Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) akan mengembangkan konsep indikator bioteknologi untuk memacu pertumbuhan bidang ilmu itu. Deddy Setiapermana, Kepala Pusat Penelitian Perkembangan Iptek (PAPPIPTEK) LIPI, menyatakan bahwa bioteknologi merupakan teknologi yang memiliki banyak kontribusi terhadap sektor prioritas, yaitu makanan dan kesehatan.
"Pada masa datang, bioteknologi diperkirakan bakal menjadi industri yang berkembang pesat," kata Deddy di Jakarta kemarin. "Mau tak mau negara seperti Indonesia akan bergerak dari industri padat karya menjadi teknologi intensif, seperti Jepang dan Korea Selatan."
Sampai saat ini, Deddy mengakui LIPI belum memiliki indikator pengembangan bioteknologi karena sejak 1990-an pengembangan indikator ilmu pengetahuan dan teknologi di Tanah Air mengalami pasang surut. Setelah sempat menelurkan indikator tersebut pada 1993, program ini sempat mandek. Tak ada pengambil kebijakan yang serius mengembangkan konsep itu sampai 2003. "Kami sempat mengalami masa vakum," katanya.
Diharapkan, pada akhir 2008, LIPI telah memiliki potret yang lebih baik tentang sektor bioteknologi. Indikator itu akan memberikan gambaran tentang kondisi industri, pasar, serta prioritas program bioteknologi di Indonesia sehingga mempermudah penentu kebijakan mengambil keputusan.
Peneliti PAPPIPTEK, Yan Rianto, mengatakan Indonesia memiliki potensi besar di bidang bioteknologi yang belum dieksplorasi. Dia menunjukkan bahwa kekayaan alam hayati Indonesia mencapai lebih dari 1 juta jenis tumbuhan, hewan, dan jasad renik. "Kekayaan sebesar itu baru 10 persen yang diteliti dan hanya 2,5 persen sudah dimanfaatkan untuk berbagai keperluan," ujar Yan dalam seminar "Indikator Iptek Indonesia" di Widya Graha LIPI.
Yan menyatakan Indonesia mengalami ketertinggalan dibandingkan dengan negara tetangga, seperti Malaysia, Thailand, dan Filipina. "Banyak data sektor bioteknologi yang kosong," ujarnya. "Itu kesulitan kami dalam mengumpulkan dan mengolah data karena tercecer di mana-mana dan tidak tersusun."
Sumber : Koran Tempo (13 September 2007)
Monday, October 29, 2007
BIOTEKNOLOGI BERPELUANG : BISA BERSAING SECARA GLOBAL
Industri bioteknologi berpeluang paling besar untuk bersaing secara global karena Indonesia memiliki sumber daya genetik yang berlimpah। Hal ini ditekankan Iskandar Alisjahbana (76) saat menerima Penghargaan Sarwono Prawirohardjo dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Rabu (22/8).Industri bioteknologi berpeluang paling besar untuk bersaing secara global karena Indonesia memiliki sumber daya genetik yang berlimpah। Hal ini ditekankan Iskandar Alisjahbana (76) saat menerima Penghargaan Sarwono Prawirohardjo dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Rabu (22/8). Penghargaan ilmiah tertinggi dalam rangka peringatan 40 tahun Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) kepada Iskandar itu didasarkan atas prestasinya di bidang inovasi teknologi telekomunikasi. Iskandar sejak tahun 1968 merintis pengembangan teknologi satelit komunikasi. Ia berhasil membangun Sistem Komunikasi Satelit Domestik (SKSD) Palapa. Selain Iskandar, LIPI juga menganugerahkan penghargaan yang sama kepada Emil Salim (77) atas dasar prakarsa pelestarian lingkungan hidup dengan pembangunan berkelanjutan. Dalam pidatonya, Emil Salim menekankan peranan tokoh-tokoh LIPI, dimulai dari almarhum Sarwono Prawirohardjo sebagai Kepala LIPI pertama, kemudian Aprilani Sugiarto, Otto Soemarwoto, John A Katili, hingga Setiyarti Sastrapradja. Mereka berjasa memberikan berbagai pemahaman ekologi kepada Emil Salim. Iskandar mengatakan, "Saya menganjurkan supaya LIPI lebih banyak memusatkan perhatian pada kemungkinan dan kesempatan besar pada industri-industri bioteknologi baru yang dapat didirikan di Indonesia. Ini karena berlimpahnya genetic resource di Indonesia." Tidak boleh mengeluh Kepala LIPI Umar Anggara Jenie mengatakan, kalangan peneliti tidak boleh mengeluh akan adanya keterbatasan anggaran penelitian dari pemerintah. Pemecahan masalah ini harus terus dicari, di antaranya dengan mengembangkan kerja sama penelitian dengan pihak luar negeri. Pada kesempatan itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam orasi ilmiahnya menyampaikan, para peneliti dapat mengembangkan usaha dari hasil- hasil penelitian. "Saat ini masih sangat sulit untuk mendapatkan anggaran riset teknologi. Kebijakan pada politik anggaran masih dilarang untuk mengambil dana dari luar," kata Mulyani. Dia mengakui, anggaran riset LIPI tahun ini termasuk banyak yang dipotong pemerintah. Namun, keinginan untuk mewujudkan komunitas-komunitas ilmiah sudah terpenuhi sumber-sumbernya. Dia mengakui, anggaran riset LIPI tahun ini termasuk banyak yang dipotong pemerintah. Namun, keinginan untuk mewujudkan komunitas-komunitas ilmiah sudah terpenuhi sumber-sumbernya. Tidak boleh mengeluh Iskandar menegaskan, lembaga penelitian, seperti LIPI dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) serta perguruan tinggi, harus meninggalkan filsafat "menara gading". "Filsafat menara gading itu adalah melakukan penelitian demi penelitian saja, terpisah dari masyarakat. Perguruan tinggi dan lembaga penelitian itu harus bisa memberikan sesuatu kepada masyarakat. "Penelitian itu harus dapat digunakan masyarakat, bisa dibuat secara industri," tegasnya. Dia menekankan pentingnya inkubator bagi peneliti LIPI patut didirikan untuk menunjang bantuan hukum, modal awal, dan cara-cara bisnis menuju persaingan global. Inkubator adalah tempat pembinaan industri mula. Dia menambahkan, untuk menghubungkan kegiatan penelitian dan industri, pemerintah perlu membuat regulasi. Sumber : Kompas (23 Agustus 2007)
Subscribe to:
Posts (Atom)
Tiga Tahun Lagi, Indonesia Yakin Lepas dari Impor Sapi
Jumat, 8 Januari 2016 Program sapi unggulan berhasil dikembangkan. VIVA.co.id - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bekerjasa...
-
Minggu, 6 Desember 2015 11:29 WIB | 7.064 Views Buah persik. (Pixabay/Hans) Kunming (ANTARA News) - Penelitian fosil biji persik men...
-
MEDAN, JUMAT - Peneliti Universitas Sumatera Utara, Basuki Wirjosentono, mengenalkan plastik ramah berbahan hasil samping minyak sawit menta...
-
Oleh Cardiyan HIS Kalah dalam kuantiti publikasi di jurnal tetapi menang dalam kualiti publikasi. Tanya kenapa? Karena ITB yang merupakan re...