Pencemaran limbah minyak yang kerap dilakukan oleh berbagai tanker di laut, ternyata bisa diuraikan oleh mikrobakteri yang hidup bebas di laut. Dalam kurun waktu tiga tahun penelitian, telah ditemukan 182 spesies dan 53 genus baru di tiga wilayah perairan Indonesia yang menjadi rute utama kapal tanker, yaitu Selat Malaka, Selat Sunda, dan Selat Lombok.
Pencemaran limbah minyak yang kerap dilakukan oleh berbagai tanker di laut, ternyata bisa diuraikan oleh mikrobakteri yang hidup bebas di laut. Dalam kurun waktu tiga tahun penelitian, telah ditemukan 182 spesies dan 53 genus baru di tiga wilayah perairan Indonesia yang menjadi rute utama kapal tanker, yaitu Selat Malaka, Selat Sunda, dan Selat Lombok.
Pencemaran limbah minyak yang kerap dilakukan oleh berbagai tanker di laut, ternyata bisa diuraikan oleh mikrobakteri yang hidup bebas di laut. Dalam kurun waktu tiga tahun penelitian, telah ditemukan 182 spesies dan 53 genus baru di tiga wilayah perairan Indonesia yang menjadi rute utama kapal tanker, yaitu Selat Malaka, Selat Sunda, dan Selat Lombok.
Mikrobakteri yang hidup bebas di laut bisa digunakan untuk mengurai minyak di laut lebih cepat. Hal itu merupakan hasil penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dengan National Institute of Technology and Evaluation (NITE) Jepang yang bertajuk Diseminasi Hasil Penelitian LIPI-NITE Jepang, Conservation and Sustainable Use of Microbial Resources, di Jakarta, Selasa (10/2).
Menurut Peneliti Pusat Penelitian Biologi LIPI Yantyati Widyastuti, penelitian itu penting, karena disadari bahwa wilayah laut di Indonesia sering dicemari oleh tanker-tanker minyak yang membawa minyak mentah dari kawasan Timur Tengah ke negara-negara Asia Timur, "Nama prosesnya bioremediasi, artinya mengeliminasi polutan dengan proses biologi. Ini sudah ada dari dulu. Cuma proses biodegradasi, Indonesia belum punya," ujarnya.
Proses biodegradasi adalah penguraian minyak di laut dengan material biologi, salah satunya dengan bakteri. Dia menjelaskan, daripada memikirkan berbagai bahan dengan kandungan zat kimia untuk membersihkan laut dan akhirnya malah kembali mencemarkan, lebih baik Indonesia memanfaatkan bakteri. [W-12]
Sumber : Suara Pembaruan (12 Februari 2009)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Tiga Tahun Lagi, Indonesia Yakin Lepas dari Impor Sapi
Jumat, 8 Januari 2016 Program sapi unggulan berhasil dikembangkan. VIVA.co.id - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bekerjasa...
-
Minggu, 6 Desember 2015 11:29 WIB | 7.064 Views Buah persik. (Pixabay/Hans) Kunming (ANTARA News) - Penelitian fosil biji persik men...
-
MEDAN, JUMAT - Peneliti Universitas Sumatera Utara, Basuki Wirjosentono, mengenalkan plastik ramah berbahan hasil samping minyak sawit menta...
-
Oleh Cardiyan HIS Kalah dalam kuantiti publikasi di jurnal tetapi menang dalam kualiti publikasi. Tanya kenapa? Karena ITB yang merupakan re...
No comments:
Post a Comment