JAKARTA, RABU — Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mulai melakukan riset fotobioreaktor yang menggunakan plankton untuk menyerap karbon (CO2) dari udara. Teknologi tersebut akan dipakai sebagai upaya pengurangan gas rumah kaca (GRK) yang menjadi biang pemanasan global.
"Plankton mampu menyerap karbon, karena itu kita perlu membudidayakan plankton," kata Direktur Pusat Teknologi Lingkungan BPPT Kardono PhD seusai seminar "Perubahan Iklim (Global Warming): Isu Internasional, Kebijakan Pemerintah Indonesia dan Peran BPPT" di Jakarta, Selasa (19/8).
Plankton, katanya, selain menyerap karbon juga bisa dibudidayakan menjadi bahan bakar nabati (biofuel) dengan memasukkannya ke dalam cerobong asap pabrik, tempat pembuangan karbon. Setelah jenuh CO2, plankton tersebut dipanen. Ia menambahkan, uji coba plankton sebagai penyerap karbon di dunia masih dalam skala riset di laboratorium, tapi Jerman sudah melakukan riset skala pilot project.
BPPT juga sedang membuat neraca GRK dengan mencari dan membuat metode penghitungan penyerapan karbon, baik oleh hutan maupun laut. Dengan ini dapat dihitung berapa emisi udara yang dikeluarkan secara total nasional dan berapa yang diserap oleh sumber daya nasional yang ada.
"Kita hitung juga dari sektor energi, dari transportasi, industri, pertanian, dan limbah. Ini penting untuk hitung-hitungan skema Mekanisme Pembangunan Bersih (CDM) dan REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation) yang disetujui dalam Bali Roadmap, dana adaptasi, dan alih teknologi," katanya.
Namun, elaborasi dari Bali Roadmap masih akan dibahas pada Conference of Parties (COP) ke-14 United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) di Polandia, sedangkan perjanjian perubahan iklim pasca-2012 masih akan dilakukan di COP ke-15 di Denmark pada 2009.
Plt Kepala BPPT Wahono Sumaryono dalam pidato kuncinya mengatakan, dari penelitian yang dilakukan di beberapa lokasi, kenaikan muka air laut Indonesia sudah mencapai 8 mm per tahun. Bila upaya pengurangan emisi gas rumah kaca tidak dilakukan, diperkirakan kenaikan muka air laut bisa mencapai 60 cm pada tahun 2070.
"Indonesia perlu membuat analisis komprehensif dan rinci soal kebutuhan teknologi yang mempunyai potensi besar menurunkan emisi CO2 dan dalam adaptasi terhadap dampak perubahan iklim karena Indonesia merupakan negara kepulauan dan memiliki daerah pantai yang panjang yang rentan perubahan iklim dan harus diprioritaskan UNFCCC," katanya.
WAH
Sumber : Antara
www.kompas.com
"Plankton mampu menyerap karbon, karena itu kita perlu membudidayakan plankton," kata Direktur Pusat Teknologi Lingkungan BPPT Kardono PhD seusai seminar "Perubahan Iklim (Global Warming): Isu Internasional, Kebijakan Pemerintah Indonesia dan Peran BPPT" di Jakarta, Selasa (19/8).
Plankton, katanya, selain menyerap karbon juga bisa dibudidayakan menjadi bahan bakar nabati (biofuel) dengan memasukkannya ke dalam cerobong asap pabrik, tempat pembuangan karbon. Setelah jenuh CO2, plankton tersebut dipanen. Ia menambahkan, uji coba plankton sebagai penyerap karbon di dunia masih dalam skala riset di laboratorium, tapi Jerman sudah melakukan riset skala pilot project.
BPPT juga sedang membuat neraca GRK dengan mencari dan membuat metode penghitungan penyerapan karbon, baik oleh hutan maupun laut. Dengan ini dapat dihitung berapa emisi udara yang dikeluarkan secara total nasional dan berapa yang diserap oleh sumber daya nasional yang ada.
"Kita hitung juga dari sektor energi, dari transportasi, industri, pertanian, dan limbah. Ini penting untuk hitung-hitungan skema Mekanisme Pembangunan Bersih (CDM) dan REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation) yang disetujui dalam Bali Roadmap, dana adaptasi, dan alih teknologi," katanya.
Namun, elaborasi dari Bali Roadmap masih akan dibahas pada Conference of Parties (COP) ke-14 United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) di Polandia, sedangkan perjanjian perubahan iklim pasca-2012 masih akan dilakukan di COP ke-15 di Denmark pada 2009.
Plt Kepala BPPT Wahono Sumaryono dalam pidato kuncinya mengatakan, dari penelitian yang dilakukan di beberapa lokasi, kenaikan muka air laut Indonesia sudah mencapai 8 mm per tahun. Bila upaya pengurangan emisi gas rumah kaca tidak dilakukan, diperkirakan kenaikan muka air laut bisa mencapai 60 cm pada tahun 2070.
"Indonesia perlu membuat analisis komprehensif dan rinci soal kebutuhan teknologi yang mempunyai potensi besar menurunkan emisi CO2 dan dalam adaptasi terhadap dampak perubahan iklim karena Indonesia merupakan negara kepulauan dan memiliki daerah pantai yang panjang yang rentan perubahan iklim dan harus diprioritaskan UNFCCC," katanya.
WAH
Sumber : Antara
www.kompas.com
No comments:
Post a Comment