Sumber milis biotek@yahoogroups.com.
Yth rekan-rekan sekalian,
Kami mengundang kehadiran rekan-rekan yang berminat untuk hadir dalam Pra-Workshop "Pengembangan dan Pemanfaatan Konsorsia Mikroba Pada Lahan Gambut", yang akan diselenggarakan pada hari Selasa 29 Juli 2008, jam 8.30-17.00 di Ruang Komisi Utama Lantai 3, Gedung II BPPT, Jl. MH Thamrin 8 Jakarta. Pembicaranya ada 16 orang/tim dari berbagai pelosok Indonesia.
Yang berminat mohon konfirmasi kehadirannya ke OC melalui email dnurani@webmail. bppt.go.id dan atau parmiyatni@yahoo. com, atau fax 021-3169510 paling lambat Senin 28 Juli jam 15.00, dengan menyertakan nama, institusi, no telp, hp dan no fax. Tempat terbatas dan tidak ada biaya registrasi. Telp OC 021-3169513/ 3169521/3169539/ 3169538
Pra-workshop tersebut diadakan dalam rangkaian“ASEAN- China Workshop on Development of Effective Microbial Consortium Potent in Peat Modification” yang akan diikuti oleh 10 negara ASEAN pada 20-25 Oktober 2008 di tempat yang sama.
Salam
Koesnandar
Pusat Teknologi Bioindustri- BPPT
koesnandar@ceo.bppt.go.id
Jakarta
Monday, July 28, 2008
Sains populer di TV Jepang
Sumber dari milis biotek@yahoogroups.com ,
[biotek] Sains populer di TV Jepang
Monday, July 28, 2008 2:46 AM
From:
"Jumiarti Agus"
Add sender to Contacts
To:
biotek@yahoogroups.com, fahima@yahoogroups.com, flp-jepang@yahoogroups.com
Salam buat semua,..
Semalam saya dan keluarga menonton acara sains populer di TV Jepang. Biasanya penampilan atau penayangan dalam kemasan acara yang menarik sekali. Mulai dari hal nyata dilanpangan hingga riset di lab, presentasi atau data penelitian dari rentetan risetnya. Membuat siapapun yang menonton menjadi tertarik, bahkan anak saya sekalipun, Najmi 6 tahun, juga serius memperhatikan acara yang sedang ditayangkan. Apalagi kita-kita orang dewasa. Indah sekali bila acara serupa juga ada di Indonesia , padat informasi ilmiah, tapi santai,…masyarakat luas bisa jadi pintar dan tahu sains.
Ada informasi tentang temuan sayur-sayuran baru di Jepang, misalnya kentang ada yag berwarna ungu, merah dan yang biasa krem atau kuning muda. Kentang ungu ditemukan banyak mengandung polifenol, yg berfungsi sebagai antioksidan bagi tubuh. Awalnya ketika saya melihat di supermarket ada keripik kentang ungu, saya melarang anak untuk membelinya, karena saya fakir zat warna, waktu itu tak sempat untuk melihat dan membacanya.
Anakpun protes saat menonton TV semalam,.. “ Kan Mi… itu bukan zat warna… Itu dari tanaman, memang warnanya ungu”
Ada juga pimang (cabe besar) berwarna orange, kuning , biasanya pimang yg kami beli di supermarket hanya satau warna saja, hijau. Pimang saya amati beda dengan paprika yang biasanya berdaging lebih tebal.
Selain itu juga ada daikon (wortel putih), tapi daikon lebih besar dari wortel. Daikon baru itu warna kulit hitam tapi isi dalamnya tetap putih.
Dan ada juga tomato strawberry, warnanya kuning mengarah ke orange, hasil perkawinan tomat dengan strawberry.
Ada juga jenis temuan baru yg dijadikan sayur atau lalapan, tanaman di daerah dingin, daerah es. Namanya iceplant. Hasil temuan oleh Prof di Jepang, tanaman ini sangat baik sekali untuk org yg mempunyai kelebihan berat badan, menurunkan berat bedan atau kelebihan lemak dengan sehat. Tanaman ini juga dimasukkan ke dalam kelompok sayuran jenis baru di Jp.
Hiaruronsan, yg banyak ditemukan pada belut yang baik untuk kelembaban kulit, menghindarkan kulit kusam dan tak segar, paling banyak ditemukan pada belut. Dalam fikiran saya makanya ya org Jepang pada berkulit halus dan bagus, baik laki-laki atau perempuan apalagi, karena prinsipnya mereka makan makanan yg banyak dari ikan-ikanan, tak banyak menggunakan bumgu-bumbu berat, suka minum teh hijau. Belut di Jp juga popular, malah diternakkan khusus sehingga ukurannya besar-besar.
Melihat semua itu, “Omoshiroiiii….” Menarik sekali,.. indak sekali riset yang dilakukan, menambah ketakjuban pada sang Pencipta. Ada suatu korelasi yg jelas, mulai dari university, kelompok tani di Jepang, dan ahli gizi dalam meracik dan mengajarkan masakan baru, teknik memasak (misalnya daikon yg kulit hitam jangan dikupas/dibuang) , peserta/tamu di stasiun TV yang bertugas bertanya dan mencicip makanan yang dibuat. Untuk akhirnya menjadi acara yg mengasyikkan di tonton oleh pemirsa, tidak kaku dan sepi apalagi serius dan menakutkan atau membosankan.
“Ya jepang hanya punya tanah sedikit ya, tapi ia juga kreatif dalam menemukan sayuran-sayuran jenis baru, dengan kandungan gizi yang lebih baik”
“Ternyata tak hanya alat-alat elektronik yang terus mereka modivikasi hingga ke tingkat yang selaras dengan kebutuhan dan kenyamanan manusia, tapi menyeluruh ke setiap aspek kegiatan”
Ingin tahu juga bangaimana ya nano-nano hasil pertanian di Ina? Adakah jenis sayuran-sayuran baru? Rasanya ketika pulang 2006 sayuran yg ada di mamang sayur yg lewat, hanya bayam, wortel kurus dan kusut, brokoli tak bergairah,.. kol yang masih bayi kalau dibandingkan dengan ukuran kol di Jepang.
Sangat mendambakan acara serupa bisa di tonton di tanah air,.. jadi ada kualitas dari acara TV kita. Anak-anak juga ikut pintar tahu akan sains.
Salam
Ijum
tokyo
[biotek] Sains populer di TV Jepang
Monday, July 28, 2008 2:46 AM
From:
"Jumiarti Agus"
Add sender to Contacts
To:
biotek@yahoogroups.com, fahima@yahoogroups.com, flp-jepang@yahoogroups.com
Salam buat semua,..
Semalam saya dan keluarga menonton acara sains populer di TV Jepang. Biasanya penampilan atau penayangan dalam kemasan acara yang menarik sekali. Mulai dari hal nyata dilanpangan hingga riset di lab, presentasi atau data penelitian dari rentetan risetnya. Membuat siapapun yang menonton menjadi tertarik, bahkan anak saya sekalipun, Najmi 6 tahun, juga serius memperhatikan acara yang sedang ditayangkan. Apalagi kita-kita orang dewasa. Indah sekali bila acara serupa juga ada di Indonesia , padat informasi ilmiah, tapi santai,…masyarakat luas bisa jadi pintar dan tahu sains.
Ada informasi tentang temuan sayur-sayuran baru di Jepang, misalnya kentang ada yag berwarna ungu, merah dan yang biasa krem atau kuning muda. Kentang ungu ditemukan banyak mengandung polifenol, yg berfungsi sebagai antioksidan bagi tubuh. Awalnya ketika saya melihat di supermarket ada keripik kentang ungu, saya melarang anak untuk membelinya, karena saya fakir zat warna, waktu itu tak sempat untuk melihat dan membacanya.
Anakpun protes saat menonton TV semalam,.. “ Kan Mi… itu bukan zat warna… Itu dari tanaman, memang warnanya ungu”
Ada juga pimang (cabe besar) berwarna orange, kuning , biasanya pimang yg kami beli di supermarket hanya satau warna saja, hijau. Pimang saya amati beda dengan paprika yang biasanya berdaging lebih tebal.
Selain itu juga ada daikon (wortel putih), tapi daikon lebih besar dari wortel. Daikon baru itu warna kulit hitam tapi isi dalamnya tetap putih.
Dan ada juga tomato strawberry, warnanya kuning mengarah ke orange, hasil perkawinan tomat dengan strawberry.
Ada juga jenis temuan baru yg dijadikan sayur atau lalapan, tanaman di daerah dingin, daerah es. Namanya iceplant. Hasil temuan oleh Prof di Jepang, tanaman ini sangat baik sekali untuk org yg mempunyai kelebihan berat badan, menurunkan berat bedan atau kelebihan lemak dengan sehat. Tanaman ini juga dimasukkan ke dalam kelompok sayuran jenis baru di Jp.
Hiaruronsan, yg banyak ditemukan pada belut yang baik untuk kelembaban kulit, menghindarkan kulit kusam dan tak segar, paling banyak ditemukan pada belut. Dalam fikiran saya makanya ya org Jepang pada berkulit halus dan bagus, baik laki-laki atau perempuan apalagi, karena prinsipnya mereka makan makanan yg banyak dari ikan-ikanan, tak banyak menggunakan bumgu-bumbu berat, suka minum teh hijau. Belut di Jp juga popular, malah diternakkan khusus sehingga ukurannya besar-besar.
Melihat semua itu, “Omoshiroiiii….” Menarik sekali,.. indak sekali riset yang dilakukan, menambah ketakjuban pada sang Pencipta. Ada suatu korelasi yg jelas, mulai dari university, kelompok tani di Jepang, dan ahli gizi dalam meracik dan mengajarkan masakan baru, teknik memasak (misalnya daikon yg kulit hitam jangan dikupas/dibuang) , peserta/tamu di stasiun TV yang bertugas bertanya dan mencicip makanan yang dibuat. Untuk akhirnya menjadi acara yg mengasyikkan di tonton oleh pemirsa, tidak kaku dan sepi apalagi serius dan menakutkan atau membosankan.
“Ya jepang hanya punya tanah sedikit ya, tapi ia juga kreatif dalam menemukan sayuran-sayuran jenis baru, dengan kandungan gizi yang lebih baik”
“Ternyata tak hanya alat-alat elektronik yang terus mereka modivikasi hingga ke tingkat yang selaras dengan kebutuhan dan kenyamanan manusia, tapi menyeluruh ke setiap aspek kegiatan”
Ingin tahu juga bangaimana ya nano-nano hasil pertanian di Ina? Adakah jenis sayuran-sayuran baru? Rasanya ketika pulang 2006 sayuran yg ada di mamang sayur yg lewat, hanya bayam, wortel kurus dan kusut, brokoli tak bergairah,.. kol yang masih bayi kalau dibandingkan dengan ukuran kol di Jepang.
Sangat mendambakan acara serupa bisa di tonton di tanah air,.. jadi ada kualitas dari acara TV kita. Anak-anak juga ikut pintar tahu akan sains.
Salam
Ijum
tokyo
Workshop on Article Writing for International Publication
Jakarta , 10 November 2008
Microbiology Indonesia (MI), originally known as Jurnal Mikrobiologi Indonesia will conduct a workshop program "Workshop on Article Writing for International Publication" on 10 November 2008 in Jakarta. This workshop program is intended to improve the capability of Permi members to publish their research in "Microbiology Indonesia".
We invite Permi members to register as soon as possible since there are limited seats for only 30 participants. Participants should prepare a manuscript. Participants whose manuscript can be published in "Microbiology Indonesia" will be exempted from the publishing fee. Admitted applicants are required to pay the registration fee.
Venue: Unika Atma Jaya, Jalan Sudirman No 51, Jakarta 12930
Date: 10 November 2008, 8.00 am - 6.00 pm
Topics
7.30 - 8.30 Registration
8.30 - 9.00 Evaluating scientific significance of one's finding
9.00 - 9.45 Titles, bylines, abstracts, and keywords
9.45 - 10 .30 Introduction
10.30 - 10.45 Break
10.45 - 11.30 Materials and methods
11.30 - 12.15 Results and illustrations
12.15 - 13.00 Lunch
13.00 - 14.00 Discussions and acknowledgments
14.00 - 14.45 Citations and references
14.45 - 15.30 Language mastery for scientific articles
15.30 - 15.45 Break
15.45 - 17.45 Group discussion and article editing
Facilitators
Prof Suminar Setiati Achmadi, Prof Mien A Rifai, Prof Wasmen Manalu, Prof Maggy Thenawijaya Suhartono,
Prof Antonius Suwanto, Dr Sri Hendrastuti Hidayat, Prof Samuel Kaplan, Prof Abigail Salyers
Participants' Requirements
1.Participants should be a Permi member. A letter from the Branch Chairman stating that he/she is still an active member or copy of the year 2008 member fee payment should be provided when registering. New Permi member registration is available.
2.The manuscript following Microbiology Indonesia guidelines should be sent no later than 1 October 2008 to the following email address microbiol.indonesia @atmajaya. ac.id
Registration Fee
The registration fee is Rp100 000.- (one hundred thousand rupiah), payable to:
Bank Niaga, JKT-IBC Niaga Tower Branch
Acc. Name Yogiara
Acc. No. 064-01-01962- 16-7
no later than 10 October 2008. Registration received after 10 October 2008 is Rp150 000.- (one hundred and fifty thousand rupiah).
Coordinator
Ir Agustin Wydia Gunawan, MS
Secretariat
c/o School of Technobiology, Unika Atma Jaya
Jalan Jenderal Sudirman 51, Jakarta 12930
Tel: 021-5703306 ext 449, Fax. 021-5719060
E-mail: microbiol.indonesia @atmajaya. ac.id
Registration form
Please fill this form if you want to register as a participant soon
Name:
Surname:
Degree:
Permi Branch Office:
Institution:
Street:
City, postal code:
Phone:
Fax:
Email:
Hp:
Microbiology Indonesia (MI), originally known as Jurnal Mikrobiologi Indonesia will conduct a workshop program "Workshop on Article Writing for International Publication" on 10 November 2008 in Jakarta. This workshop program is intended to improve the capability of Permi members to publish their research in "Microbiology Indonesia".
We invite Permi members to register as soon as possible since there are limited seats for only 30 participants. Participants should prepare a manuscript. Participants whose manuscript can be published in "Microbiology Indonesia" will be exempted from the publishing fee. Admitted applicants are required to pay the registration fee.
Venue: Unika Atma Jaya, Jalan Sudirman No 51, Jakarta 12930
Date: 10 November 2008, 8.00 am - 6.00 pm
Topics
7.30 - 8.30 Registration
8.30 - 9.00 Evaluating scientific significance of one's finding
9.00 - 9.45 Titles, bylines, abstracts, and keywords
9.45 - 10 .30 Introduction
10.30 - 10.45 Break
10.45 - 11.30 Materials and methods
11.30 - 12.15 Results and illustrations
12.15 - 13.00 Lunch
13.00 - 14.00 Discussions and acknowledgments
14.00 - 14.45 Citations and references
14.45 - 15.30 Language mastery for scientific articles
15.30 - 15.45 Break
15.45 - 17.45 Group discussion and article editing
Facilitators
Prof Suminar Setiati Achmadi, Prof Mien A Rifai, Prof Wasmen Manalu, Prof Maggy Thenawijaya Suhartono,
Prof Antonius Suwanto, Dr Sri Hendrastuti Hidayat, Prof Samuel Kaplan, Prof Abigail Salyers
Participants' Requirements
1.Participants should be a Permi member. A letter from the Branch Chairman stating that he/she is still an active member or copy of the year 2008 member fee payment should be provided when registering. New Permi member registration is available.
2.The manuscript following Microbiology Indonesia guidelines should be sent no later than 1 October 2008 to the following email address microbiol.indonesia @atmajaya. ac.id
Registration Fee
The registration fee is Rp100 000.- (one hundred thousand rupiah), payable to:
Bank Niaga, JKT-IBC Niaga Tower Branch
Acc. Name Yogiara
Acc. No. 064-01-01962- 16-7
no later than 10 October 2008. Registration received after 10 October 2008 is Rp150 000.- (one hundred and fifty thousand rupiah).
Coordinator
Ir Agustin Wydia Gunawan, MS
Secretariat
c/o School of Technobiology, Unika Atma Jaya
Jalan Jenderal Sudirman 51, Jakarta 12930
Tel: 021-5703306 ext 449, Fax. 021-5719060
E-mail: microbiol.indonesia @atmajaya. ac.id
Registration form
Please fill this form if you want to register as a participant soon
Name:
Surname:
Degree:
Permi Branch Office:
Institution:
Street:
City, postal code:
Phone:
Fax:
Email:
Hp:
Friday, July 25, 2008
Vaksin Tembakau Berpotensi Sembuhkan Kanker
Obat ini dibuat dengan menggunakan pendekatan baru yang mengubah secara genetika
tanaman tembakau.
http://www.republika.co.id/
Siapa sangka tanaman tembakau yang biasanya dijadikan bahan dasar rokok, sang
penyebab kanker, ternyata berpotensi dimanfaatkan untuk membuat vaksin kanker
tertentu bagi orang yang menderita jenis lymphoma kronis. Lymphoma adalah
sejenis kanker yang melibatkan sel-sel sistem kekebalan.
Obat dari tembakau itu akan menyusun reaksi kekebalan pasien untuk memerangi
sel-sel tumor mereka sendiri. Obat ini dibuat dengan menggunakan pendekatan baru
yang mengubah secara genetika tanaman tembakau yang direkayasa menjadi 'pabrik'
vaksin tertentu.
''Ini untuk pertama kali, sejenis tanaman telah digunakan untuk menghasilkan
protein yang disuntikkan pada manusia,'' ujar Ron Levy dari Stanford University
School of Medicina di California, Amerika Serikat (AS), seperti dilansir kantor
berita AFP, Senin (21/7).
Penelitian Levy ini telah diterbitkan di edisi terbaru jurnal Proceedings of
the National Academy of Sciences. Tim Levy menguji vaksin itu pada 16 pasien
yang baru-baru ini didiagnosis menderita lymphoma follicular B-cell, yakni
penyakit kronis yang tak dapat diobati. ''Ini akan menjadi cara mengobati kanker
tanpa dampak negatif,'' jelasnya.
Menurut studi tersebut, tak seorang pasien pun mengalami dampak berlebihan dan
sekitar 70 persen pasien mengembangkan reaksi kekebalan. Meskipun peneliti belum
memastikan apakah reaksi kekebalan tersebut cukup untuk menghancurkan kanker,
para peneliti itu berharap teknik tersebut suatu hari dapat mengarah kepada
pengobatan setidaknya beberapa jenis penyakit mematikan itu. ''Setiap pasien
lymphoma memilki sasaran pada sel tumor mereka, tapi masing-masing tumor pasien
memiliki versi sasaran yang berbeda,'' cetus Levy.
Studi dilakukan para peneliti dengan menggurat daun tembakau dengan virus yang
dibalut gen untuk menulari tanaman tersebut. Selanjutnya, daun itu menghasilkan
protein antibodi yang juga terlihat di dalam tumor pasien. Daun itu dipetik
beberapa hari kemudian dan ditumbuk jadi bubuk hijau. Lalu, dari daun itu,
antibodi diambil dan dijernihkan.
''Bahan itu kemudian disuntikkan kembali ke tubuh pasien. Teknologi ini khusus
karena cepat dan sangat cocok bagi pendekatan tertentu karena masing-masin
tanaman dapat membuat vaksin manusia yang berbeda,'' jelasnya.
Levy menegaskan, ini adalah kali pertama vaksin kanker dari tanaman dan telah
diujicoba pada manusia. Selama ini, para peneliti beranggapan, vaksin yang
berasal dari tanaman memiliki sejumlah keunggulan. Vaksin tersebut dapat
dikembangkan jauh lebih cepat dan jauh lebih murah.
Vaksin itu tak berisi risiko infeksi seandainya sel-sel hewan tercemar. Antibodi
yang dihasilkan pun dapat menimbulkan reaksi kekebalan yang lebih kuat
dibandingkan dengan yang dikembangkan pada sel-sel hewan.
Penelitian Levy tentu bukan yang pertama. Sebelumnya, tahun 2007 lalu,
antikanker dari tembakau pernah diungkapkan peneliti dari Pusat Penelitian
Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Arief Budi Witarto.
Arief bahkan terpilih sebagai penerima penghargaan Fraunhofer-DAAD-Award 2007
dari Jerman untuk riset tentang tembakau molecular farming.
Pada dasarnya Arief mencoba untuk menghasilkan protein pencetus (Growth Colony
Stimulating Factor (GCSF)) dengan menggunakan tanaman tembakau (Nicotiana spp
L). Tembakau yang diambilnya adalah tembakau lokal dari varietas yang paling
sesuai, yaitu genjah kenongo, dari total 18 varietas lokal yang ditelitinya.
Daun tembakau yang biasanya untuk roduksi rokok, kini ia manfaatkan sebagai
reaktor penghasil protein GCSF, suatu hormon yang sangat penting dalam
menstimulasi produksi darah. Arief menyatakan bahwa protein dibuat oleh DNA
dalam tubuh. Jika DNA dalam tubuh dipindahkan ke tembakau melalui bakteri,
begitu masuk, tumbuhan ini akan mampu membuat protein sesuai DNA yang telah
dimasukkan tersebut. Kemudian, jika tumbuhan itu dipanen, maka kita dapatkan
protein-nya.
Protein inilah yang bisa dipakai sebagai protein antikanker. Selain untuk
protein antikanker, GSCF bisa juga untuk menstimulasi perbanyakan sel induk
(stem cell) yang bisa dikembangkan untuk memulihkan jaringan fungsi tubuh
yang sudah rusak. eye(-)
Pemilihan 100 Inovasi Terbaik Indonesia 2008
Kementerian Negara Riset & Teknologi Republik Indonesia
Selamat kepada para inovator! Karya di daftar di bawah ini telah dipilih sebagai 100 Inovasi Indonesia Paling Prospektif 2008.
Urutan di bawah ini tidak menunjukkan peringkat, dan hanya dikelompokkan berdasarkan 6 Sektor Bidang Riset Nasional. Keputusan Juri adalah mutlak dan tidak dapat diganggu gugat.
Bila karya Anda adalah salah satu dari 100 karya di bawah ini, Anda akan menerima email berisi:
- Surat Pernyataan yang harus Anda kembalikan
- Form Art Creation hasil copywrite untuk Anda pelajari, koreksi dan dikembalikan bila perlu.
Anda akan menerima email dalam waktu dekat, dan Kami mohon kerjasamanya untuk segera meresponsnya.
Sekali lagi selamat!
Jakarta, 18 Juli 2008
No. Sektor Kode Judul Judul Institusi
1 Ketahanan Pangan 274 KITOSAN DARI LIMBAH INVERTEBRATA LAUT SEBAGAI BAHAN PENGAWET ALAMI PADA PENGOLAHAN IKAN ASIN Institut Pertanian Bogor
2 Ketahanan Pangan 237 Inovasi Produksi Ikan Nila Gesit Melalui Pengembangan “YY†Male Technology BPPT
3 Ketahanan Pangan 306 PEMANFAATAN WORTEL SEBAGAI BAHAN BAKU VEGETABLE LEATHER BERGIZI TINGGI Direktorat Riset dan kajian Strategis IPB
4 Ketahanan Pangan 477 SARI TEMPE KENTAL MANIS DAN PROSES PEMBUATANNYA LIPI
5 Ketahanan Pangan 106 Optimalisasi metabolisme pencernaan ayam broiler dengan biotetes SOZO3 klinik agropolitan
6 Ketahanan Pangan 417 perakitan benih jagung manis fenotipe biji bulat melalui modifikasi segregasi epistatik dialel 9:7 universitas lampung
7 Ketahanan Pangan 578 Penebar Umpan Unggas dan Pakan Ikan Tenaga Surya (PUSPITA) PT. LEN INDUSTRI (Persero)
8 Ketahanan Pangan 93 Teknologi Apartemen Udang Galah untuk Meningkatkan Produksi Budidaya LIPI
9 Ketahanan Pangan 464 BIOPROSES PRODUKSI MINYAK KELAPA MENGGUNAKAN RAGI TEMPE Pusat Inovasi LIPI
10 Ketahanan Pangan 105 Teknologi pengolahan ampas dari Virgin Coconut Oil (VCO) menjadi berbagai produk bernilai tinggi Universitas Jember
11 Ketahanan Pangan 267 Fry Counter (Penghitung Benih Ikan Kecepatan dan Akurasi Tinggi) Institut Pertanian Bogor
12 Ketahanan Pangan 329 PROSES PEMBUATAN TEMPE DENGAN PENGASAMAN KIMIAWI MENGGUNAKAN GLUKONO-δ-LAKTON(GDL) Institut Pertanian Bogor
13 Ketahanan Pangan 442 INOKULUM PASTA NATA DE COCO Pusat Inovasi LIPI
14 Ketahanan Pangan 446 Teknologi Proses Pembuatan Slow Release Fertilizer Menggunakan Zeolit Alam BPPT
15 Ketahanan Pangan 177 TEKNOLOGI PENINGKATAN MUTU KAKAO NON FERMENTASI MELALUI REAKTIFASI ENZIM Puslit Kopi dan Kakao Indonesia
16 Ketahanan Pangan 499 PROSES PEMBUATAN TEMPE OLAHAN DALAM KALENG LIPI
17 Ketahanan Pangan 117 Sistem Aplikasi Otomatis Inokulum Pengompos Tandan Kosong Kelapa Sawit Balit Biotek Perkebunan Indonesia
18 Ketahanan Pangan 380 ALAT PENGERING PADI SISTEM KONTINYU Pusat Inovasi LIPI
19 Ketahanan Pangan 422 BIOREMEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF SOLUSI PADA BUDIDAYA UDANG WINDU (Penaeus monodon Fab.) LIPI
20 Ketahanan Pangan 448 KANAL PERIFITON SEBAGAI MODEL PENGEMBANGAN TEKNOLOGI AKUAKULTUR DI INDONESIA Limnologi - LIPI
21 Ketahanan Pangan 355 INSEKTISIDA NABATI UNTUK PENGENDALIAN HAMA SAYURAN DAN PROSES PEMBUATANNYA Institut Pertanian Bogor
22 Ketahanan Pangan 352 ALAT SORTIR DAN PENGHITUNG IKAN HIDUP (LIVE FISH GRADING AND COUNTING) Institut Pertanian Bogor
23 Energi Baru dan Terbarukan 232 Pengembangan Pembakar Siklon Dengan Batubara Halus Untuk Substitusi Pembakar BBM Di Industri Puslitbang tekMIRA
24 Energi Baru dan Terbarukan 389 SEL BATERAI PADAT LITHIUM BERBENTUK LEMBARAN KOMPOSIT DAN METODA PEMBUATANNYA LIPI
25 Energi Baru dan Terbarukan 85 Unit Tata Udara yang dilengkapi oleh aktif Heat pipe dapat menghemat biaya operasi sampai 50% Pribadi
26 Energi Baru dan Terbarukan 525 Cooling Tower Aliran Silang Menggunakan Kontaktor Hollow Fiber Institut Teknologi Bandung
27 Energi Baru dan Terbarukan 413 Teknologi Tenaga Surya Hibrida (Hybrid Solar Dryer/HSD) untuk Pengovenan Tembakau Virginia Program Studi Teknik Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Mataram
28 Energi Baru dan Terbarukan 153 ALAT PENGERING DENGAN TENAGA SURYA, ANGIN DAN BIOMASSA Institut Pertanian Bogor
29 Energi Baru dan Terbarukan 76 Pembangkit Listrik Tenaga Gelombang Laut Sistem Bandulan (PLTGL-SB) PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Barat
30 Teknologi dan Manajemen Transportasi 628 SOSROBAHU PT. Tjokorda Raka
31 Teknologi dan Manajemen Transportasi 70 Pabrikasi Blok Rem Komposit Kereta Api " Made in Indonesia " Menggunakan 90% Komponen Lokal PT. Magnus Composite International, Program S3, Ilmu Material , FMIPA, Universitas Indonesia.
32 Teknologi dan Manajemen Transportasi 438 Kapal Katamaran Teknologi Low Wash BPPT
33 Teknologi dan Manajemen Transportasi 485 SISTEM PENGGERAK MOBIL LISTRIK Pusat Inovasi LIPI
34 Teknologi dan Manajemen Transportasi 53 SPROCKET GEAR YANG DILAPISI DENGAN POLYURETHANE DAN METODE PEMBUATANNYA PT. Abdi Metal Prakarsa
35 Teknologi dan Manajemen Transportasi 100 Real Time 3D animasi pesawat STMIK AMIKOM YOGYAKARTA
36 Teknologi dan Manajemen Transportasi 483 Fasilitas Uji Dinamik Keretaapi (FUDIKA) BPPT
37 Teknologi Informasi dan Komunikasi 242 Proses membuat motif batik dengan menggunakan fractal PRIBADI
38 Teknologi Informasi dan Komunikasi 475 Next Generation Network Softswitch Penulis IT Independen
39 Teknologi Informasi dan Komunikasi 434 Sensor Beban Dinamis Berbasis Piezoelectric Material BPPT
40 Teknologi Informasi dan Komunikasi 244 Inexpensive Electronic Papers supported by Micropage Application through Mobile Users PT.Mobee Indonesia
41 Teknologi Informasi dan Komunikasi 444 KWH Meter Digital 1 Phase Institut Teknologi Bandung
42 Teknologi Informasi dan Komunikasi 101 MODUL REGULATOR TEGANGAN DENGAN TEKNIK ZERO-RIPPLE UNTUK DAYA MIKROPROSESSOR MASA DEPAN Pusat Elektronika Daya Indonesia
43 Teknologi Pertahanan dan Keamanan 593 PENGEMBANGAN PUNA untuk PENGINTAIAN yang CEPAT dan HANDAL BPPT
44 Teknologi Pertahanan dan Keamanan 407 MOBIL ROBOT BERODA BERKEMAMPUAN MELEWATI TANGGA DAN TANGGUL Pusat Inovasi LIPI
45 Teknologi Pertahanan dan Keamanan 398 ALAT PEMOTONG KABEL ROBOTIK LIPI
46 Teknologi Kesehatan dan Obat-Obatan 115 Eksplorasi Bahan Aktif Farmasetikal dari Spirulina yang Dibiakkan dalam Serum Lateks Balit Biotek Perkebunan Indonesia
47 Teknologi Kesehatan dan Obat-Obatan 179 AMANDES PRIBADI
48 Teknologi Kesehatan dan Obat-Obatan 412 EKSTRAK,TOTAL FLAVONOID DAN B-SITOSTEROL PADA TANAMAN SUKUN (ARTOCARPUS ALTILIS) SEBAGAI OBAT KARDIO VASKULAR Pusat Inovasi LIPI
49 Teknologi Kesehatan dan Obat-Obatan 565 Pembuatan Kit RIA HBsAg I-125 dan Anti HBs I-125 Untuk Diagnosis Hepatitis B Badan Tenaga Atom Nasional
50 Teknologi Kesehatan dan Obat-Obatan 567 Produksi kit Immunoradiometricassay(IRMA) CA-125 untuk deteksi dini kanker ovarium Badan Tenaga Nuklir Nasional
51 Teknologi Kesehatan dan Obat-Obatan 260 FORMULA EKSTRAK GABUNGAN APIUM GRAVEOLENS DAN SIDA RHOMBIFOLIA l. SEBAGAI FITOFARMAKA UNTUK PENYAKI Institut Pertanian Bogor
52 Teknologi Kesehatan dan Obat-Obatan 526 Metode dan Mesin Untuk Mengembalikan Total Cell Volume (TCV) dan Koefisien Ultrafiltrasi (KUf) Dialiser Institut Teknologi Bandung
53 Teknologi Kesehatan dan Obat-Obatan 271 PEMANFAATAN LEMAK TENGKAWANG SEBAGAI SUBSTITUEN MALAM PADA PEMBUATAN LIPSTIK Direktorat Riset dan kajian Strategis IPB
54 Teknologi Kesehatan dan Obat-Obatan 544 Sistem Untuk Uji Kinerja Scanner Ultrasonografi BPPT
55 Teknologi Kesehatan dan Obat-Obatan 552 Pengembangan Generator W-188/Re-188 Berbasis PZC (Poly Zirconium Compound) PRR - BATAN
56 Teknologi Kesehatan dan Obat-Obatan 346 PRODUKSI ASAM HIALURONAT PADA KULTIVASI SEMI SINAMBUNG MENGGUNAKAN Streptococcus zooepidemicus Institut Pertanian Bogor
57 Teknologi Kesehatan dan Obat-Obatan 562 Aplikasi Kit RIA Mikroalbuminuria untuk Penetapan Kadar Albumin dalam Urin Badan Tenaga Nuklir Nasional
58 Teknologi Kesehatan dan Obat-Obatan 253 EKSTRAK, PROSES PEMBUATAN, PENGGUNAAN DAN FORMULASI BIJI MANGROVE XYLOCARPUS SP. SEBAGAI BAHAN AKTI Direktorat Riset dan kajian Strategis IPB
59 Kategori LAIN-LAIN 136 KONSTRUKSI SARANG LABA - LABA PONDASI RAMAH GEMPA PT. KATAMA SURYABUMI
60 Kategori LAIN-LAIN 248 PAPAN PARTIKEL DARI LIMBAH PADAT HASIL PENYULINGAN MINYAK AKAR WANGI (Vetiveria zizanoides Stapt.) Institut Pertanian Bogor
61 Kategori LAIN-LAIN 490 PEMBUATAN POLIOL ALKOKSI-HIDROKSI-GLISEROLMONOSTEARAT BERBASIS MINYAK SAWIT SEBAGAI BAHAN BAKU FOAM POLIURETAN LIPI
62 Kategori LAIN-LAIN 500 Aplikasi asap cair dari cangkang (tempurung) kelapa sawit dalam pengolahan karet alam Pusat Penelitian Karet - Balai Penelitian Sembawa
63 Kategori LAIN-LAIN 598 Habitat Buatan dalam Pengembangan Budidaya Ikan Pelangi Sulawesi (Marosatherina ladigesi) LIPI
64 Kategori LAIN-LAIN 196 PERMEABLE CERAMIC PAVING (PCP) (ALTERNATIF BAHAN BANGUNAN BERWAWASAN LINGKUNGAN) Balai Besar Keramik
65 Kategori LAIN-LAIN 86 Biokomposit dari Serat Rami dan Sekresi Kutu Lak Universitas Negeri Yogyakarta
66 Kategori LAIN-LAIN 116 Dekolorisasi dan Deodorisasi Limbah Cair dengan Formula Fungi Pelapuk Putih Balit Biotek Perkebunan Indonesia
67 Kategori LAIN-LAIN 187 BIOPLASTIK DARI PHA (POLY HYDROXY ALKANOAT) YANG DIHASILKAN RASLTONIA EUTROPHA PADA HIDROLISAT MINYA Institut Pertanian Bogor
68 Kategori LAIN-LAIN 557 KOMPENIT (Kompos Penambat Nitrogen) LIPI
69 Kategori LAIN-LAIN 191 PENYUARA DENGAN MEMBRAN ALAMI KULIT BERBULU PT. Hartono Istana Teknologi
70 Kategori LAIN-LAIN 230 Teknologi Manufaktur Rubber Hose (Pipa Apung) Untuk Transportasi Fluida BPPT
71 Kategori LAIN-LAIN 300 KONDISI PROSES PRODUKSI DAN PEMURNIAN SELULOSA MIKROBIAL UNTUK MEMBRAN MIKROFILTRASI Direktorat Riset dan kajian Strategis IPB
72 Kategori LAIN-LAIN 466 PEMBUATAN PLASTICISER ALKOHOL ESTER DARI MINYAK NABATI DAN FORMULASINYA DENGAN RESIN POLIVINIL KLORIDA LIPI
73 Kategori LAIN-LAIN 163 NANO HI-FI PT. Hartono Istana Teknologi
74 Kategori LAIN-LAIN 316 PROTEASE REKOMBINAN DARI BACILLUS PUMILUS LOKAL Direktorat Riset dan kajian Strategis IPB
75 Kategori LAIN-LAIN 457 METODA MIKROENKAPSULASI MONOMER PADA PLASTIK POLIOLEFIN UNTUK FUNGSIONALISASI POLIOLEFIN LIPI
76 Kategori LAIN-LAIN 497 PAPAN BAMBU KOMPOSIT LIPI
77 Kategori LAIN-LAIN 194 TWEETER SEGALA ARAH 4 PHI STERADIAN PANTULAN DINAMIK PT. Hartono Istana Teknologi
78 Kategori LAIN-LAIN 362 Reaktor Air Berozon (Teknologi Pengolah Limbah Cair berbasis teknologi Ozone) LIPI
79 Kategori LAIN-LAIN 460 METODA PENGUATAN BETON DENGAN MINERAL ALAM LIPI
80 Kategori LAIN-LAIN 254 MODIFIKASI KARET TRANS-1,4-ISOPRENA DENGAN ANHIDRIDA MALEAT DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI PEREKAT DALA Institut Pertanian Bogor
81 Kategori LAIN-LAIN 285 MESIN PEMBEKU VAKUM UNTUK PRODUK BERKADAR AIR TINGGI Institut Pertanian Bogor
82 Kategori LAIN-LAIN 299 PERBAIKAN KUALITAS KAYU SAWIT (ELAEIS GUINEENSIS JACQ.) DENGAN TEKNIK “KOMPRESS†Institut Pertanian Bogor
83 Kategori LAIN-LAIN 87 Coupling Agent Untuk UPR(unsaturated polyester resin) dan Air pribadi
84 Kategori LAIN-LAIN 144 Penggunaan Chitosan Sebagai Koagulan Pada Pengolahan Air Bersih dan Air Limbah CV Sinerga Indonesia
85 Kategori LAIN-LAIN 331 PAPAN SEMEN-GYPSUM DARI CORE-KENAF (Hibiscus cannabinus L.) MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PENGERASAN AUTOCLA Institut Pertanian Bogor
86 Kategori LAIN-LAIN 272 HAMPARAN BAMBU PENYUSUN BALOK LAMINASI BAMBU BEBAS BUKU Institut Pertanian Bogor
87 Kategori LAIN-LAIN 395 MATERIAL TEKNIK BERDENSITAS RENDAH BERBAHAN BAKU SERAT KAPOK LIPI
88 Kategori LAIN-LAIN 530 Rancang Bangun Sistim Peralatan Pembersih Sampah Sungai Otomatis Dan Terintegrasi BPPT
89 Kategori LAIN-LAIN 590 PEREKAT KAYU LAPIS DAN PENGGUNAANNYA DALAM PEMBUATAN KAYU LAPIS LIPI
90 Kategori LAIN-LAIN 410 INSINERATOR PEMBAKAR SAMPAH DOMESTIK Pusat Inovasi LIPI
91 Kategori LAIN-LAIN 512 Pabrik Kelapa Sawit Medium Kapasitas 5 Ton TBS/Jam BPPT
92 Kategori LAIN-LAIN 583 TUNKU REDUKSI PELET KOMPOSIT Pusat Inovasi LIPI
93 Kategori LAIN-LAIN 241 MESIN PENCACAH TANDAN KOSONG SAWIT CV Agritek
94 Kategori LAIN-LAIN 351 Instrumen Pembeda Jenis Kelamin Ikan Koi (Nishikogoi Gender Analyzer, NGA) Institut Pertanian Bogor
95 Kategori LAIN-LAIN 354 Teknik Silvikultur Intensif (SILIN) Hutan Hujan Tropis fakultas kehutanan ugm
96 Kategori LAIN-LAIN 382 METODE PENGERASAN BAMBU DENGAN PEMAMPATAN LIPI
97 Kategori LAIN-LAIN 520 Teknologi Pengolahan Air Limbah Industri Kecil Pelapisan Logam BPPT
98 Kategori LAIN-LAIN 550 MESIN PENGHANCUR PARTIKEL DENGAN GERAK PLANET YANG MEMILIKI SUDUT DENGAN WADAH YANG DIKONDISIKA LIPI
99 Kategori LAIN-LAIN 60 Teknologi Proses Pengolahan Bijih Galena Menjadi Logam Timbal CV Asri Keramik Bandung
100 Kategori LAIN-LAIN 463 PASAK BAMBU KOMPOSIT, PROSES PEMBUATAN DAN PENGGUNAANNYA LIPI
bagi yang telah memiliki User ID.
bagi User baru.
F. A. Q.:
* Proses Registrasi
* Proses Pengajuan Inovasi
* Proses Pengisian Data/Form
* Proses Review untuk diteruskan ke Buku 100 Inovasi
* Tanggal TENGAT WAKTU
* Kriteria Penilaian
* Perihal PATEN / HKI
Selamat kepada para inovator! Karya di daftar di bawah ini telah dipilih sebagai 100 Inovasi Indonesia Paling Prospektif 2008.
Urutan di bawah ini tidak menunjukkan peringkat, dan hanya dikelompokkan berdasarkan 6 Sektor Bidang Riset Nasional. Keputusan Juri adalah mutlak dan tidak dapat diganggu gugat.
Bila karya Anda adalah salah satu dari 100 karya di bawah ini, Anda akan menerima email berisi:
- Surat Pernyataan yang harus Anda kembalikan
- Form Art Creation hasil copywrite untuk Anda pelajari, koreksi dan dikembalikan bila perlu.
Anda akan menerima email dalam waktu dekat, dan Kami mohon kerjasamanya untuk segera meresponsnya.
Sekali lagi selamat!
Jakarta, 18 Juli 2008
No. Sektor Kode Judul Judul Institusi
1 Ketahanan Pangan 274 KITOSAN DARI LIMBAH INVERTEBRATA LAUT SEBAGAI BAHAN PENGAWET ALAMI PADA PENGOLAHAN IKAN ASIN Institut Pertanian Bogor
2 Ketahanan Pangan 237 Inovasi Produksi Ikan Nila Gesit Melalui Pengembangan “YY†Male Technology BPPT
3 Ketahanan Pangan 306 PEMANFAATAN WORTEL SEBAGAI BAHAN BAKU VEGETABLE LEATHER BERGIZI TINGGI Direktorat Riset dan kajian Strategis IPB
4 Ketahanan Pangan 477 SARI TEMPE KENTAL MANIS DAN PROSES PEMBUATANNYA LIPI
5 Ketahanan Pangan 106 Optimalisasi metabolisme pencernaan ayam broiler dengan biotetes SOZO3 klinik agropolitan
6 Ketahanan Pangan 417 perakitan benih jagung manis fenotipe biji bulat melalui modifikasi segregasi epistatik dialel 9:7 universitas lampung
7 Ketahanan Pangan 578 Penebar Umpan Unggas dan Pakan Ikan Tenaga Surya (PUSPITA) PT. LEN INDUSTRI (Persero)
8 Ketahanan Pangan 93 Teknologi Apartemen Udang Galah untuk Meningkatkan Produksi Budidaya LIPI
9 Ketahanan Pangan 464 BIOPROSES PRODUKSI MINYAK KELAPA MENGGUNAKAN RAGI TEMPE Pusat Inovasi LIPI
10 Ketahanan Pangan 105 Teknologi pengolahan ampas dari Virgin Coconut Oil (VCO) menjadi berbagai produk bernilai tinggi Universitas Jember
11 Ketahanan Pangan 267 Fry Counter (Penghitung Benih Ikan Kecepatan dan Akurasi Tinggi) Institut Pertanian Bogor
12 Ketahanan Pangan 329 PROSES PEMBUATAN TEMPE DENGAN PENGASAMAN KIMIAWI MENGGUNAKAN GLUKONO-δ-LAKTON(GDL) Institut Pertanian Bogor
13 Ketahanan Pangan 442 INOKULUM PASTA NATA DE COCO Pusat Inovasi LIPI
14 Ketahanan Pangan 446 Teknologi Proses Pembuatan Slow Release Fertilizer Menggunakan Zeolit Alam BPPT
15 Ketahanan Pangan 177 TEKNOLOGI PENINGKATAN MUTU KAKAO NON FERMENTASI MELALUI REAKTIFASI ENZIM Puslit Kopi dan Kakao Indonesia
16 Ketahanan Pangan 499 PROSES PEMBUATAN TEMPE OLAHAN DALAM KALENG LIPI
17 Ketahanan Pangan 117 Sistem Aplikasi Otomatis Inokulum Pengompos Tandan Kosong Kelapa Sawit Balit Biotek Perkebunan Indonesia
18 Ketahanan Pangan 380 ALAT PENGERING PADI SISTEM KONTINYU Pusat Inovasi LIPI
19 Ketahanan Pangan 422 BIOREMEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF SOLUSI PADA BUDIDAYA UDANG WINDU (Penaeus monodon Fab.) LIPI
20 Ketahanan Pangan 448 KANAL PERIFITON SEBAGAI MODEL PENGEMBANGAN TEKNOLOGI AKUAKULTUR DI INDONESIA Limnologi - LIPI
21 Ketahanan Pangan 355 INSEKTISIDA NABATI UNTUK PENGENDALIAN HAMA SAYURAN DAN PROSES PEMBUATANNYA Institut Pertanian Bogor
22 Ketahanan Pangan 352 ALAT SORTIR DAN PENGHITUNG IKAN HIDUP (LIVE FISH GRADING AND COUNTING) Institut Pertanian Bogor
23 Energi Baru dan Terbarukan 232 Pengembangan Pembakar Siklon Dengan Batubara Halus Untuk Substitusi Pembakar BBM Di Industri Puslitbang tekMIRA
24 Energi Baru dan Terbarukan 389 SEL BATERAI PADAT LITHIUM BERBENTUK LEMBARAN KOMPOSIT DAN METODA PEMBUATANNYA LIPI
25 Energi Baru dan Terbarukan 85 Unit Tata Udara yang dilengkapi oleh aktif Heat pipe dapat menghemat biaya operasi sampai 50% Pribadi
26 Energi Baru dan Terbarukan 525 Cooling Tower Aliran Silang Menggunakan Kontaktor Hollow Fiber Institut Teknologi Bandung
27 Energi Baru dan Terbarukan 413 Teknologi Tenaga Surya Hibrida (Hybrid Solar Dryer/HSD) untuk Pengovenan Tembakau Virginia Program Studi Teknik Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Mataram
28 Energi Baru dan Terbarukan 153 ALAT PENGERING DENGAN TENAGA SURYA, ANGIN DAN BIOMASSA Institut Pertanian Bogor
29 Energi Baru dan Terbarukan 76 Pembangkit Listrik Tenaga Gelombang Laut Sistem Bandulan (PLTGL-SB) PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Barat
30 Teknologi dan Manajemen Transportasi 628 SOSROBAHU PT. Tjokorda Raka
31 Teknologi dan Manajemen Transportasi 70 Pabrikasi Blok Rem Komposit Kereta Api " Made in Indonesia " Menggunakan 90% Komponen Lokal PT. Magnus Composite International, Program S3, Ilmu Material , FMIPA, Universitas Indonesia.
32 Teknologi dan Manajemen Transportasi 438 Kapal Katamaran Teknologi Low Wash BPPT
33 Teknologi dan Manajemen Transportasi 485 SISTEM PENGGERAK MOBIL LISTRIK Pusat Inovasi LIPI
34 Teknologi dan Manajemen Transportasi 53 SPROCKET GEAR YANG DILAPISI DENGAN POLYURETHANE DAN METODE PEMBUATANNYA PT. Abdi Metal Prakarsa
35 Teknologi dan Manajemen Transportasi 100 Real Time 3D animasi pesawat STMIK AMIKOM YOGYAKARTA
36 Teknologi dan Manajemen Transportasi 483 Fasilitas Uji Dinamik Keretaapi (FUDIKA) BPPT
37 Teknologi Informasi dan Komunikasi 242 Proses membuat motif batik dengan menggunakan fractal PRIBADI
38 Teknologi Informasi dan Komunikasi 475 Next Generation Network Softswitch Penulis IT Independen
39 Teknologi Informasi dan Komunikasi 434 Sensor Beban Dinamis Berbasis Piezoelectric Material BPPT
40 Teknologi Informasi dan Komunikasi 244 Inexpensive Electronic Papers supported by Micropage Application through Mobile Users PT.Mobee Indonesia
41 Teknologi Informasi dan Komunikasi 444 KWH Meter Digital 1 Phase Institut Teknologi Bandung
42 Teknologi Informasi dan Komunikasi 101 MODUL REGULATOR TEGANGAN DENGAN TEKNIK ZERO-RIPPLE UNTUK DAYA MIKROPROSESSOR MASA DEPAN Pusat Elektronika Daya Indonesia
43 Teknologi Pertahanan dan Keamanan 593 PENGEMBANGAN PUNA untuk PENGINTAIAN yang CEPAT dan HANDAL BPPT
44 Teknologi Pertahanan dan Keamanan 407 MOBIL ROBOT BERODA BERKEMAMPUAN MELEWATI TANGGA DAN TANGGUL Pusat Inovasi LIPI
45 Teknologi Pertahanan dan Keamanan 398 ALAT PEMOTONG KABEL ROBOTIK LIPI
46 Teknologi Kesehatan dan Obat-Obatan 115 Eksplorasi Bahan Aktif Farmasetikal dari Spirulina yang Dibiakkan dalam Serum Lateks Balit Biotek Perkebunan Indonesia
47 Teknologi Kesehatan dan Obat-Obatan 179 AMANDES PRIBADI
48 Teknologi Kesehatan dan Obat-Obatan 412 EKSTRAK,TOTAL FLAVONOID DAN B-SITOSTEROL PADA TANAMAN SUKUN (ARTOCARPUS ALTILIS) SEBAGAI OBAT KARDIO VASKULAR Pusat Inovasi LIPI
49 Teknologi Kesehatan dan Obat-Obatan 565 Pembuatan Kit RIA HBsAg I-125 dan Anti HBs I-125 Untuk Diagnosis Hepatitis B Badan Tenaga Atom Nasional
50 Teknologi Kesehatan dan Obat-Obatan 567 Produksi kit Immunoradiometricassay(IRMA) CA-125 untuk deteksi dini kanker ovarium Badan Tenaga Nuklir Nasional
51 Teknologi Kesehatan dan Obat-Obatan 260 FORMULA EKSTRAK GABUNGAN APIUM GRAVEOLENS DAN SIDA RHOMBIFOLIA l. SEBAGAI FITOFARMAKA UNTUK PENYAKI Institut Pertanian Bogor
52 Teknologi Kesehatan dan Obat-Obatan 526 Metode dan Mesin Untuk Mengembalikan Total Cell Volume (TCV) dan Koefisien Ultrafiltrasi (KUf) Dialiser Institut Teknologi Bandung
53 Teknologi Kesehatan dan Obat-Obatan 271 PEMANFAATAN LEMAK TENGKAWANG SEBAGAI SUBSTITUEN MALAM PADA PEMBUATAN LIPSTIK Direktorat Riset dan kajian Strategis IPB
54 Teknologi Kesehatan dan Obat-Obatan 544 Sistem Untuk Uji Kinerja Scanner Ultrasonografi BPPT
55 Teknologi Kesehatan dan Obat-Obatan 552 Pengembangan Generator W-188/Re-188 Berbasis PZC (Poly Zirconium Compound) PRR - BATAN
56 Teknologi Kesehatan dan Obat-Obatan 346 PRODUKSI ASAM HIALURONAT PADA KULTIVASI SEMI SINAMBUNG MENGGUNAKAN Streptococcus zooepidemicus Institut Pertanian Bogor
57 Teknologi Kesehatan dan Obat-Obatan 562 Aplikasi Kit RIA Mikroalbuminuria untuk Penetapan Kadar Albumin dalam Urin Badan Tenaga Nuklir Nasional
58 Teknologi Kesehatan dan Obat-Obatan 253 EKSTRAK, PROSES PEMBUATAN, PENGGUNAAN DAN FORMULASI BIJI MANGROVE XYLOCARPUS SP. SEBAGAI BAHAN AKTI Direktorat Riset dan kajian Strategis IPB
59 Kategori LAIN-LAIN 136 KONSTRUKSI SARANG LABA - LABA PONDASI RAMAH GEMPA PT. KATAMA SURYABUMI
60 Kategori LAIN-LAIN 248 PAPAN PARTIKEL DARI LIMBAH PADAT HASIL PENYULINGAN MINYAK AKAR WANGI (Vetiveria zizanoides Stapt.) Institut Pertanian Bogor
61 Kategori LAIN-LAIN 490 PEMBUATAN POLIOL ALKOKSI-HIDROKSI-GLISEROLMONOSTEARAT BERBASIS MINYAK SAWIT SEBAGAI BAHAN BAKU FOAM POLIURETAN LIPI
62 Kategori LAIN-LAIN 500 Aplikasi asap cair dari cangkang (tempurung) kelapa sawit dalam pengolahan karet alam Pusat Penelitian Karet - Balai Penelitian Sembawa
63 Kategori LAIN-LAIN 598 Habitat Buatan dalam Pengembangan Budidaya Ikan Pelangi Sulawesi (Marosatherina ladigesi) LIPI
64 Kategori LAIN-LAIN 196 PERMEABLE CERAMIC PAVING (PCP) (ALTERNATIF BAHAN BANGUNAN BERWAWASAN LINGKUNGAN) Balai Besar Keramik
65 Kategori LAIN-LAIN 86 Biokomposit dari Serat Rami dan Sekresi Kutu Lak Universitas Negeri Yogyakarta
66 Kategori LAIN-LAIN 116 Dekolorisasi dan Deodorisasi Limbah Cair dengan Formula Fungi Pelapuk Putih Balit Biotek Perkebunan Indonesia
67 Kategori LAIN-LAIN 187 BIOPLASTIK DARI PHA (POLY HYDROXY ALKANOAT) YANG DIHASILKAN RASLTONIA EUTROPHA PADA HIDROLISAT MINYA Institut Pertanian Bogor
68 Kategori LAIN-LAIN 557 KOMPENIT (Kompos Penambat Nitrogen) LIPI
69 Kategori LAIN-LAIN 191 PENYUARA DENGAN MEMBRAN ALAMI KULIT BERBULU PT. Hartono Istana Teknologi
70 Kategori LAIN-LAIN 230 Teknologi Manufaktur Rubber Hose (Pipa Apung) Untuk Transportasi Fluida BPPT
71 Kategori LAIN-LAIN 300 KONDISI PROSES PRODUKSI DAN PEMURNIAN SELULOSA MIKROBIAL UNTUK MEMBRAN MIKROFILTRASI Direktorat Riset dan kajian Strategis IPB
72 Kategori LAIN-LAIN 466 PEMBUATAN PLASTICISER ALKOHOL ESTER DARI MINYAK NABATI DAN FORMULASINYA DENGAN RESIN POLIVINIL KLORIDA LIPI
73 Kategori LAIN-LAIN 163 NANO HI-FI PT. Hartono Istana Teknologi
74 Kategori LAIN-LAIN 316 PROTEASE REKOMBINAN DARI BACILLUS PUMILUS LOKAL Direktorat Riset dan kajian Strategis IPB
75 Kategori LAIN-LAIN 457 METODA MIKROENKAPSULASI MONOMER PADA PLASTIK POLIOLEFIN UNTUK FUNGSIONALISASI POLIOLEFIN LIPI
76 Kategori LAIN-LAIN 497 PAPAN BAMBU KOMPOSIT LIPI
77 Kategori LAIN-LAIN 194 TWEETER SEGALA ARAH 4 PHI STERADIAN PANTULAN DINAMIK PT. Hartono Istana Teknologi
78 Kategori LAIN-LAIN 362 Reaktor Air Berozon (Teknologi Pengolah Limbah Cair berbasis teknologi Ozone) LIPI
79 Kategori LAIN-LAIN 460 METODA PENGUATAN BETON DENGAN MINERAL ALAM LIPI
80 Kategori LAIN-LAIN 254 MODIFIKASI KARET TRANS-1,4-ISOPRENA DENGAN ANHIDRIDA MALEAT DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI PEREKAT DALA Institut Pertanian Bogor
81 Kategori LAIN-LAIN 285 MESIN PEMBEKU VAKUM UNTUK PRODUK BERKADAR AIR TINGGI Institut Pertanian Bogor
82 Kategori LAIN-LAIN 299 PERBAIKAN KUALITAS KAYU SAWIT (ELAEIS GUINEENSIS JACQ.) DENGAN TEKNIK “KOMPRESS†Institut Pertanian Bogor
83 Kategori LAIN-LAIN 87 Coupling Agent Untuk UPR(unsaturated polyester resin) dan Air pribadi
84 Kategori LAIN-LAIN 144 Penggunaan Chitosan Sebagai Koagulan Pada Pengolahan Air Bersih dan Air Limbah CV Sinerga Indonesia
85 Kategori LAIN-LAIN 331 PAPAN SEMEN-GYPSUM DARI CORE-KENAF (Hibiscus cannabinus L.) MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PENGERASAN AUTOCLA Institut Pertanian Bogor
86 Kategori LAIN-LAIN 272 HAMPARAN BAMBU PENYUSUN BALOK LAMINASI BAMBU BEBAS BUKU Institut Pertanian Bogor
87 Kategori LAIN-LAIN 395 MATERIAL TEKNIK BERDENSITAS RENDAH BERBAHAN BAKU SERAT KAPOK LIPI
88 Kategori LAIN-LAIN 530 Rancang Bangun Sistim Peralatan Pembersih Sampah Sungai Otomatis Dan Terintegrasi BPPT
89 Kategori LAIN-LAIN 590 PEREKAT KAYU LAPIS DAN PENGGUNAANNYA DALAM PEMBUATAN KAYU LAPIS LIPI
90 Kategori LAIN-LAIN 410 INSINERATOR PEMBAKAR SAMPAH DOMESTIK Pusat Inovasi LIPI
91 Kategori LAIN-LAIN 512 Pabrik Kelapa Sawit Medium Kapasitas 5 Ton TBS/Jam BPPT
92 Kategori LAIN-LAIN 583 TUNKU REDUKSI PELET KOMPOSIT Pusat Inovasi LIPI
93 Kategori LAIN-LAIN 241 MESIN PENCACAH TANDAN KOSONG SAWIT CV Agritek
94 Kategori LAIN-LAIN 351 Instrumen Pembeda Jenis Kelamin Ikan Koi (Nishikogoi Gender Analyzer, NGA) Institut Pertanian Bogor
95 Kategori LAIN-LAIN 354 Teknik Silvikultur Intensif (SILIN) Hutan Hujan Tropis fakultas kehutanan ugm
96 Kategori LAIN-LAIN 382 METODE PENGERASAN BAMBU DENGAN PEMAMPATAN LIPI
97 Kategori LAIN-LAIN 520 Teknologi Pengolahan Air Limbah Industri Kecil Pelapisan Logam BPPT
98 Kategori LAIN-LAIN 550 MESIN PENGHANCUR PARTIKEL DENGAN GERAK PLANET YANG MEMILIKI SUDUT DENGAN WADAH YANG DIKONDISIKA LIPI
99 Kategori LAIN-LAIN 60 Teknologi Proses Pengolahan Bijih Galena Menjadi Logam Timbal CV Asri Keramik Bandung
100 Kategori LAIN-LAIN 463 PASAK BAMBU KOMPOSIT, PROSES PEMBUATAN DAN PENGGUNAANNYA LIPI
bagi yang telah memiliki User ID.
bagi User baru.
F. A. Q.:
* Proses Registrasi
* Proses Pengajuan Inovasi
* Proses Pengisian Data/Form
* Proses Review untuk diteruskan ke Buku 100 Inovasi
* Tanggal TENGAT WAKTU
* Kriteria Penilaian
* Perihal PATEN / HKI
Monday, July 14, 2008
China approves big GMO budget amid food worries
Source:Reuters
Author:Niu Shuping
China's State Council, led by Premier Wen Jiabao, recently approved funding for a program designed to support and promote indigenous genetically modified crops. The initiative comes at a time of increased anxiety over global food security and could accelerate and expand commercial production of GMO rice or corn. The program budget provides a substantial increase in funding for GMO research and the development of safety standards for GMO food sources through 2020.
http://www.guardian .co.uk/business/ feedarticle/ 7642298
Author:Niu Shuping
China's State Council, led by Premier Wen Jiabao, recently approved funding for a program designed to support and promote indigenous genetically modified crops. The initiative comes at a time of increased anxiety over global food security and could accelerate and expand commercial production of GMO rice or corn. The program budget provides a substantial increase in funding for GMO research and the development of safety standards for GMO food sources through 2020.
http://www.guardian .co.uk/business/ feedarticle/ 7642298
G8 Supports Biotech's Role In Addressing Global Food Security
Source:Medical News Today
Author:n/a
Government representatives meeting for the Group of Eight (G8) summit this week have announced support for the role of biotechnology in tackling the issue of gloabl food security. The G8 called for investment in "science-based solutions to better achieve sustainable food and fuel production." Leaders cited the potential benefits of advancing biotech food production including: greater nutrition for impoverished peoples, increased crop yields and a decrease in vulnerability to environmental challenges such as drought or poor soil.
http://www.medicaln ewstoday. com/articles/ 114418.php
Author:n/a
Government representatives meeting for the Group of Eight (G8) summit this week have announced support for the role of biotechnology in tackling the issue of gloabl food security. The G8 called for investment in "science-based solutions to better achieve sustainable food and fuel production." Leaders cited the potential benefits of advancing biotech food production including: greater nutrition for impoverished peoples, increased crop yields and a decrease in vulnerability to environmental challenges such as drought or poor soil.
http://www.medicaln ewstoday. com/articles/ 114418.php
Seoul to Adopt EU-Style Food Testing Rule
Source:The Korea Times
Author:Bae Ji-sook
South Korea has recently announced a plan for food supply monitoring, which includes the adoption of stringent food testing standards, similar to those currently used in the European Union. The plan sets out a total of 40,000 civilians to help monitor food safety and to ensure the labeling of food country of origin and of any genetically modified organisms. To manage this information, the government will setup an institute which will monitor and account for any instances of mad cow disease or GMO food products.
http://www.koreatim es.co.kr/ www/news/ nation/2008/ 07/117_27432. html
Author:Bae Ji-sook
South Korea has recently announced a plan for food supply monitoring, which includes the adoption of stringent food testing standards, similar to those currently used in the European Union. The plan sets out a total of 40,000 civilians to help monitor food safety and to ensure the labeling of food country of origin and of any genetically modified organisms. To manage this information, the government will setup an institute which will monitor and account for any instances of mad cow disease or GMO food products.
http://www.koreatim es.co.kr/ www/news/ nation/2008/ 07/117_27432. html
FOOD SAFETY:Arsenic and Paddy Rice: A Neglected Cancer Risk?
Science 11 July 2008: Vol. 321. no. 5886, pp. 184 - 185
DOI: 10.1126/science. 321.5886. 184
News of the Week
Richard Stone
BEIJING–Rice is the staff of life for 3 billion people, predominantly in Asia. But does the food that sustains half of humanity also increase the risk of cancer for some? That question arises from three sets of findings including data now in press that report elevated arsenic levels in rice and products such as rice bran and rice crackers.
Much of the arsenic found in these studies is in an inorganic form the oxides arsenate and arsenite known to sicken people exposed via drinking water. Cancer runs high in this population. “The problem is big,” says Steve McGrath, a biogeochemist at Rothamsted Research in Harpenden, U.K., who studies contaminants in crops and is familiar with the new findings. Because rice accumulates arsenic, he says, even the background level “is a problem for people who eat much rice in their diet.”
Experts caution that there are no data linking rice and cancer. Although there’s “a definite need to reduce arsenic levels in rice,” says Richard Loeppert, a crop scientist at Texas A&M University in College Station, “it’s not an immediate hazard.” A lead researcher, environmental biologist Zhu Yong-Guan of the Research Center for Eco environmental Sciences in Beijing, acknowledges that “we still don’t have all the answers.” “But arsenic is arsenic,” he says.
China agrees: It’s one of a handful of countries that regulate arsenic levels in food. In 2005, the government lowered the acceptable limit in rice from 700 to 150 micrograms (ìg) of inorganic arsenic per kilogram. Fish and other seafood contain an organic compound, arsenobetaine, that’s largely benign at dietary levels. In a guidance document issued for shellfish consumption in 1993, the U.S. Food and Drug Administration recommended a “tolerable daily intake” of inorganic arsenic of 130 ìg. But most governments, including the United States and the European Union, have not set legal limits on inorganic arsenic in food. The recent findings could provide an impetus for regulators to move faster.
Zhu and others are not waiting; they’re already exploring ways to defang rice, which contains at least 10-fold higher arsenic concentrations than wheat and other cereals. Possibilities include altering farm practices–growing paddy rice in raised beds, for instance–and engineering rice plants to shed arsenic. The task is urgent, some say, because the global food crisis is increasing rice cultivation near mines or smelters, or on land formerly used to grow cotton or other crops that are often heavily treated with arsenic-
based pesticides. Paul Williams, a postdoctoral researcher working with Zhu and Andrew Meharg, an environmental chemist at the University of Aberdeen, U.K., says, “We fear that more and more marginal land contaminated with arsenic will be used for growing rice.”
Inorganic arsenic in a single dose of about 100 milligrams can kill by shutting down energy metabolism. Its chronic, low-dose effects are more insidious and first came to light in the early 1980s in India and Bangladesh, where many people who relied on arsenic tainted wells developed arsenicosis, an ailment marked by rough skin that is often a prelude to serious diseases such as skin or bladder cancer. Tainted wells typically contain hundreds of micrograms of arsenic per liter, well above the maximum contaminant level of 10 ìg per liter set by the World Health Organization (WHO) and adopted by most countries. Regions with high natural arsenic levels have been trying to develop alternative water supplies (Science, 23 March 2007, p. 1659). “Billions of dollars are spent to decrease arsenic levels in water,” says Zhu. “Even if we solve that problem,” he says, “it still gets into rice.”
Paddy rice takes up arsenite readily from waterlogged soil, from which the element is liberated by anaerobic microbes, McGrath and colleagues reported online last month in Environmental Science & Technology. (Other crops grown in watery environments such as lotus, water chestnut, and water spinach also tend to have high arsenic levels.) WHO’s limit for arsenic in water equates to a daily intake of 10 ìg in food, Zhu, Williams, and Meharg note in an article this month in Environmental Pollution. Assuming an average daily rice consumption of 200 grams–a lowball estimate in Asia–the researchers calculate that arsenic levels would have to be as low as 50 ìg per kilogram to remain below the WHO limit for water. However, Zhu and his colleagues report, surveys around the world have found that arsenic levels in rice “commonly exceed” the 50-ìg threshold and can reach 400 ìg per kilogram.
Last April, Meharg’s group caused a sensation when it reported disturbing levels of arsenic in rice porridge sold in U.K. supermarkets for weaning infants. According to their findings in Environmental Pollution, 35% of baby rice samples they tested had arsenic levels exceeding China’s permissible level (sciencenow. sciencemag. org/cgi/content/ full/2008/ 430/1).
Two upcoming reports from the team could cause another stir. They found what Zhu calls “extremely high” levels of inorganic arsenic in rice bran, a common item in health food stores and a popular supplement for malnourished children in international aid programs. The samples of rice bran products they tested came from Japan and the United States. “Their research has shown the size of the problem and its international dimension,” says McGrath, who calls their analyses “state of the art.”
The food industry has sought to allay concerns. For example, after news reports last autumn about arsenic in U.S. rice, a top official at NutraCea, a company based in Phoenix, Arizona, that sells rice bran and bran extracts, in a letter to customers wrote that “the levels found in U.S. rice are well within food tolerances established by the Food and Drug Administration. U.S. rice has been consumed for over a hundred years with no reported human health problems.” Williams argues that “there are no standards” in the United States for permissible maximum amounts of inorganic arsenic in food.
Experts have floated several mitigation strategies. Arsenic levels are lower in rice from certain regions, including California and parts of India; rice from these sources could be blended with higher arsenic rice before sale. But blending “may be difficult in poor areas with little infrastructure and subsistence diets,” McGrath says. Another tack would be to tilt production toward upland rice, which is grown on dry land and absorbs far less arsenic than paddy rice. A third approach–growing paddy rice aerobically in raised beds–reduces the mobilization of soil arsenite and “can dramatically decrease arsenic transfer from soil tograin,” McGrath says. But that would require a fundamental change in farming practices in Asia.
One attractive possibility is to tweak rice’s metabolism. “Arsenic that accumulates in grain is effectively under genetic control,” say Zhu. A decade ago, a team led by Barry Rosen, a molecular biologist at Wayne State University in Detroit, Michigan, showed that a family of proteins called aquaglyceroporins transports arsenic and other metalloids across cell membranes. Building on that work, Thomas Jahn’s group at the University of Copenhagen in Denmark last month unveiled in BMC Biology an aquaglyceroporin subfamily, nodulin26 like intrinsic proteins (NIPs), in plants, including rice. It may be possible, says team member Gerd Bienert, to engineer plants to express NIPs that resist taking up arsenic–although that will be tricky, as NIPs facilitate the uptake of vital nutrients such as boron or silicon. Rosen’s lab hopes to target arsenic by engineering aquaglyceroporins to discriminate between metalloids.
Another approach pursued by Rosen and Zhu is to create transgenic rice equipped with a bacterialenzyme arsenite S adenosyl methyltransferase- -that converts inorganic arsenic to methylated species, including a volatile compound. “We propose that rice expressing the enzyme will volatilize arsenic, producing rice grains with reduced arsenic content,” Rosen says. Field testing will begin in China soon. Rosen, Zhu, and colleagues are also using conventional breeding techniques to select for cultivars that accumulate little arsenic. To be a hit on the farm, any new varieties will have to have decent yields: A hypothetical cancer risk pales in comparison with an empty stomach.
DOI: 10.1126/science. 321.5886. 184
News of the Week
Richard Stone
BEIJING–Rice is the staff of life for 3 billion people, predominantly in Asia. But does the food that sustains half of humanity also increase the risk of cancer for some? That question arises from three sets of findings including data now in press that report elevated arsenic levels in rice and products such as rice bran and rice crackers.
Much of the arsenic found in these studies is in an inorganic form the oxides arsenate and arsenite known to sicken people exposed via drinking water. Cancer runs high in this population. “The problem is big,” says Steve McGrath, a biogeochemist at Rothamsted Research in Harpenden, U.K., who studies contaminants in crops and is familiar with the new findings. Because rice accumulates arsenic, he says, even the background level “is a problem for people who eat much rice in their diet.”
Experts caution that there are no data linking rice and cancer. Although there’s “a definite need to reduce arsenic levels in rice,” says Richard Loeppert, a crop scientist at Texas A&M University in College Station, “it’s not an immediate hazard.” A lead researcher, environmental biologist Zhu Yong-Guan of the Research Center for Eco environmental Sciences in Beijing, acknowledges that “we still don’t have all the answers.” “But arsenic is arsenic,” he says.
China agrees: It’s one of a handful of countries that regulate arsenic levels in food. In 2005, the government lowered the acceptable limit in rice from 700 to 150 micrograms (ìg) of inorganic arsenic per kilogram. Fish and other seafood contain an organic compound, arsenobetaine, that’s largely benign at dietary levels. In a guidance document issued for shellfish consumption in 1993, the U.S. Food and Drug Administration recommended a “tolerable daily intake” of inorganic arsenic of 130 ìg. But most governments, including the United States and the European Union, have not set legal limits on inorganic arsenic in food. The recent findings could provide an impetus for regulators to move faster.
Zhu and others are not waiting; they’re already exploring ways to defang rice, which contains at least 10-fold higher arsenic concentrations than wheat and other cereals. Possibilities include altering farm practices–growing paddy rice in raised beds, for instance–and engineering rice plants to shed arsenic. The task is urgent, some say, because the global food crisis is increasing rice cultivation near mines or smelters, or on land formerly used to grow cotton or other crops that are often heavily treated with arsenic-
based pesticides. Paul Williams, a postdoctoral researcher working with Zhu and Andrew Meharg, an environmental chemist at the University of Aberdeen, U.K., says, “We fear that more and more marginal land contaminated with arsenic will be used for growing rice.”
Inorganic arsenic in a single dose of about 100 milligrams can kill by shutting down energy metabolism. Its chronic, low-dose effects are more insidious and first came to light in the early 1980s in India and Bangladesh, where many people who relied on arsenic tainted wells developed arsenicosis, an ailment marked by rough skin that is often a prelude to serious diseases such as skin or bladder cancer. Tainted wells typically contain hundreds of micrograms of arsenic per liter, well above the maximum contaminant level of 10 ìg per liter set by the World Health Organization (WHO) and adopted by most countries. Regions with high natural arsenic levels have been trying to develop alternative water supplies (Science, 23 March 2007, p. 1659). “Billions of dollars are spent to decrease arsenic levels in water,” says Zhu. “Even if we solve that problem,” he says, “it still gets into rice.”
Paddy rice takes up arsenite readily from waterlogged soil, from which the element is liberated by anaerobic microbes, McGrath and colleagues reported online last month in Environmental Science & Technology. (Other crops grown in watery environments such as lotus, water chestnut, and water spinach also tend to have high arsenic levels.) WHO’s limit for arsenic in water equates to a daily intake of 10 ìg in food, Zhu, Williams, and Meharg note in an article this month in Environmental Pollution. Assuming an average daily rice consumption of 200 grams–a lowball estimate in Asia–the researchers calculate that arsenic levels would have to be as low as 50 ìg per kilogram to remain below the WHO limit for water. However, Zhu and his colleagues report, surveys around the world have found that arsenic levels in rice “commonly exceed” the 50-ìg threshold and can reach 400 ìg per kilogram.
Last April, Meharg’s group caused a sensation when it reported disturbing levels of arsenic in rice porridge sold in U.K. supermarkets for weaning infants. According to their findings in Environmental Pollution, 35% of baby rice samples they tested had arsenic levels exceeding China’s permissible level (sciencenow. sciencemag. org/cgi/content/ full/2008/ 430/1).
Two upcoming reports from the team could cause another stir. They found what Zhu calls “extremely high” levels of inorganic arsenic in rice bran, a common item in health food stores and a popular supplement for malnourished children in international aid programs. The samples of rice bran products they tested came from Japan and the United States. “Their research has shown the size of the problem and its international dimension,” says McGrath, who calls their analyses “state of the art.”
The food industry has sought to allay concerns. For example, after news reports last autumn about arsenic in U.S. rice, a top official at NutraCea, a company based in Phoenix, Arizona, that sells rice bran and bran extracts, in a letter to customers wrote that “the levels found in U.S. rice are well within food tolerances established by the Food and Drug Administration. U.S. rice has been consumed for over a hundred years with no reported human health problems.” Williams argues that “there are no standards” in the United States for permissible maximum amounts of inorganic arsenic in food.
Experts have floated several mitigation strategies. Arsenic levels are lower in rice from certain regions, including California and parts of India; rice from these sources could be blended with higher arsenic rice before sale. But blending “may be difficult in poor areas with little infrastructure and subsistence diets,” McGrath says. Another tack would be to tilt production toward upland rice, which is grown on dry land and absorbs far less arsenic than paddy rice. A third approach–growing paddy rice aerobically in raised beds–reduces the mobilization of soil arsenite and “can dramatically decrease arsenic transfer from soil tograin,” McGrath says. But that would require a fundamental change in farming practices in Asia.
One attractive possibility is to tweak rice’s metabolism. “Arsenic that accumulates in grain is effectively under genetic control,” say Zhu. A decade ago, a team led by Barry Rosen, a molecular biologist at Wayne State University in Detroit, Michigan, showed that a family of proteins called aquaglyceroporins transports arsenic and other metalloids across cell membranes. Building on that work, Thomas Jahn’s group at the University of Copenhagen in Denmark last month unveiled in BMC Biology an aquaglyceroporin subfamily, nodulin26 like intrinsic proteins (NIPs), in plants, including rice. It may be possible, says team member Gerd Bienert, to engineer plants to express NIPs that resist taking up arsenic–although that will be tricky, as NIPs facilitate the uptake of vital nutrients such as boron or silicon. Rosen’s lab hopes to target arsenic by engineering aquaglyceroporins to discriminate between metalloids.
Another approach pursued by Rosen and Zhu is to create transgenic rice equipped with a bacterialenzyme arsenite S adenosyl methyltransferase- -that converts inorganic arsenic to methylated species, including a volatile compound. “We propose that rice expressing the enzyme will volatilize arsenic, producing rice grains with reduced arsenic content,” Rosen says. Field testing will begin in China soon. Rosen, Zhu, and colleagues are also using conventional breeding techniques to select for cultivars that accumulate little arsenic. To be a hit on the farm, any new varieties will have to have decent yields: A hypothetical cancer risk pales in comparison with an empty stomach.
Friday, July 11, 2008
Jepang Bangun Laboratorium Flu Burung
Jum'at, 11 Juli 2008 | 00:27 WIB
http://www.tempoint eraktif.com/
TEMPO Interaktif, Subang:Pemerintah Jepang memberikan bantuan 1,780 miliar Yen
(setara Rp 151 miliar) untuk membangun tiga Balai Penyelidikan dan Pengujian
Veteriner di Medan, Lampung dan Subang.
Wakil Duta Besar Jepang untuk Indonesia Satoro Sato mengatakan, dana ini
dikumpulkan oleh masyarakat Jepang. “Mereka berkontribusi terhadap Indonesia
dalam mengantisipasi virus flu burung dan virus mematikan lainnya,” katanya di
Subang, kemarin.
Saat ini 31 dari 33 provinsi di Indonesia, telah terserang virus mematikan itu.
Bahkan, beberapa daerah sudah dinyatakan endemik flu burung. Sato melanjutkan,
laboratorium akan diserahkan oleh Pemerintah Jepang pada 15 Maret tahun depan.
Di Subang, Balai Penyelidikan Pengujian Veteriner akan bertempat di atas lahan
seluas 51 ribu meter persegi. Dengan bangunan seluas tiga ribu meter persegi,
laboratorium itu berlokasi di lahan milik Departemen Pertanian.
Rencananya balai ini akan menjadi Balai Penyelidikan Pengujian Veteriner
terbesar dan termodern di Indonesia. Balai akan meneliti kasus-kasus yang
berkaitan dengan flu burung di Provinsi Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat.
Menteri Pertanian Anton Apriantono mengatakan sejak tahun 1970, Indonesia baru
memiliki tujuh Balai Penyelidikan. Padahal idealnya, satu provinsi memiliki satu
balai. “Sebab wilayah Indonesia sangat luas," kata Anton. Namun pemerintah tak
memiliki cukup dana untuk membangun fasilitas tersebut.
Padahal jumlah korban flu burung di Indonesia cukup tinggi. Sejak ditemukannya
kasus ini pada 2005 lalu, jumlah korban sudah mencapai 136 jiwa. Dari angka itu,
sekitar 110 diantaranya meninggal dunia.
Virus ini juga menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar. Bahkan menurut
Anton, virus itu turut andil dalam menciptakan krisis pangan di dunia.
http://www.tempoint eraktif.com/
TEMPO Interaktif, Subang:Pemerintah Jepang memberikan bantuan 1,780 miliar Yen
(setara Rp 151 miliar) untuk membangun tiga Balai Penyelidikan dan Pengujian
Veteriner di Medan, Lampung dan Subang.
Wakil Duta Besar Jepang untuk Indonesia Satoro Sato mengatakan, dana ini
dikumpulkan oleh masyarakat Jepang. “Mereka berkontribusi terhadap Indonesia
dalam mengantisipasi virus flu burung dan virus mematikan lainnya,” katanya di
Subang, kemarin.
Saat ini 31 dari 33 provinsi di Indonesia, telah terserang virus mematikan itu.
Bahkan, beberapa daerah sudah dinyatakan endemik flu burung. Sato melanjutkan,
laboratorium akan diserahkan oleh Pemerintah Jepang pada 15 Maret tahun depan.
Di Subang, Balai Penyelidikan Pengujian Veteriner akan bertempat di atas lahan
seluas 51 ribu meter persegi. Dengan bangunan seluas tiga ribu meter persegi,
laboratorium itu berlokasi di lahan milik Departemen Pertanian.
Rencananya balai ini akan menjadi Balai Penyelidikan Pengujian Veteriner
terbesar dan termodern di Indonesia. Balai akan meneliti kasus-kasus yang
berkaitan dengan flu burung di Provinsi Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat.
Menteri Pertanian Anton Apriantono mengatakan sejak tahun 1970, Indonesia baru
memiliki tujuh Balai Penyelidikan. Padahal idealnya, satu provinsi memiliki satu
balai. “Sebab wilayah Indonesia sangat luas," kata Anton. Namun pemerintah tak
memiliki cukup dana untuk membangun fasilitas tersebut.
Padahal jumlah korban flu burung di Indonesia cukup tinggi. Sejak ditemukannya
kasus ini pada 2005 lalu, jumlah korban sudah mencapai 136 jiwa. Dari angka itu,
sekitar 110 diantaranya meninggal dunia.
Virus ini juga menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar. Bahkan menurut
Anton, virus itu turut andil dalam menciptakan krisis pangan di dunia.
PODCAST: "Novel Insights into Cancer and the Process of Aging"
Jill Fuss, Ph.D., Research Scientist at Lawrence Berkeley National Laboratory, is interviewed by GEN's Editor in Chief, John Sterling.
WHEN: July 10 — July 17, 2008
Scientists at the Department of Energy's Lawrence Berkeley National Laboratory and the Scripps Research Institute say they have solved the essential structure of the XPD protein. XPD is one component of an essential repair mechanism that maintains the integrity of DNA. The research was published in the May 30 issue of Cell.During this week's GEN podcast, Dr. Jill Fuss, one of the paper's authors, discusses why XPD is such an important molecule and why solving its structure is so significant. She explains how XPD carries out its role as a DNA-repair protein and how the research team went about finding the XPD gene and then crystallizing it. Dr. Fuss also talks about future plans to build on this research and to advance medicine's ability to deal with cancer and the problems associated with aging.
LISTEN NOW to this week's GEN Podcast.
WHEN: July 10 — July 17, 2008
Scientists at the Department of Energy's Lawrence Berkeley National Laboratory and the Scripps Research Institute say they have solved the essential structure of the XPD protein. XPD is one component of an essential repair mechanism that maintains the integrity of DNA. The research was published in the May 30 issue of Cell.During this week's GEN podcast, Dr. Jill Fuss, one of the paper's authors, discusses why XPD is such an important molecule and why solving its structure is so significant. She explains how XPD carries out its role as a DNA-repair protein and how the research team went about finding the XPD gene and then crystallizing it. Dr. Fuss also talks about future plans to build on this research and to advance medicine's ability to deal with cancer and the problems associated with aging.
LISTEN NOW to this week's GEN Podcast.
Subscribe to:
Posts (Atom)
Tiga Tahun Lagi, Indonesia Yakin Lepas dari Impor Sapi
Jumat, 8 Januari 2016 Program sapi unggulan berhasil dikembangkan. VIVA.co.id - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bekerjasa...
-
Minggu, 6 Desember 2015 11:29 WIB | 7.064 Views Buah persik. (Pixabay/Hans) Kunming (ANTARA News) - Penelitian fosil biji persik men...
-
MEDAN, JUMAT - Peneliti Universitas Sumatera Utara, Basuki Wirjosentono, mengenalkan plastik ramah berbahan hasil samping minyak sawit menta...
-
ASEAN-KOREA SYMPOSIUM AND WORKSHOP On Biorefinery Technology for Sustainable Production of Biofuel and Industrial Biochemicals: Converging b...