Jakarta, Kompas - Pelaksanaan riset melalui Kementerian Negara Riset dan
Teknologi untuk tahun 2010 lebih diarahkan pada riset implementatif yang
hasilnya bisa diaplikasikan, termasuk untuk komersial industri. Komposisinya
sekitar 55 persen, sedangkan 45 persen lainnya untuk riset dasar.
”Komposisi ini berubah dibanding tahun ini,” kata Sekretaris Dewan Riset
Nasional (DRN) Tusy A Adibroto, Senin (19/10) di Jakarta.
Tahun ini, lanjutnya, komposisi pelaksanaan riset, sekitar 70 persen untuk
riset dasar dan 30 persen untuk riset implementatif. Dengan harapan
hasil-hasil riset bisa diaplikasikan di tengah masyarakat, komposisi riset
diubah.
Dalam pelaksanaan riset ini, DRN ditugaskan mengubah substansi proposal
riset agar lebih banyak riset yang aplikatif bagi industri. Dari 3.800
proposal riset yang diajukan ke DRN sepanjang 2009, misalnya, terdapat 304
proposal yang disetujui.
Menurut Tusy, meskipun terjadi perubahan komposisi riset, dana insentif
riset 2010 yang melalui Kementerian Negara Riset dan Teknologi tetap sama
seperti tahun 2009, yakni sebesar Rp 100 miliar. Dana insentif lainnya
disalurkan melalui berbagai lembaga riset.
Seperti disampaikan Sekretaris Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan
Rakyat Indroyono Soesilo, dari alokasi dana insentif riset 2009 sebesar Rp
360 miliar bagi 7.212 peneliti dan perekayasa, hanya tersalurkan Rp 273
miliar untuk 5.515 peneliti dan perekayasa di 36 lembaga riset pemerintah.
Karena daya serap rendah, alokasi dana insentif riset untuk 2010 turun
menjadi Rp 225 miliar bagi 5.500 peneliti dan perekayasa (Kompas, 19/10).
”Penyebab tidak terserapnya seluruh dana insentif riset harus diteliti
dulu,” kata Tusy.
Masih minim
Perekayasa Soni Solistia Wirawan dari Balai Rekayasa Desain dan Sistem
Teknologi pada Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi mengatakan, dana
insentif riset yang ditujukan untuk menunjang inovasi secara komersial bagi
industri sebetulnya tergolong minim. Tahun ini, pengajuan risetnya disetujui
dan mendapat alokasi dana sebesar Rp 350 juta.
Proposal Soni berjudul ”Perintisan Pembangunan Pabrik Biodiesel Skala
Komersial Kapasitas 30.000 sampai 40.000 ton per tahun dengan Teknologi
Lokal”. Persetujuan dana riset Rp 350 juta itu hanya cukup sampai tahap
penyelesaian rancang-bangun, jauh dari biaya konstruksi dan operasionalnya.
”Supaya riset itu benar-benar bisa implementatif, caranya dengan menggandeng
pihak swasta,” kata Soni. Untuk merealisasikan pabrik biodiesel berkapasitas
sampai 40.000 ton per tahun, lanjut Soni, diperkirakan butuh dana Rp 10
miliar. (NAW)
Sumber : http://cetak.kompas.com/
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Tiga Tahun Lagi, Indonesia Yakin Lepas dari Impor Sapi
Jumat, 8 Januari 2016 Program sapi unggulan berhasil dikembangkan. VIVA.co.id - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bekerjasa...
-
Minggu, 6 Desember 2015 11:29 WIB | 7.064 Views Buah persik. (Pixabay/Hans) Kunming (ANTARA News) - Penelitian fosil biji persik men...
-
MEDAN, JUMAT - Peneliti Universitas Sumatera Utara, Basuki Wirjosentono, mengenalkan plastik ramah berbahan hasil samping minyak sawit menta...
-
Oleh Cardiyan HIS Kalah dalam kuantiti publikasi di jurnal tetapi menang dalam kualiti publikasi. Tanya kenapa? Karena ITB yang merupakan re...
No comments:
Post a Comment