Beijing (ANTARA News) - Para ilmuwan China telah menemukan sebuah virus, yang sebelumnya tidak diketahui, dibawa oleh kutu yang menyebabkan setidaknya 36 kematian di enam provinsi pada September lalu, menurut edisi terbaru New England Journal of Medicine yang diterbitkan Kamis.
Virus SFTSV (demam berat dengan bunyavirus sindrom trombositopenia) baru-baru ini ditemukan oleh para ilmuwan di Pusat China untuk Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC).
Kantor berita Xinhua melaporkan, orang-orang dengan virus tersebut dapat mengalami demam dan kegagalan banyak organ.
Kehadiran virus itu dikonfirmasi pada 171 pasien dari enam provinsi di China. Hal ini mengakibatkan setidaknya 36 kematian pada September 2010.
Direktur CDC Wang Yu mengatakan, antara akhir Maret dan pertengahan Juli 2009, gejala penyakit menular pada manusia itu dilaporkan di daerah pedesaan Hubei tengah dan provinsi Henan, tapi penyebab dari gejala-gejala tidak diketahui kemudian.
Gejala klinis utama termasuk demam, trombositopenia, gejala gastrointestinal, dan leukocytopenia, dan ada "kasus dengan tingkat kematian awal sangat tinggi 30 persen," kata Wang.
Li Dexin, direktur lembaga virus CDC, mengatakan petani yang tinggal di daerah pegunungan yang paling rentan terhadap gigitan kutu yang lazim antara bulan Mei dan Juli.
Lembaga virus itu telah melakukan tes pada lebih dari 600 serum darah pasien, yang menunjukkan bahwa SFTSV adalah si pembunuh.
(H-AK/B002/S026)
Editor: Suryanto
COPYRIGHT © 2011
Sumber : www.antaranews.com
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Tiga Tahun Lagi, Indonesia Yakin Lepas dari Impor Sapi
Jumat, 8 Januari 2016 Program sapi unggulan berhasil dikembangkan. VIVA.co.id - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bekerjasa...
-
Minggu, 6 Desember 2015 11:29 WIB | 7.064 Views Buah persik. (Pixabay/Hans) Kunming (ANTARA News) - Penelitian fosil biji persik men...
-
MEDAN, JUMAT - Peneliti Universitas Sumatera Utara, Basuki Wirjosentono, mengenalkan plastik ramah berbahan hasil samping minyak sawit menta...
-
Oleh Cardiyan HIS Kalah dalam kuantiti publikasi di jurnal tetapi menang dalam kualiti publikasi. Tanya kenapa? Karena ITB yang merupakan re...
No comments:
Post a Comment