Jakarta, Kompas - Tiga peneliti ribosom memenangi Nobel Kimia Tahun 2009, yang diumumkan tim juri di Stockholm, Swedia, Rabu (7/10). Mereka dinilai berjasa membuka jalan bagi temuan obat antibiotik baru yang menghambat fungsi ribosom pada bakteri penyebab penyakit pada organisme hidup.
Ribosom digambarkan sebagai ”mesin” penghasil protein, yang mengontrol organisme hidup. Bekerja secara terpisah, ketiganya menggunakan metode yang disebut X-ray crystallography untuk menunjukkan dengan tepat posisi ratusan dari ribuan atom penyusun ribosom.
Ketiganya adalah Venkatraman Ramakrishnan (57) dan Thomas Steitz (69) dari Amerika Serikat serta Ada Yonath (70) dari Israel, yang fokus pada penelitian biologi molekuler di sejumlah institusi bergengsi. Ketekunan mereka meneliti struktur dan fungsi ribosom membuka jalan penting atas keberadaan antibiotik baru.
Peran mereka atas keberadaan alat pemodelan struktur ribosom tiga dimensi (3D) membawa para ilmuwan pada temuan obat-obatan baru pembunuh mikroba.
”Obat-obatan itu secara langsung membantu menyelamatkan kehidupan dan mengurangi penderitaan manusia,” demikian catatan juri pada pengumuman di Royal Swedish Academy of Sciences kemarin. Pengumuman itu sekaligus memupus peluang tiga peraih Nobel Kesehatan 2009, yang penelitiannya berhubungan dengan bidang kimia.
Atas pencapaian itu, ketiganya harus berbagi hadiah berupa uang sebanyak 1,4 juta dollar AS atau sekitar Rp 14 miliar.
Ilmuwan luar biasa
Profesor David Garner, Presiden Royal Society of Chemistry, menggambarkan ketiga peraih nobel kimia tersebut sebagai ”ilmuwan luar biasa” dan menyebutkan karya mereka ”sangat besar artinya”. Ketiganya berhasil menguak struktur molekul yang kompleks dalam detail yang tak terbayangkan.
Ramakrishnan, ilmuwan kelahiran India, saat ini merupakan ilmuwan senior pada MRC Laboratory of Molecular Biology di Cambridge, Inggris, sedangkan Steitz, lulusan Universitas Harvard, saat ini merupakan profesor biofisika dan biokimia molekuler di Universitas Yale, AS.
Yonath adalah profesor biologi struktural dan struktur biomolekuler pada Weizmann Institute of Science di Rehovot, Israel. Ia merupakan perempuan keempat peraih Nobel Kimia, sejak pertama kali diberikan tahun 1901.
”Ini sungguh melampaui mimpi-mimpi saya. Terima kasih,” kata Yonath dalam konferensi persnya.
Contoh hebat
Secara khusus, Presiden American Chemical Society Thomas Lane menyebutkan, penghargaan Nobel Kimia ini merupakan ”sebuah contoh hebat dari para pemimpin di bidangnya—orang dari seluruh dunia—yang bekerja menuju tujuan bersama dan memungkinkan mewujudkannya”.
Melalui kemajuan dalam analisis kimiawi, penggambaran, dan sains komputer, lanjut Lane, mereka saat ini mempunyai jendela yang tepat masuk ke dalam bangunan yang terdiri atas sel-sel. Kesempatan itu memberi pengetahuan bagi peneliti-peneliti lain untuk menghasilkan obat-obat baru memerangi penyakit.(AFP/BBC/AP/GSA)
Sumber : http://cetak.kompas.com/
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Tiga Tahun Lagi, Indonesia Yakin Lepas dari Impor Sapi
Jumat, 8 Januari 2016 Program sapi unggulan berhasil dikembangkan. VIVA.co.id - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bekerjasa...
-
Minggu, 6 Desember 2015 11:29 WIB | 7.064 Views Buah persik. (Pixabay/Hans) Kunming (ANTARA News) - Penelitian fosil biji persik men...
-
MEDAN, JUMAT - Peneliti Universitas Sumatera Utara, Basuki Wirjosentono, mengenalkan plastik ramah berbahan hasil samping minyak sawit menta...
-
Oleh Cardiyan HIS Kalah dalam kuantiti publikasi di jurnal tetapi menang dalam kualiti publikasi. Tanya kenapa? Karena ITB yang merupakan re...
No comments:
Post a Comment