oleh antibodi.

Penulis : Arief B Witarto (Puslit Bioteknologi LIPI)
Sumber : Kompas (3 Mei 2005)

No comments:

Tiga Tahun Lagi, Indonesia Yakin Lepas dari Impor Sapi

Jumat, 8 Januari 2016 Program sapi unggulan berhasil dikembangkan. VIVA.co.id - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bekerjasa...