JAKARTA, KOMPAS.com - Pengetahuan lokal etnomedisin,
yakni pengobatan tradisional berbasis komunitas yang tersebar pada 1.158
etnis, disurvei secara nasional. Tujuannya untuk memperoleh data
tumbuhan obat, ramuan jamu, dan kearifan lokal masyarakat dalam
pemanfaatan sehari-hari.
”Data etnomedisin yang ada saat ini sedikit dan berserakan di sejumlah lembaga riset. Saya merisaukan, negara lain yang justru memanfaatkan untuk kepentingan industri mereka,” kata Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi dalam penandatanganan nota kesepahaman Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan dengan 21 rektor perguruan tinggi untuk riset khusus eksplorasi pengetahuan lokal etnomedisin berbasis komunitas, Senin (15/10/2012), di Jakarta.
”Data etnomedisin yang ada saat ini sedikit dan berserakan di sejumlah lembaga riset. Saya merisaukan, negara lain yang justru memanfaatkan untuk kepentingan industri mereka,” kata Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi dalam penandatanganan nota kesepahaman Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan dengan 21 rektor perguruan tinggi untuk riset khusus eksplorasi pengetahuan lokal etnomedisin berbasis komunitas, Senin (15/10/2012), di Jakarta.
Nafsiah
belum menetapkan target penyelesaian Survei Nasional Eksplorasi
Pengetahuan Lokal Etnofarmakologi dan Tumbuhan Obat itu. ”Ada ribuan
etnomedisin yang belum didata, mungkin perlu 10 tahun untuk mendata,”
ujarnya.
Rektor Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Syamsul Rizal dalam sambutan mewakili rektor lain menyampaikan, Menkes harus menetapkan target dan pembagian bidang yang diriset setiap perguruan tinggi. Komitmen bersama harus diwujudkan, terutama untuk menurunkan impor bahan baku obat, yang bisa diatasi dengan kegiatan riset dari tanaman obat yang ada.
”Ginseng dari Korea bisa berada di seluruh dunia. Mengapa Indonesia dengan ribuan tanaman obat tidak bisa menghasilkan produk yang bisa seperti ginseng Korea,” kata Syamsul.
Nafsiah mengatakan, pemanfaatan etnomedisin sejalan dengan upaya promotif dan preventif sebagai paradigma sehat. Berdasarkan sensus tahun 2007, sebanyak 28,15 persen penduduk mengeluh sakit dalam sebulan.
”Penduduk yang sehat harus dijaga agar tidak menjadi sakit dan tetap produktif. Upaya preventif bisa dengan mengonsumsi jamu,” ujar Nafsiah.
Tantangan dihadapi dalam menjalankan survei nasional etnomedisin, antara lain pengalihan fungsi hutan sehingga banyak tanaman obat punah
Rektor Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, Syamsul Rizal dalam sambutan mewakili rektor lain menyampaikan, Menkes harus menetapkan target dan pembagian bidang yang diriset setiap perguruan tinggi. Komitmen bersama harus diwujudkan, terutama untuk menurunkan impor bahan baku obat, yang bisa diatasi dengan kegiatan riset dari tanaman obat yang ada.
”Ginseng dari Korea bisa berada di seluruh dunia. Mengapa Indonesia dengan ribuan tanaman obat tidak bisa menghasilkan produk yang bisa seperti ginseng Korea,” kata Syamsul.
Nafsiah mengatakan, pemanfaatan etnomedisin sejalan dengan upaya promotif dan preventif sebagai paradigma sehat. Berdasarkan sensus tahun 2007, sebanyak 28,15 persen penduduk mengeluh sakit dalam sebulan.
”Penduduk yang sehat harus dijaga agar tidak menjadi sakit dan tetap produktif. Upaya preventif bisa dengan mengonsumsi jamu,” ujar Nafsiah.
Tantangan dihadapi dalam menjalankan survei nasional etnomedisin, antara lain pengalihan fungsi hutan sehingga banyak tanaman obat punah
Sumber :
Kompas Cetak
Sumber: http://sains.kompas.com/read/2012/10/16/17175097/Pengetahuan.Pengobatan.Lokal.Disurvei.
baca juga : http://www.biotek.lipi.go.id/index.php/component/content/article/129-sumber-lainnya/733-panduan-survival-prajurit-di-lapangan
http://www.warintek.ristek.go.id/
baca juga : http://www.biotek.lipi.go.id/index.php/component/content/article/129-sumber-lainnya/733-panduan-survival-prajurit-di-lapangan
http://www.warintek.ristek.go.id/
No comments:
Post a Comment