Tuesday, June 21, 2011
Ada Dunia Mikroba di Sea World
Di dalam wahana baru ini, para pengunjung dapat melihat dan mengenal lebih dekat jasad renik alias mikroba. Wahana ini dibuka berkat kerja sama dengan salah satu produsen yoghurt.
"Wahana ini dibangun atas dasar kesamaan visi agar anak-anak bisa melihat langsung apa yang kini hanya bisa mereka lihat dari buku," kata Direktur Sea World Indonesia, Sonny W Widjanarko.
Microworld juga merupakan salah satu bentuk komitmen Sea World untuk edukasi. "Sea World ini sudah besar, tapi belum menyentuh hal kecil. Maka, kita ingin lakukan hal ini. Mikroba ini kecil, tapi menopang banyak dan kita kadang enggak tahu," ungkap Rika Sudranto, Assisten General Manager Sea World Indonesia.
Susianni Lie, ahli mikrobiologi dari Riset dan Inovasi Orang Tua Grup, mengatakan bahwa banyak mikroba yang berperan dalam kehidupan, tetapi tak banyak diketahui. Misalnya, kalau di laut ada minyak tumpah, ilmuwan akan memakai mikroba yang berguna menguraikan minyak.
Untuk tahap awal, ada enam jenis mikroba yang dikenalkan. Ada mikroba golongan Rotifera yang merupakan makanan bagi juvenil ikan laut, golongan Crustacea atau udang-udangan kecil yang disebut Artemia dan Paramaecium, golongan mikroba yang memiliki banyak cilia. Tiga jenis lainnya adalah mikroba probiotik, yaitu Acidophilus digestiva, Casei immunita, dan Bifido defensia. Ketiganya berperan dalam pencernaan dan ketahanan tubuh.
Untuk melihat sang mikroba, wahana dilengkapi dengan mikroskop yang terhubung dengan layar televisi. Sampel air yang mengandung mikroba telah diletakkan di mikroskop dan citra mikroba itu ditampilkan di layar televisi sehingga bisa dilihat lebih mudah."Ini live. Jadi mikrobanya masih hidup," kata Rika.
Jadi, pengunjung bisa melihat aktivitas mikroba. Untuk memberi wawasan, ada guide yang bertugas menjelaskan. Sementara itu, pengunjung termasuk anak-anak juga bisa praktik memakai mikroskop untuk melihat mikroba.
Rika menambahkan, dengan memperlihatkan mikroba, masyarakat terutama anak-anak bisa mulai mencintai dunia mikro-organisme. Selain itu, masyarakat yang selama ini menganggap bahwa semua mikroba merugikan juga mengerti bahwa ternyata ada bakteri menguntungkan.
Bersamaan dengan pembukaannya, Vitacharm Microworld juga membuat Sea World meraih rekor ke-26 Muri. Wahana terbaru ini ditetapkan sebagai wahana pertama yang menampilkan mikroba.
Rika mengatakan, pengembangan wahana dimungkinkan jika respons masyarakat baik. "Kita nanti bisa kulturkan kalau respons masyarakat baik. Lalu tentang penyakit, bakteri apa yang menyebabkan. Kemudian mikroba di laut itu apa saja," kata Rika.
Monday, June 13, 2011
Berhitung dengan Kalkulator DNA
KOMPAS.com - Asam Deoksirobonukleat (DNA) tak cuma menyimpan kode rahasia makhluk hidup. Lulu Qian dan Erik Winfree, ilmuwan dari California Institute of Technology di Pasadena, AS menggunakan DNA untuk merancang kalkulator DNA yang juga sering disebut kalkulator molekuler atau komputer DNA.
Ada 130 untai DNA yang digunakan untuk menggantikan chip silikon. DNA berfungsi sebagai logic gates yang memproses sinyal yang masuk dengan hukum sederhana. Sinyal yang masuk dan keluar pun terbuat dari DNA, bukan pulsa elektrik.
Kalkulator DNA yang dibuat Qian dan Winfrey merupakan perbaikan dari sistem komputer DNA yang telah dikembangkan sejak 1990. Kalkulator DNA ini 5 kali lebih kuat dibandingkan sebelumnya, memakai sistem yang lebih fleksibel, sehingga berprospek untuk dikembangkan lanjut di masa depan.
Qian dan Winfrey mengembangkan kalkulator untuk menghitung akar kuadrat bilangan hingga 15 dan membulatkan hasilnya ke bilangan bulat terdekat. Proses penghitungannya cukup rumit, melibatkan kode bilangan biner dan sistem komunikasi kimia sehingga bisa menampilkan hasilnya.
Memakai kalkulator DNA untuk menghitung akar kuadrat cuma demo kemampuan. Muaranya, menurut Winfree, "Jika anda meminta sistem kimia untuk mengerjakan hal asing seperti menghitung akar kuadrat 4 digit bilangan biner, maka Anda mungkin bisa menggunakannya untuk hal lain."
Andrew Ellington, pakar biokimia dari University of Texas telah berpikir bagaimana cara mengaplikasikan kalkulator atau komputer DNA yang dikembangkan Qian dan Winfree untuk mendiagnosa malaria. "Kita bisa melihat cara yang dipakai Qian dan Winfree, lalu mendesainnya," katanya.
Tapi, Martyn Amos, pakar komputasi DNA dari Manchester Metropolitan University mengatakan, sistem ini masih terbatas sebab bahkan membutuhkan 10 jam untuk menghitung akar kuadrat. "Tantangan terbesar adalah mengaplikasikan konstruksi ini untuk bekerja di sel hidup," tambah Amos.
Kulit Katak Kandung Zat Pembunuh Tumor
KOMPAS.com — Peneliti dari Universitas Queens, Belfast, Irlandia Utara, menemukan dua jenis protein di kulit katak, yang berpotensi sebagai obat penyembuh kanker.
"Dua jenis protein yang dapat menghambat pertumbuhan pembuluh darah sekaligus digunakan untuk membunuh sel tumor," ujar Chris Shaw, pemimpin tim penelitian, hari Selasa (7/6/2011), kepada BBC News.
Menurut Shaw, kebanyakan sel tumor hanya dapat tumbuh sampai ukuran tertentu sebelum sel itu memerlukan pembuluh darah untuk tumbuh ke dalam tumor guna menyalurkan zat makanan dan zat oksigen yang amat penting.
Dalam penelitian, para ilmuwan menangkapi katak-katak dan mengambil protein hasil sekresi pada kulit, kemudian melepaskannya kembali ke alam bebas. Shaw sendiri menyatakan, ia yakin akan alam punya solusi atas berbagai penyakit yang dihadapi manusia, "Tinggal bagaimana menemukannya."
Penelitian tersebut memperoleh penghargaan untuk penemuan medis dalam Medical Futures Innovation Awards di London baru-baru ini. (National Geographic Indonesia/Gloria Samantha)
Tuesday, June 07, 2011
Seminar padi
sekuen basa nukleotida gen ketahanannya" dan "Kloning gen Depl untuk produktifitas dengan kontribusi >15% peningkatan hasil melalui teknik over ekspresi dan informasi sikuens
genon", yang diadakan pada :
Jam : 09.00 wib - selesai
Tempat : Auditorium Dr. M. Ismunandji (Auditorium I)
Balai besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetika Pertanian
Jl. Tentara Pelajar 3A, Bogor
Thursday, June 02, 2011
Oncolytic Viruses Shown to Target and Kill Pancreatic Cancer Stem Cells
Investigators led by Joyce Wong, MD, a surgical researcher with Memorial Sloan-Kettering Cancer Center (New York, NY, USA), examined whether they could use oncolytic viruses, which are naturally occurring viruses that have been genetically engineered to be safe and express tracking genes, as a possible therapy against pancreatic cancer stem cells. These stem cells are thought to cause disease recurrence and metastasis, even after therapy, and oncolytic viruses may offer a new treatment strategy.
“What we learned is that oncolytic viruses have been engineered to selectively target cancer cells and have a low toxicity profile in animal studies,” said Dr. Wong. “Targeting the cancer stem cell may enhance our ability to eradicate tumors and prevent future recurrence of disease.”
While much research has been performed on isolating the cancer stem cell from various hematologic cancers, this research was based on the presence or absence of specific cell surface markers. Numerous mechanisms of how these cancer stem cells resist chemotherapy and radiation have also been examined. However, up to now, there has not been any research assessing whether genetically modified viruses can target and kill pancreatic cancer stem cells.
Investigators tried to determine whether the viruses containing a marker gene that expresses green fluorescent protein could infect pancreatic cancer stem cells and ultimately kill the cancer stem cell. Their findings were promising and validated that viral activity was correlated with green fluorescent protein expression.
Dr. Wong added that future studies are needed to determine whether oncolytic virus administration in vivo will help eradicate tumors and prevent future disease recurrence, and that while these initial findings are encouraging, further study is necessary to see whether oncolytic viruses will be clinically beneficial as a therapy.
Dr. Wong presented the study’s findings at Digestive Disease Week 2011 (DDW) May 9, 2011, in Chicago (IL, USA). DDW is the largest international gathering of physicians, researchers, and academics in the fields of gastroenterology, hepatology, endoscopy, and gastrointestinal surgery.
Related Links:
Memorial Sloan-Kettering Cancer Center
Source : http://www.biotechdaily.com/?option=com_article&Itemid=294735250&cat=Therapeutics&ui=1960157264&vrf=2e5e5bfeac168ddcf9fcaffa762c5af6&end=%2520
Tiga Tahun Lagi, Indonesia Yakin Lepas dari Impor Sapi
Jumat, 8 Januari 2016 Program sapi unggulan berhasil dikembangkan. VIVA.co.id - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bekerjasa...
-
Minggu, 6 Desember 2015 11:29 WIB | 7.064 Views Buah persik. (Pixabay/Hans) Kunming (ANTARA News) - Penelitian fosil biji persik men...
-
MEDAN, JUMAT - Peneliti Universitas Sumatera Utara, Basuki Wirjosentono, mengenalkan plastik ramah berbahan hasil samping minyak sawit menta...
-
Oleh Cardiyan HIS Kalah dalam kuantiti publikasi di jurnal tetapi menang dalam kualiti publikasi. Tanya kenapa? Karena ITB yang merupakan re...