Bisnis Indonesia (14 Juni 2005)
Di era teknologi informasi dan komunikasi (informationand communication technology/ICT) saat ini, produk ICTtelah merambah ke seluruh belahan dunia, lapisan masyarakatdan berbagai sektor kehidupan. Tidak heran ICT tidaksaja menjadi industri raksasa tapi juga menciptakangelombang ekonomi baru.
Dari sekian banyak teknologi yang terus berkembangpesat di dunia, pilihan teknologi yang punya kemampuansama dengan ICT untuk merevolusi kehidupan manusia, membentukindustri raksasa dan menciptakan gelombang ekonomibaru, adalah bioteknologi. "Next great entrepreneural wave",demikian ramalan majalah bisnis Amerika, the RedHerring (The Business of Technology) beberapa tahun yang lalu.
Era bioteknologi mulai berkembang tahun 1970-andimulai dengan pemanfaatan bioteknologi untuk industri farmasi. Teknologi DNA rekombinan yang dikembangkan, digunakanuntuk memproduksi protein rekombinan yang sangat penting untuk kedokteran seperti insulin, hormon pertumbuhan, dll.Setelah melewati fase awal pembuatan protein rekombinan, bioindustri farmasi berkembang ke arah pembuatanantibodi dari yang poliklonal sampai monoklonal denganteknologi yang diawali dari hibridoma sampai rekayasa antibodi.
Antibodi ini memperluas jangkauan aplikasi bioindustri farmasi dari terapi ke diagnostik. Selanjutnya fase ketiga yang sedang dilalui sekarang menginjak ke teknologi kloningyang memperluas sekaligus memperdalam teknologi rekayasa jaringan yang awalnya dikembangkan untuk pemenuhan transplantasi jaringan/organ saja. Teknologi kloningterdiri dari 3 teknologi utama yaitu teknologi sel tunas, teknologitransfer inti sel dan teknologi telomere.
Dari uraian di atas, memang nampak walau bioteknologidapat diaplikasikan ke berbagai sektor kehidupan,bioindustri farmasi adalah yang paling banyak mendapatkan manfaatnya, baru disusul pertanian dan lingkungan,seperti diungkapkan oleh Cynthia Robbins-Roth (2000) dalam bukunya "FromAlchemy to IPO: The Business of Biotechnology".Bioindustri memang belum dirasakan merambah ke seluruh aspekkehidupan manusia seperti ICT, tapi dalam sektorkedokteran pengaruhnya semakin besar dan penting.
Penderita diabetes sekarang bisa hidup seperti manusia normal berkat insulin rekombinan dan alat pengukur gula darah yang menggunakan enzim rekombinan glukosadehidrogenase. Penderita kanker semakin panjang harapan hidupnya berkat erythropoietin rekombinan, growth colony stimulating factor rekombinan yang memacu pertumbuhan sel-sel darah setelah kemo dan radioterapi.
Bahkan dengan teknologi rekayasa antibodi, beberapajenis kanker telah dapat disembuhkan total tanpa efek samping sedikit pun, dicegah dengan vaksin kanker atau dilambatkan pertumbuhannya menjadi semacam penyakitmenahun saja yang tidak mematikan.
Mampukah bersaing?
Indonesia yang dikenal sebagai negara kaya sumber dayaalam hayati, telah mengembangkan bioteknologi sejak1980-an, tak berpaut lama dari dimulainya revolusi bioteknologiitu sendiri. Sektor aplikasi yang mendapat curahanperhatian besar adalah pertanian.
Bioteknologi adalah teknologi yang bergantungsepenuhnya terhadap sumber daya genetik makhluk hidupdari jasad renik/mikroba sampai organisme sempurna, manusia. Sehingga sangat logis kalau Indonesia perlu terus mengembangkan bioteknologi untuk memanfaatkan kekayaan alamnya sendiri itu, supaya tidak tertinggal gelombang ekonomibaru berikutnya.
Di lain pihak ada kekhawatiran apakah Indonesia,negara berkembang yang kaya sumber daya alam tapilemah ekonomi ini dapat bersaing dengan negara maju dalam mengembangkan teknologi tinggi seperti bioteknologi? Kekhawatiran ini nampaknya bisa dijawab oleh pengalaman negaraberkembang lain yaitu Kuba (Cuba-Innovation ThroughSynergy dalam Health Biotechnology Innovation in Developing Countries.Edisi spesial jurnal Nature Biotechnology tahun 2004).
Kuba yang juga negara agraris dengan pertanian tembakau dan tebunya yang terkenal, sekarang telah menjadi negara maju bioindustri farmasi dengan ekspor utama setelah pariwisata adalah obat-obat produk bioteknologi.Karena pengembangan yang sistematis, dan kerja sama yang erat antaralembaga penelitian, lembaga pendidikan lembaga ekonomi/industri atau perusahaan, lingkaran teknologi ke bisnis, berjalan mulus.
Dengan memfokuskan pada pengembangan bioteknologikedokteran/farmasi, Kuba telah berhasil menyediakan produk-produk obat bioteknologi dengan gratis kepada rakyatnya sertamenjadi devisa utama negara.
Agrofarmasi
Apakah Indonesia, perlu meniru Kuba dalam mengejar ketertinggalan dengan negara maju untuk bidang bioteknologi ini, ataukah ada pilihan lain? Kemajuan Kuba yang diamati sekarang telah diawali hampir 30 tahun yang laludengan memfokuskan diri pada pembuatan protein rekombinanseperti interferon. Tentunya kita perlu menanti waktuyang sama bila akan memulai sekarang ini. Bagaimana kalaumemanfaatkan keunggulan komparatif dan sumber dayayang ada?
Dalam hal ini, bidang yang diusulkan adalah sinergi antara kekuatan Indonesia pada pertanian dan agroindustrinya dengan kekuatan bioteknologi yang telah mengakar padafarmasi/kedokteran, sehingga diusulkan istilah"agrofarmasi". Bertani protein adalah salah satu bentuk agro-farmasiyang sangat mungkin dilakukan di Indonesia.
Sebagaimana bentuk pertanian lainnya, bertani pisang untuk mendapatkan buah pisang, bertani jagung untukmendapatkan buah jagung, bertani protein bertujuan untukmendapatkan protein rekombinan yang menjadi bahan bakuobat. Teknologi perakitan tanaman transgenik yang sudah lama dikuasai peneliti Indonesia, disinergikan dengan teknologi rekayasa protein yang menjadi fondasi bioteknologi modern untuk merakit tanaman yang dapat memproduksi erythropoietin,albumin, interferon, dsb yang digunakan untuk terapi berbagaipenyakit.
Teknologi ini sedang mendapat perhatian besar duniakarena mampu mengurangi biaya produksi yang membuatharga obat bioteknologi sangat mahal. Apalagi memasuki tahun2000-an ini akan mulai banyak dikenal obat bioteknologi generik karena masa paten 20 tahun sejak ditemukannya sudah habis.
Walaupun biaya lisensi paten sudah tidak ada, kita belum dapat membuat protein-protein rekombinan itusecara sintetik dengan reaksi kimia biasa karena kompleksitas proteinyang tinggi, jadi masih harus menggunakan organisme hidup seperti bakteri dan sel hewan sebagai reaktor untukmemproduksinya. Tanaman yang hanya membutuhkan lahan subur dan cahaya matahari yang cukup, dipadu dengan kemajuan teknologi yang telah bersinergi itu, dapat menurunkan biaya produksi tersebut.
Produk dari bertani protein atau molecular farming initidak hanya bahan baku obat yang diekstrak dari daunatau biomassa lain tanaman hasil rakitan bioteknologi itu,tapi bisa juga buah yang bisa langsung dikonsumsimelalui arahan tenaga medis karena berfungsi sebagai vaksin/ediblevaccine. Berkat bioteknologi pulalah, beberapa produkvaksin generasi baru sudah tidak menggunakan patogen yangdimatikan atau dilemahkan tapi cukup antigen proteinnya saja. Protein inilah yang diekspresikan dalam buah pisang misalnya, sehingga pisang itu dapat menjadi vaksinyang dimakan.
Pengembangan agrofarmasi selain strategis untukpemenuhan kebutuhan kesehatan masyarakat, jugaberpotensi mensejahterakan kehidupan petani. Seringkali petanitidak punya peluang lain kecuali memasarkan produknyake industri tertentu sehingga rentan praktik monopsoni. Denganadanya alternatif pemanfaatan tanaman dari sektorlain, maka hal tersebut dapat dihindari.
Arief B. Witarto
Peneliti pada Pusat PenelitianBioteknologi-LIPI/Cibinong Science Center
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Tiga Tahun Lagi, Indonesia Yakin Lepas dari Impor Sapi
Jumat, 8 Januari 2016 Program sapi unggulan berhasil dikembangkan. VIVA.co.id - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bekerjasa...
-
Minggu, 6 Desember 2015 11:29 WIB | 7.064 Views Buah persik. (Pixabay/Hans) Kunming (ANTARA News) - Penelitian fosil biji persik men...
-
MEDAN, JUMAT - Peneliti Universitas Sumatera Utara, Basuki Wirjosentono, mengenalkan plastik ramah berbahan hasil samping minyak sawit menta...
-
Oleh Cardiyan HIS Kalah dalam kuantiti publikasi di jurnal tetapi menang dalam kualiti publikasi. Tanya kenapa? Karena ITB yang merupakan re...
No comments:
Post a Comment