Jakarta 25 Nopember 2009. Pada tanggal 23 Nopember 2009 bertempat di Lapangan Andi Djemma, Belopa, Kabupaten Luwu, Propinsi Sulawesi Selatan, Menteri Pertanian Ir. Suswono, MMA telah mencanangkan “Gerakan Nasional Kakao Fermentasi untuk mendukung Industri Dalam Negeri”.
Sumber Berita : Sekretariat Jenderal
Dalam acara yang dihadiri oleh beberapa pimpinan daerah penghasil kakao dan para petani yang tergabung dalam gabungan kelompok tani (Gapoktan) tersebut, Menteri Pertanian mengatakan bahwa acara Pencanangan Gerakan Nasional Kakao Fermentasi untuk mendukung Industri Dalam negeri ini memiliki arti yang sangat strategis dalam upaya mendorong peningkatan pembangunan agroindustri kakao nasional, khususnya dalam upaya meningkatkan produksi kakao fermentasi, bermutu dan memiliki nilai tambah, sekaligus dapat menyediakan bahan baku industri dalam negeri secara berkelanjutan.
Mentan juga menjelaskan bahwa pada saat ini luas areal tanaman kakao di Indonesia mencapai 1,5 juta hektar dengan produksi sebesar 790 ribu ton, yang menempatkan Indonesia sebagai negara produsen kakao terbesar ketiga di dunia, setelah Pantai Gading dan Ghana. Pada tahun 2008 kakao tercatat memberikan sumbangan devisa sebesar US$ 1150 juta, yang merupakan penghasil devisa terbesar ketiga di sub sektor perkebunan setelah kelapa sawit dan karet. Di samping itu perkebunan kakao mampu memberikan sumbangsih terhadap keluarga pekebun, karena hampir 93% kebun kakao dimiliki dan diusahakan oleh rakyat, yang melibatkan hampir 1,5 juta kepala keluarga.
Dalam kaitannya dengan penyediaan bahan baku bagi industri dalam negeri, Mentan menambahkan bahwa kita masih menghadapi berbagai kendala, khususnya masalah mutu. Kita belum mampu memenuhi kebutuhan industri dalam negeri karena alasan produksi biji kakao kita masih bermutu rendah dan belum difermentasi. Permasalahan mutu ini dapat berimplkasi terhadap pengurangan nilai atau penalti, bahkan penolakan dari industri pengolahan kakao maupun dari negara pengimpor. Hal ini menyebabkan citra kakao kita di mata dunia menjadi rendah. Saat ini terdapat 16 unit industri kakao nasional dengan kapasitas terpasang sekitar 293 ribu ton/tahun. Namun demikian hanya 3 unit yang beroperasi, sedangkan 9 unit berhenti sementara, 3 unit berhenti total dan 1 unit belum beroperasi.
Kebijakan pengembangan kakao pada saat ini dan di masa depan harus diarahkan kepada upaya mewujudkan agroindustri kakao yang berdaya saing dan berkeadilan, sehingga dapat memberikan kesejahteraan bagi pelaku usahanya, khususnya petani secara berkelanjutan. Menteri Pertanian selanjutnya mengharapkan agar penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib bagi biji kakao dan dapat diterapkan mulai tahun 2010 yang akan datang.
Dalam kesempatan tersebut Menteri Pertanian menghimbau agar industri kakao yang saat ini masih tertidur dapat segera bangkit untuk mengolah biji kakao menjadi produk coklat, dan bila perlu kita tidak lagi mengekspor kakao dalam bentuk biji.
Sumber: Biro Hukmas Deptan
http://www.deptan.go.id/news/detail.php?id=618&awal=0&page=&kunci=
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Tiga Tahun Lagi, Indonesia Yakin Lepas dari Impor Sapi
Jumat, 8 Januari 2016 Program sapi unggulan berhasil dikembangkan. VIVA.co.id - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bekerjasa...
-
Minggu, 6 Desember 2015 11:29 WIB | 7.064 Views Buah persik. (Pixabay/Hans) Kunming (ANTARA News) - Penelitian fosil biji persik men...
-
MEDAN, JUMAT - Peneliti Universitas Sumatera Utara, Basuki Wirjosentono, mengenalkan plastik ramah berbahan hasil samping minyak sawit menta...
-
ASEAN-KOREA SYMPOSIUM AND WORKSHOP On Biorefinery Technology for Sustainable Production of Biofuel and Industrial Biochemicals: Converging b...
No comments:
Post a Comment